Bengawan Solo, riwayatmu ini, Sedari dulu, jadi perhatian insani PERHATIAN terhadap sungai yang dicatat dalam lagu itu kini berupa derum mesin keruk dan buldoser yang bersaing dengan deru truk-truk pengangkut tanah. Tepian Kali Bengawan Solo pun dirajam, tanah dikeruk dan ditimbun. Peta sungai itu tengah diubah. Sungai baru dibuat menembus dinding tebing untuk membuat aliran bengawan yang bebas hambatan, bak jalan tol. Sebuah pekerjaan besar, sejak sebulan lalu. Riwayat sang bengawan, sebagai pembawa air bah, memang telah lama. Jika hujan besar jatuh di hulu, air akan menggenang di sekitar kelokan sungai, lalu mengalirlah air bah ke Kota Solo. Maka, tikungan-tikungan itu harus dipangkas, agar air cepat menghilir. "Pemerintah ingin Solo bebas banjir 100 persen," ujar Ir. Bambang Kuswidodo, pimpinan proyek induk pengembangan wilayah sungai Bengawan Solo itu. Aliran sungai yang "ditertibkan" ini merentang dari daerah Wonogiri hingga jembatan Jurug di pinggir timur Solo, sepanjang 55 km. Beberapa ruas sungai buatan, yang rata dan lempang, pun dibangun untuk menggantikan ruas bengawan yang membengkok. Sungai buatan itu leharnya 100 m dengan bantaran 200 m. Untuk memperkuat tebing-tebing buatan tadi dibangun pula tanggul dari batu bersemen di pinggir bantaran. Tingginya, dari 3 m, sampai 10 m, dan kedalaman sungainya antara 5 dan 7 meter. Bila penggalian selesai nanti, dinding sungai akan dijebol, dan air dilewatkan ke sungai baru. Lantas, tanah bekas galian itu akan digunakan untuk menguruk sungai lama. Hilangnya tikungan-tikungan sungai akan memendekkan ruas sungai yang digarap, dari 55 km menjadi 38 km. Namun, ruas pendek itu sanggup menghilirkan air dalam jumlah yang lebih besar, di atas 1.500 m3/detik. Banjir dan air bah memang menjadi bagian dari riwayat Bengawan Solo. Komponis kawakan Gesang, 72 tahun, menjadi saksi bahwa banjir besar sering melanda Kota Solo, sedari masa kanak-kanaknya dulu. Kesaksiannya ia abadikan dalam lagu Bengawan Solo, yang ia ciptakan di awal 1940-an. Musim kemarau! tak seberapa airmu, Di musim hujan air meluap sampai jauh. Dalam syair itu tersirat kerinduan Gesang akan kali bengawan yang berair penuh sepanjang tahun, dan kaum pedagang naik itu perahu. Beberapa generasi sebelum Gesang pun sering dibikin pusing oleh air bah bengawan. Itulah sebabnya, raja Surakarta, Sunan Pakubuwono X, membangun tanggul pada 1863, untuk membentengi Solo dari luapan air bengawan. Namun, tanggul setinggi 2 meter itu jebol dilindas luapan air bengawan pada 1966 yang menggenangi kawasan seluas 320 km2. Pemerintah telah mematok rencana untuk pengendalian aliran air Bengawan Solo sejak 1974. Maka, dibangunlah Waduk Gajahmungkur, di Wonogiri. Waduk seluas 88 km itu bisa menampung air 750 juta m3. Berkat waduk yang diresmikan delapan tahun lalu itu, debit air bengawan bisa dikontrol. Kendati waduk telah dibangun, dan 67.500 penduduk tergusur, anak-anak bengawan, seperti Kali Dengkeng, Brambang, dan Kebangan, masih saja sulit diatur. Pada musim hujan, sungai-sungai itu tetap memasok air dalam jumlah besar ke badan bengawan. Dan banjir akan terjadi di pinggiran selatan dan timur Kota Solo, jika aliran air melampaui debit 1.500 m3/detik. Maka, pelempangan tubuh bengawan yang bengkok-bengkok itu harus pula dilakukan. Proyek yang dimulai musim hujan ini akan selesai 1993 nanti melalui empat tahap penyelesaian, dengan biaya 4,746 milyar yen, atau sekitar Rp 61,7 milyar. Keran dana itu dicucurkan dari Overseas Economic Cooperation Fund, Jepang. Proyek pelempangan Bengawan Solo itu, tentu saja, memerlukan sejumlah lahan. Maka, tanah-tanah penduduk di sekitar tikungan kali pun harus dibebaskan. Untuk tahap pertama ini hanya butuh 80 ha. Tapi pada tahap berikutnya masih diperlukan tambahan 474 ha. Bengawan Solo meliak-liuk di Jawa Tengah dan Jawa Timur sepanjang 600 km, merupakan sungai terpanjang di Jawa. Sungai panjang ini bermata air di daerah perbukitan Sewu, Wonogiri Selatan, sebuah tempat yang oleh Gesang dilukiskan "terkurung gunung seribu". Daerah Aliran Sungai (DAS) Bengawan Solo ini, yang luasnya sekitar 1 juta ha, terhitung buruk, sehingga banjir sering melanda daerah-daerah yang dilewatinya, mulai Wonogiri (Ja-Teng) hingga daerah muara di Gresik, Jawa Timur. Di antara Wonogiri dan Solo saja, wilayah yang biasa digenangi bah mencapai 19.500 ha. Waduk Gajahmungkur bisa menekan "daerah genangan" menjadi 8,5 ribu ha. Pelurusan bengawan itu, tentu, dimaksudkan untuk memperkecil angka 8,5 ribu ha tadi. "Pokoknya, ancaman banjir Bengawan Solo akan ditekan secara drastis," ujar Ir. Muhsin Zaini, dari bagian Perencanaan Proyek Induk Pengembangan Bengawan Solo. Bagi Ir. Muryono, dosen senior pada Fakultas Teknik Sipil, Universitas Sebelas Maret Surakarta, proyek pelurusan Bengawan Solo itu sejalan dengan harapannya, baik dari segi teknis maupun estetis. Selain membebaskan Solo dari "endemi" banjir, "Nantinya akan ada panorama baru, hijau, dan indah," ujarnya. Lalu apa kata "buaya" tua Gesang yang kini tinggal di Perumnas Palur, tak jauh dari pinggir bengawan? Dia pun senang membayangkan Bengawan Solo yang lurus dan rapi itu. Tapi dia akan tambah senang, jika air bengawan penuh sepanjang tahun. "Saya ingin naik perahu di situ, sambil leyeh-leyeh (duduk santai)," katanya. Air mengalir, sampai jauh, akhirnya ke laut Kastoyo Ramelan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini