Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Bakteri Pemicu Ledakan

28 Februari 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bom waktu itu bernama tumpukan sampah. Ketika ribuan sampah organik dibiarkan tanpa sentuhan teknologi pengolahan yang memadai, saat itulah bom waktu mulai berdetak. Ledakan keras yang terjadi beberapa detik sebelum gunungan sampah di Tempat Pembuangan Akhir Leuwigajah, Bandung, longsor, Senin dini hari, adalah salah satu bukti teori ini.

Peneliti dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Firman L. Syahwan menuturkan, ledakan itu terjadi karena gas metana (CH4) yang dihasilkan sampah bereaksi dengan udara. Saat ton demi ton sampah dibiarkan menggunung dan saluran ventilasi di tumpukan itu tak berfungsi, maka gas metana itu terjebak dalam tumpukan sampah. Volume gas ini kian hari terus meningkat karena ventilasi yang membuang gas ini macet. Ketika timbunan gas dalam volume besar ini bersentuhan dengan udara, terjadilah pijar api ledakan. ?Gas metana yang terisolasi itu meledak seperti balon karena lubang ventilasi tidak berfungsi,? kata Firman.

Gas metana memang punya sifat mudah terbakar, bahkan meledak seperti bom jika terkena oksigen dalam rasio kecil: 14 bagian oksigen berbanding 1 bagian metana. Tak mengherankan, di tempat pembuangan sampah kerap terjadi kebakaran yang tak jelas asal-usulnya. Kejadian ini pernah terjadi di Bali. Begitu pula yang pernah terjadi di Bantar Gebang, Bekasi, September lalu.

Metana adalah gas alam tanpa warna dan bau yang mudah terbakar. Gas berbahaya itu dihasilkan dari proses penguraian sampah organik seperti daun-daunan atau sisa makanan yang terjadi di tempat pembuangan sampah. Biang penguraian itu adalah bakteri pembusuk dan proses itu terjadi di tempat yang nihil oksigen (anaerob).

Dalam teknologi pengolahan sampah yang modern, kata Firman, gas metana itu disedot keluar lewat ventilasi sehingga meminimalkan risiko kebakaran. Di beberapa negara maju, gas metana hasil pengolahan sampah digunakan sebagai sumber energi (biogas), termasuk menghasilkan listrik. Di beberapa kampung di Indonesia pun, teknologi biogas sudah digunakan, misalnya untuk mengubah kotoran sapi menjadi gas penyala tungku dapur. Nah, mengapa Bandung, yang dikenal sebagai gudang ilmuwan, terkesan abai terhadap teknologi ini?

Tjandra Dewi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus