Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Bernhard Datang, Apa Kabar Kita ?

Pangeran bernhard, 62, selaku pendiri dan eks ketua wwf menyerahkan bantuan wwf untuk cagar alam di indonesia. ppa, yang diberi dana masih kekurangan tenaga ahli dan teknis. (ling)

7 April 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

YANG pangeran sama cintanya pada pesawat terbang seperti pada orang utan. Selasa pekan lalu, Bernhard, 62, tiba di Jakarta tanpa isterinya, Ratu Yuliana, dengan menerbangkan sendiri pesawat jet F-28 milik Kerajaan Belanda. Pendiri dan bekas ketua WWF (World Wildlife Fund Dana Satwa Sedunia) keesokan harinya menyerahkan sumbangan WWF sebesar 1 juta dollar AS kepada Sri Sultan Hamengkubuwono ke-IX, Ketua IWF (Indonesian Wildlife Fund). Dana itu diperuntukkan bagi berbagai cagar alam di seluruh Indonesia. Berlaku untuk waktu 5 tahun uang itu terutama dimaksudkan untuk melatih para petugas PPA (Perlindungan & Pengawetan Alam) Indonesia di Negeri Belanda dan AS dalam bidang pengawetan. Bea-Masuk Halim Kunjungan Pangeran Bernhard itu bukanlah kunjungan pertama dari orang penting WWF ke Indonesia. Akhir tahun lalu, Dirjen WWF Dr Fritz Vollmar yang bermarkas-besar di Morges, Swiss, berkunjung pula ke Indonesia. Vollmar juga menandatangani naskah kerjasama resmi antara WWF dan IUCN (Internationl Union for the Conservations of Nature) dengan pemerintah Indonesia. Khususnya Direktorat PPA yang bernaung di bawah Ditjen Kehutanan, Departemen Pertanian. WWF/IUCN sudah membantu kegiatan perlindungan alam di Indonesia selusin tahun lamanya bantuannya kepada Indonesia, ada sekitar I juta dollar AS setiap tahun. Bukan berupa uang kontan. Melainkan gaji tenaga ahli, kapal untuk rute Labuan - Pulau Pecang (dekat Ujungkulon), lima mobil jeep untuk suaka margasatwa Gunung Leuser, dan sebagainya. Besar bantuan untuk tiap proyek WWF tak sama - tergantung kebutuhannya. "Sebenarnya banyak pihak asing mau membantu berupa materi tapi kesulitan utama kita adalah bea-masuk yang tinggi sekali di Halim," tutur Barita Manullang, seorang petugas pendidikan perlindungan alam PPA-WWF. Resminya VF memang bekerjasama dengan DPA. Ada sekitar 15 proyek PPA yang dibantu organisasi swasta internasional yang bersimbol beruang panda itu. Tersebar di 17 tempat. Salah satunya, adalah riset sensus badak Jawa (Rhinoceros sondaicus) di bawah pimpinan. Prof. R. Schenkel, ahli ilmu hewan dari Universitas Basel, Swiss. Hasilnya: sekarang masih ada 15 ekor badak Jawa, dua kali jumlah yang tercatat ketika sensus dimulai tahun 1967. Yang agak kurang menggembirakan, adalah sensus harimau Jawa yang dilakukan Dr John Scidensticker. Hasilnya: sang macan yang pernah bikin geger kampus Bulaksumur di Yogya itu tiggal 4 atau 5 ekor di hutan. Harapan bisa bertahan tipis sekali. Selain bekerjasama dengan PPA, WWF juga membantu kegiatan Yayasan Pendidikan Kelestarian Alam (Yayasan Lestari) yang diketuwai Ny. Azis Saleh. Juga Indonesian Wildlife Fund (IWP) yang diketuai Sri Sultan itu. Pada gilirannya. PPA, Yayasan Lestari dan IWF saling bantu membantu baik dana maupun daya. Yayasan Lestari misalnya sedang mengadakan 'lomba penghijauan mini' yaitu lomba penghijauan pekarangan pribadi. Juga ceramah tentang pentingnya kelestarian alam. Bulan lalu yayasan yang banyak beranggotakan diplomat siang serta mahasiswa fakultas Biologi Universitas Nasional itu, menerima cek seharga Rp 1 juta dari Japan Club Foundation. Tujuannya juga untuk membantu pembinaan kelestarian alam Indonesia. Lantas, apa yang telah tercapai dengan bantuan WWF dan dana asing lainnya? "PPA kerjanya lambat." kata seorang petugas PPA. Dana ada, tapi kurang memperhatikan suaka yang kekurangan tenaga. Misalnya Gunung Leuser yang hanya punya 20 petugas untuk menjaga daerah seluas 2000 kmÿFD. Sekolah posus PPA sampai sekarang belum ada. "IWF hanya merupakan penyalur dana, tapi kegiatannya sendiri belum ada," sambung petugas PPA itu. Ia merasa kewalahan. Karena itu banyak mahasiswa pencinta alam terjun membantu PPA, WWF maupun Yayasan Lestari secara sambilan lebih lantaran idealisme ketimbang duit yang hampir tak ada. Dari mereka diperoleh keterangan, bahwa ancaman terhadap kelestarian alam di gunung atau di hutan seringkali datangnya dari orang-orang yang menyebut dirinya 'pencinta alam'. Kata June Luhulima, mahasiswi pendaki gunung dari FK-UKI pada TEMPO: "Ada pemuda-pemuda bersimbol panda (WWF) di jaketnya, dengan bangga bercerita bagaimana mereka menembak belasan rusa di Kalimantan. Dan seringkali kami yang memaki gunung di Jawa, menyaksikan hutan yang sedang terbakar lantaran keteledoran pendaki-pendaki yang, buang puntung rokok seenaknya." Kalau begitu, apakah Pangeran Benhard atau Sri Sultan harus terjun ke lapangan sendiri, biar bantuan jutaan dolar itu tidak sia-sia habis?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus