Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Ancaman sang anak

Mengenang 100 tahun meletusnya gunung krakatau (agustus 1883). diramalkan akan meletus lagi. (ling)

27 Agustus 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEJAK tahun 1000, diduga bumi Indonesia, yang memiliki 130 gunung api aktif, sudah ribuan kali diterjang letusan dan gempa. Sepanjang sejarah yang bisa dicatat bencana ini telah menelan korban 175.000 jiwa. Sebagai kawasan gunung api zona subduksi, 1/6 kawasan Nusantara berada dalam ancaman tak langsung. Luas kawasan yang pasti terancam ada 16.620 km2 dan penduduknya berjumlah 2.399 jiwa. Itulah peta bahaya (volcanic hazard map) yang dibuat Direktorat Vulkanologi di tahun 1974. Sekarang posisinya tentu sudah berbeda. Lebih dari separuh gunung api aktif itu telah meletus. Model geodinamika Indonesia dikonstruksikan berdasarkan konsep tektonik lempeng (plate tectonics) yang paling tidak bisa memberi gambaran dasar gejala gunung api indonesia. Sebab tiap gunung api memiliki sifat unik tersendiri dan tidak selalu dapat dipakai untuk melakukan diagnosa terhalap gunung api lain. Gunung Tambora di Pulau Sumbawa, misalnya, yang meletus di tahun 1815, melemparkan isi perutnya sebanyak 150 km3. Jumlah korban waktu itu tercatat 92.000 orang. Kalau dibandingkan dengan Krakatau, ledakan Tambora lebih dahsyat. Krakatau dengan tsunami-nya, cuma menelan sekitar 36.000 jiwa dan memuntahkan isi perutnya 18 km3. Berbeda dengan Krakatau yang meninggalkan anak, tidak demikian halnya dengan Tambora. Kendati demikian banyak yang menyebut gunung api ini sudah tidur. Tapi tak sedikit pula yang yakin masih aktif. Mengapa Krakatau lebih menarik? Gunung api selalu mengalami perubahan morfologis. Berjenis strato, Krakatau terdiri dari sekelompok pulau gunung api dengan sebuah kerucut sentral yang giat dalam satu kaldora. Kini dengan semakin tingginya Anak Krakatau, yang "lahir" di tahun 1928, ancaman terasa lagi. Laporan penelitian Burudjalasad dari Jawatan Hidro Oseanografi/TNI-AL dua tahun lalu mencatat bahwa dari aktivitas selama dua bulan saja ada 529 gempa harian -- 10 di antaranya merupakan gempa kiriman. Dari 20 hasil pencatatan yang dapat ditentukan episenternya, disimpulkan bahwa gempa-gempa itu berpusat di sekitar Krakatau dalam bentuk gempa vulkanis. Berdasarkan penelitian ini, drama Krakatau 1883, mungkin saja terulang lagi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus