Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Bunga Bangkai Amorphophallus Titanum Mekar di Kebun Raya Bogor

Bunga bangkai Amorphophallus Titanum mekar sempurna di Kebun Raya Bogor dengan ketinggian mencapai 194 sentimeter

4 Januari 2020 | 13.32 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Bunga bangkai Amorphophallus titanum mekar sempurna di Kebun Raya Bogor dengan ketinggian mencapai 194 sentimeter pada Jumat malam, 3 Januari 2020, pukul 19.30 WIB.

"Umbi dari individu yang akan mekar ini diperoleh dari kerja sama LIPI dengan Kebun Raya Liwa, Lampung," kata Kepala Pusat Penelitian Konservasi Tumbuhan dan Kebun Raya Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) R Hendrian kepada wartawan di Kebun Raya Bogor, Sabtu, 4 Januari 2020.

Ia menjelaskan Amorphophallus titanum tergolong tumbuhan langka berdasarkan klasifikasi dari Badan Konservasi Dunia (International Union for Conservation of Nature/IUCN) dan keberadaannya dilindungi dengan Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1999.

Setelah mekar sempurna, katanya, bunga bangkai perlahan-lahan akan menutup kembali seperti kuncup.

Di habitat alami, bunga bangkai ini paling banyak dijumpai di kawasan sejuk dan dataran lebih tinggi di ketinggian 600-900 meter di atas permukaan laut.

Ia mengatakan bunga bangkai merupakan tumbuhan asli Indonesia, yang hanya ditemukan di hutan-hutan Sumatera. Habitat bunga ini menghadapi berbagai ancaman seperti pengambilan ilegal di hutan, kerusakan habitat, dan penurunan jumlah serangga penyerbuk serta binatang penebar biji.

Untuk itu, Pusat Penelitian Konservasi Tumbuhan LIPI dan Kebun Raya, melakukan kegiatan konservasi dan penelitian dalam mengupayakan pembudidayaan bunga bangkai untuk pemanfaatan berkelanjutan dan lestari.

Bunga bangkai termasuk suku talas-talasan (Araceae) sehingga memiliki umbi. Umbinya juga berukuran raksasa dengan berat dapat mencapai 117 kilogram.

Ia menjelaskan konservasi jenis-jenis tumbuhan terancam di Indonesia akan menjadi salah satu fokus utama kegiatan penelitian LIPI pada 2020.

"Beberapa kegiatan eksplorasi juga akan dilakukan untuk meningkatkan secara signifikan jumlah jenis tumbuhan terancam yang terkonservasi secara 'ex-situ' di Kebun Raya Indonesia," katanya.

Fasilitas penelitian di KRB juga terus dioptimalisasi dan direvitalisasi, yang mana pada awal 2020, pembangunan rumah kaca dan laboratorium anggrek segera dimulai.

Peneliti bunga bangkai Pusat Penelitian Konservasi Tumbuhan dan Kebun Raya LIPI Dian Latifah menjelaskan Amorphophallus titanum berbeda dengan rafflesia meski keduanya dikenal masyarakat dengan sebutan bunga bangkai.

Rafflesia merupakan tumbuhan parasit dengan pohon inang Tetrastigma spp. atau anggur hutan. Sementara Amorphophallus titanum memiliki fase daun dan fase bunga yang tidak bersamaan.

Ia menjelaskan Fase daun dapat mencapai satu sampai dua tahun. Setelah itu, umbi akan memasuki masa istirahat atau dorman yang bisa lebih dari satu setengah tahun, kemudian berbunga.

Dian mengatakan perbungaan Amorphophallus titanum merupakan sekelompok bunga kecil jantan dan betina yang menempel di bagian dasar tongkol. Tongkol atau spadiks yang berwarna kuning dikelilingi oleh seludang bunga yang berwarna merah keunguan. Tinggi spadiks dapat mencapai tiga meter yang menjadikan Amorphophallus titanum dijuluki "bunga raksasa".

Bunga jantan dan betina tidak masak bersamaan. Bunga betina masak di malam hari dan mengeluarkan bau busuk seperti bangkai. Pada proses ini terjadi peningkatan suhu di bagian tongkolnya sehingga kadang-kadang dapat mengeluarkan asap. Sementara bunga jantan masak keesokan harinya.

"Secara alami bunga bangkai sulit menyerbuk sendiri. Penyerbukan dapat terjadi dengan bantuan serangga penyerbuk atau manusia," kata Dian.

LIPI saat ini telah meneliti kandungan umbi bunga bangkai.Umbi dari tanaman ini mengandung glucomannan yang bermanfaat sebagai zat pengental, jelly kaya serat (dietary fibers) dan suplemen untuk diet kolesterol, gula darah, dan agen control berat badan.

Untuk menjaga kelestarian bunga bangkai ini, diperlukan bantuan manusia dalam bentuk pembibitan massal dan cepat, misalnya kultur jaringan, dan diikuti reintroduksi di alam, demikian Dian Latifah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus