Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Berburu Rusa, Mengekspor Tanduk

Lebih dari 6 ton tanduk rusa ditahan di Surabaya. pemiliknya: PT Angin Timur Jaya, Ambon, akan mengekspornya ke singapura dengan kapal km niaga XIX. Padahal, baik tubuhnya & tanduknya dilarang diekspor.

10 Desember 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LEBIH dari 6 ton tanduk rusa, diduga dari hasil pembantaian besar-besaran, kini masih diamankan di Gudang 500 anjungperak. Tanduk bernilai US$ 45.500 ini, sejak 21 September lalu, diamankan oleh Administratur Pelabuhan (Adpel) Surabaya. Pemiliknya adalah PT Angin Timur Jaya, Ambon. Barang tersebut akan diekspor ke Singapura dengan kapal KM Niaga XIX, dipesan Chia Huat Yong Kee (CHYK) Trading PTE Ltd. Tanduk-tanduk tadi, secara berkala, diangkut dari Ambon dengan kapal PT Perusahaan Pelayaran Samudera Indonesia, tetapi dijaring di Tanjungperak. Adpel Suharyono mengatakan, razia itu bekerja sama dengan instansi yang berkait, dan melibatkan 600 mandor yang bertugas mengawasi barang yang masuk ke pelabuhan. Abdul Hadi, Kepala Gudang 500, tak tahu bahwa tanduk rusa yang dibungkus karung CHYK dan memakai nomor seri 1 sampai 40 itu tidak boleh diekspor. "Rusa dilarang diekspor, baik tubuhnya yang utuh ataupun sebagian, juga tanduknya," kata R.J. Bangun Mulya, Kepala Sub-Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Timur. Tentang perlindungan satwa liar itu, ada peraturan pemerintah dan surat keputusan Menteri Kehutanan. Ditahannya tanduk-tanduk tersebut, menurut John Kusthio, Wakil Pimpinan PT Angin Timur Jaya, ada kesalahpahaman. Pihaknya, katanya, memperoleh tanduk itu dari penduduk setempat. "Tapi apa mungkin penduduk di kampung itu membentuk badan hukum dan punya akta perburuan?" tanya Bangun kepada Herry Mohammad dari TEMPO. Bangun menyebutkan, ada 538 jenis satwa liar yang dilindungi, termasuk rusa (Cervus timorensis). Apalagi, tambahnya, yang berhak melakukan perburuan itu adalah suatu lembaga, atau yang berbadan hukum dan orang yang punya akta perburuan. Keterangan Kusthio itu ia ragukan, apalagi tanduk itu sampai 6 ton lebih. Dan jumlah sebanyak itu dari hasil pembantaian? Kata Bangun, tanduk yang rontok sendiri dari kepala rusa itu terjadi ketika umur tanduk sekitar 10 tahun. Saat itu cabang tanduknya antara 3 dan 4. Sedang tanduk yang mau diekspor tadi umumnya bercabang 3, panjangnya 40-60 cm. Yang jelas, tak ada tanduk yang masih lekat pada tengkorak rusa. "Bagaimanapun, sesuai dengan peraturan yang ada, tanduk rusa tak boleh diekspor, kecuali jika ada kebijaksanaan lain," ujar Bangun. Ia memang belum menerima pemberitahuan, setidaknya tembusan surat Direktur Pengamanan Hutan, Ditjen Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam (PHPA) di Bogor. Tapi, Polda Ja-Tim, pada 4 November lalu, sudah menerima surat dimaksud. Sumber di Polda sana mengatakan, tanduk tersebut dikumpulkan dari masyarakat, bukan hasil perburuan. "Di Ambon, rusa sering diburu, karena merusakkan kebun-kebun," kata Kusthio via telepon kepada Wahyu Muryadi dari TEMPO. Rusa itu diburu -- biasanya di Pulau Seram dan di Maluku Tengah -- untuk disantap dagingnya, bukan tanduknya disikat. Ini juga terjadi di Irian Jaya. Di Merauke, misalnya, orang lebih gampang mencari sate rusa ketimbang sate kambing. Daging hewan ini biasa ditemui di pojok-pojok perempatan jalan, seperti di Jalan Raya Mandala. "Daging kambing mahal, lebih murah daging rusa," ujar seorang penjual sate rusa di situ. Di pasar juga banyak dijual dendeng rusa, yang rasanya manis dan gurih. Di Merauke ada perusahaan pengumpul tanduk rusa, seperti CV Nikmat. Harga tanduknya mahal, karena bisa digunakan untuk gagang pisau, hiasan dinding, dan dibikin bubuk campuran cat. Perusahaan yang juga punya penangkaran buaya ini memegang rekomendasi eks gubernur Ir-Ja. Isaac Hindom: boleh mengambil tanduk rusa yang sudah copot dari kepalanya. Kendati begitu, ada yang aneh. Ketika Menteri Kehutanan Hasjrul Harahap berkunjung ke sana, September lalu, tanduk milik CV Nikmat itu tampak ada yang masih melekat di tengkorak rusa. "Yang itu diambil dari rusa-rusa yang mati, ketika kami mencari tanduk yang rontok," begitu alasan Sukami Supu, pemilik CV Nikmat. Sedangkan rekomendasi itu dibenarkan oleh Bas Suebu, Gubernur Ir-Ja. "Tapi mungkin saja rekomendasi itu disalahgunakan," ujarnya. Sedangkan Hasjrul Harahap tak memastikan apakah tanduk yang masih melekat di tengkorak kepala rusa itu benar dari rusa yang mati sendiri atau memang sengaja dibunuh. "Selama dilindungi, rusa-rusa itu tidak dibenarkan dibunuh,"katanya. Namun, repotnya, di suatu daerah, seperti di Ir-Ja dan Ambon, rusa-rusa itu dianggap hama perusak kebun. Pembantaian pasti tak terhindarkan. Ironisnya, ada juga upaya pemerintah untuk menangkar rusa, termasuk jenis Cervus timorensis, seperti di Karawang, Jawa Barat. Sedangkan PT Angin Timur Jaya kini seperti sudah merasa aman karena lepas dan dugaan berburu rusa untuk diambil tanduknya, setelah ada surat PHPA ke Polda Ja-Tim itu. Lalu, nasib 6 ton tanduk miliknya yang ditahan di Tanjungperak? "Masih menunggu informasi dari Adpel, bagaimana kepastiannya," ujar Bintarto Soedjito, kepala cabang PT Samudera Indonesia. Tapi "penyakit" lain justru muncul pula. Kini dipertanyakan keabsahan surat-surat yang dimiliki PT Angin Timur Jaya sebagai pengekspor tanduk rusa. Suhardjo Hs, Tri Budinto Soekarno

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus