FATHURRAHMAN bersyukur karena, ''Bisa bertemu Pak Harto.'' Kesempatan itu terwujud dua pekan lalu di Jakarta, ketika ia menerima hadiah Kalpataru sebagai Perintis Lingkungan. Penghargaan ini diberikan atas jasanya membuat terowongan sepanjang 235 meter dengan menembus bukit cadas sedalam 15-38 meter. Awalnya adalah kemiskinan. Dusun Fathurrahman adalah yang termiskin di wilayah Kampung Kalijaga, Nusa Tenggara Barat. Air sulit karena sungai lebih rendah dari ladang. ''Penduduk cuma bisa nonton air yang lewat di bawah,'' ujar Kepala Dusun Lendang Bunga. Rupanya, Fathurrahman tak mau sekadar menonton atau pergi memburuh tani ke dusun tetangga seperti yang dilakukan teman- temannya. Kebetulan, pria Sasak jebolan kelas 3 SD ini mewarisi kemampuan membuat terowongan dari pamannya yang membangun terowongan pada tahun 1965. Dari pengalaman itu, ia mengetahui cara melubangi cadas, menyamakan kedalaman terowongan dengan permukaan air, dan menggali terowongan dari dua ujung hingga bertemu di tengah- tengah. Tapi Fathurrahman bukannya didukung masyarakat, sebaliknya dicemooh. Namun, dengan mengupah 15 pekerja dan menghabiskan dana Rp 750 ribu sapinya terpaksa dijual terowongan sepanjang 235 meter itu akhirnya terwujud dalam tiga bulan (tahun 1981). Hasilnya, panen sawah Fathurrahman (2 ha) mencapai Rp 35 juta. Dengan uang itu, ia pergi naik haji, membeli mesin giling padi, dan menambah sawah lagi. Sejak itu, Fathurrahman diminta masyarakat membangun terowongan baru. Mereka mulai menyadari kegunaannya. Pendapatan mereka naik dua kali lipat, jumlah rumah bertambah, dan harga tanah pun mencapai Rp 25 juta per hektare. GSI, Indrawan, Supriyanto K.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini