Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Awan Arcus seperti yang terbentuk di Meulaboh, Aceh Barat, pada hari ini, Senin 10 Agustus 2020, ternyata bukan hal yang baru. Dunia meteorologi mengenalnya sebagai satu di antara fitur pelengkap yang dimiliki jenis-jenis awan, bisa menempel atau menyatu sebagian ke sistem awan tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain arcus, situs Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) melampirkan beberapa bentuk pelengkap awan itu di antaranya incus, mamma, dan virga. Ada pula yang disebut praecipitatio, tuba, asperitas, fluctus, cavum, murus dan cauda.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seperti awan arcus, kebanyakan adalah fitur yang melengkapi awan cumulonimbus atau kumulonimbus. Ini seperti tuba yang biasanya menunjukkan rupa kolom atau belalai yang turun dari dasar awan dan incus atau bagian puncak cumulonimbus yang menyebar ke arah horizontal.
Tapi ada juga praecipitation seperti awan tirai hujan yang jatuh sampai ke permukaan bumi. Fitur ini bisa didapati melengkapi awan altostratus, nimbostratus, stratocumulus, stratus, cumulus dan cumulonimbus.
Adapun arcus digambarkan sebagai awan yang bergulung memanjang secara horizontal di muka kaki sebuah awan kumulunimbus. Kepala Bidang Diseminasi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG Hary Djatmiko menerangkan kalau penampakan fitur ini biasa dikaitkan dengan peristiwa hujan badai atau hujan es, hujan petir, dan angin kencang.
Arcus terbentuk ketika suatu aliran udara dingin yang turun dari awan kumulonimbus mencapai tanah, menyebar cepat dan mendorong massa udara yang hangat naik. "Saat udara ini naik, uap air mengembun membentuk pola awan arcus," kata Hary.
Awan arcus disebutnya mempunyai ketinggian hingga sekitar 2.000 meter. Bentuknya tak melulu awan gulung tapi ada juga yang mirip susunan rak yang sering dikaitkan dengan garis badai dan sering kali dilaporkan sebagai awan dinding, awan corong, atau rotasi.