Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Daerahku Sayang, Pendudukmu Malang

Penduduk Muara Badak, Kutai, terkena pencemaran akibat sumur gas dan minyak bumi maskapai huffco. Mengadu kepada DPRD Kal-Tim, Samarinda agar menyelesaikan masalah pemindahan dan ganti rugi tanah.(ling)

7 Juli 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TANKER LNG sudah ratusan kali bolak-balik ke Jepang mengangkut gas alam cair dari ladang Badak, Kalimantan Timur. Tapi, pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh sumur-sumur gas dan minyak bumi maskapai Huffco di sana, masih tak tertanggulangi. Penduduk, 8 tahun sesudah pengeboran pertama dilakukan, sudah tak tahan lagi terus-menerus jadi korban polusi Huffco, dan mulai angkat bicara. Mereka, 20 Juni lalu mengadukan nasib ke DPRD Kal-Tim di Samarinda. Ke-65 warga RT IV Kampung Muara Badak Ilir, Kecamatan Muara Badak Kabupaten Kutai, diwakili tujuh pemuka masyarakat. Yakni M. Suyuti (46), Ambo Umar (60), Bora (50), Burhan (38), M. Sail (36), A. Patta M (20), dan Ref Ardjus (39) yang bertindak sebagai jurubicara. Mereka mengadukan soal pemindahan, ganti rugi tanah dan bangunan yang belum ada realisasinya. Masalah pemindahan ini seharusnya sudah dilaksanakan 1« tahun lalu. Pengungsi Vietnam Tapi tak hanya itu yang menggelisahkan penduduk. Pemindahan penduduk RT IV Kp. Muara Badak Ilir tersebut dibatalkan. Alasannya, tak jelas. "Akan janggal sekali kalau nasib pengungsi Vietnam lebih baik dari pada nasib kami di Badak," keluh mereka kepada DPRD. Mereka minta DPRD Kal-Tim agar segera menyelesaikan masalah itu. "Kalau tidak, persoalan akan dibawa ke DPR-RI." Masalah ini sebenarnya bukan cerita baru. Pemindahan penduduk dan pembayaran ganti rugi misalnya sudah dibicarakan tahun 1973. Tapi kini soalnya rupanya semakin gawat. Kecamatan Muara Badak, praktis sudah dikepung sumur-sumur bor Huffco dari segala penjuru. Sehingga baik kebun, sungai, maupun udara Muara Badak sudah tercemar oleh polusi yang ditimbulkan oleh pengeboran dan pembakaran gas sumur (associate gas). Akhir Pebruari lalu, menurut laporan pembantu TEMPO di Kal-Tim, hujan deras mencurahi bumi Muara Badak. Penduduk yang sudah tak mampu memperoleh air bersih dari sungai, telah menyiapkan drum-drum penampung air hujan. Tapi sialnya, beberaa kali rahmat dari langit yang tertampung di drum terpaksa dibuang kembali ke tanah. Sebab air hujan pun sudah berwarna coklat, kotor dan berbau tanah. Akibat debu yang sudah terlalu tebal melapisi atap dan talang rumah. Hidup Di "Neraka" Huffco memang pernah menyediakan air bersih beberapa drum untuk penduduk. Tapi itu tak lama. Sehingga mereka kembali tergantung pada air sungai. Repotnya di hulu sungai, apalagi di hilir, kali Muara Badak itu sudah berbahaya pula akibat air limbah dari tambang Huffco. Ikan dan udang pada mati mengambang, begitu pula itik yang berani turun ke air. Penduduk juga belum lupa peristlwa meninggalnya Ambo Gunung. Ia mati dengan badan hitam kaku, sekejap sesudah mandi di benrang (parit) yang kemasukan limbah air sumur bor Huffco. Orang tua ini mungkin agak ceroboh, mengingat banyak ternak yang telah lebih dulu mati kaku dengan badan hitam hangus, ketika mencoba turun ke sungai tanpa menjamah air sungai pun, bermukim di Muara Badak rasanya sudah seperti di neraka. Ini terutama akibat pembakaran gas pengiring di sumur atau kolam gas bumi yang terpencar-pencar, tanpa batas yang jelas antara daerah pemukiman/pertanian, dan daerah pertambangan. Asap yang mengepul dari kolam minyak yang sedang diare siang-malam, ada yang cahayanya bisa tampak dari hotel Lamin Indah di kota Samarinda. Padahal Muara Badak letaknya kira-kira 6 jam perjalanan lewat sungai dari ibukota Kal-Tim itu. Jadi dapat dibayangkan, mereka yang tinggal dekat api itu tentulah rasanya seperti terpanggang. Belum lagi polusi suara kobaran gas yang meraung seperti pesawat pancargas. Menanggapi laporan penderitaan rakyat Muara Badak itu, DPRD Kal-Tim maupun Gubernur Ery Soepardjan belum dapat menjanjikan pemecahan yang segera. Bupati Kutai juga belum melaporkan rencana ke mana ibukota kecamatan Muara Badak itu bakal dipindahkan nantinya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus