Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Dampak Erupsi Gunung Dukono di Halmahera Utara

Erupsi Gunung Dukono di Kabupaten Halmahera Utara, Maluku Utara. Salah satu gunung api aktif di Indonesia erupsi panjang dimulai sejak 1550.

30 Desember 2024 | 11.46 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Warga membersihkan mobil yang terkena abu vulkanik letusan Gunung Dokuno di kawasan pemerintahan di Kabupaten Halmahera Utara, Kota Tobelo, Maluku Utara, Minggu 19 November 2023. Gunung Dukono kembali meletus pada Minggu (19/11) pagi dengan semburan abu vulkanik setinggi 2.600 meter sehingga empat kecamatan terdampak hujan abu vulkanik yaitu Kecamatan Tobelo Utara, Tobelo, Tobelo Tengah dan Tobelo Selatan. ANTARA FOTO/Andri Saputra

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Erupsi Gunung Dukono pada Kamis, 26 Desember 2024 tercatat sebanyak 406 kali letusan dari pukul 00.00 hingga 23.59 WIT, dengan tinggi kolom abu mencapai 100 hingga 700 meter. Pos Pengamatan Gunung Api (PGA) Dukono yang terletak di Kabupaten Halmahera Utara, Maluku Utara mencatat letusan gunung itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut keterangan tertulis yang diterima di Ternate pada Jumat, Petugas Pos PGA Dukono, Sarjan Roboke, menyatakan bahwa letusan tersebut juga mengeluarkan asap berwarna putih dan kelabu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Secara visual, Gunung Dukono terlihat jelas meskipun ada kabut dengan tingkat kejelasan 0-II. Asap kawah yang teramati memiliki tekanan lemah, dengan warna putih dan kelabu, serta intensitas tebal yang mencapai ketinggian antara 100 hingga 700 meter di atas puncak kawah.

"Sementara untuk aktivitas kawah permukaan Gunung Api Dukono tertutup 0II kabut - jelas, asap putih kelabu tebal dengan ketinggian 100 meter - 700 meter tekanan asap lemah yang condong ke Timur," ujar Sarjan, dikutip dari Antaranews.

Gunung Dukono, yang terletak di Kabupaten Halmahera Utara, Maluku Utara, adalah salah satu gunung api aktif di Indonesia dengan sejarah erupsi panjang yang dimulai sejak 1550. Gunung ini dikenal dengan aktivitas vulkaniknya yang terus berlangsung hingga kini, yang mencakup erupsi eksplosif dan efusif. Selain menghasilkan keindahan alam, aktivitas vulkanik Dukono juga membawa dampak negatif yang signifikan bagi wilayah sekitarnya.

Dilansir dari jurnal Karakteristik Erupsi dan Potensi Bahaya Gunung Dukono, Halmahera, Maluku Utara, salah satu dampak utama dari letusan Gunung Dukono adalah kerusakan lingkungan. Letusan besar seperti yang terjadi pada 1550 dan 1933 menghasilkan aliran lava dan aliran piroklastik yang merusak vegetasi serta habitat satwa liar di sekitar gunung. Kawasan hutan yang sebelumnya menjadi penyangga ekosistem lokal sering kali mengalami deforestasi akibat aliran lava yang bersuhu tinggi.

Selain itu, hujan abu vulkanik dapat menyelimuti area luas hingga puluhan kilometer dari pusat erupsi, mencemari udara dan menutupi permukaan tanah. Abu vulkanik ini menurunkan kualitas tanah untuk pertanian karena mengandung senyawa kimia yang dapat meracuni tanaman. Di wilayah Halmahera Utara, abu vulkanik sering kali mengganggu aktivitas penduduk yang bergantung pada lahan pertanian untuk penghidupan mereka.

Partikel abu vulkanik yang terhirup oleh manusia dapat menyebabkan masalah kesehatan serius, seperti iritasi saluran pernapasan, bronkitis, dan bahkan penyakit paru-paru kronis. Penduduk yang tinggal di kawasan Tobelo dan Galela, yang berada di sekitar Gunung Dukono, sering kali terpapar dampak ini saat terjadi letusan. Masalah kesehatan lainnya termasuk iritasi kulit dan mata akibat kontak langsung dengan abu vulkanik yang mengandung senyawa kimia berbahaya.

Gas beracun yang dikeluarkan selama letusan, seperti sulfur dioksida (SO), juga menambah ancaman kesehatan. Gas ini dapat menyebabkan kerusakan pada sistem pernapasan manusia dan hewan serta berkontribusi pada pembentukan hujan asam yang merusak lingkungan.

Lebih lanjut, letusan Gunung Dukono sering kali disertai dengan aliran lahar yang mengalir melalui sungai-sungai di sekitarnya. Lahar ini terbentuk dari campuran material vulkanik dengan air hujan atau air tanah. Aliran lahar dapat menghancurkan jembatan, jalan, dan bangunan di sepanjang jalurnya. Pada letusan di tahun 1933, lahar yang mengalir ke arah utara menyebabkan kerusakan signifikan pada lahan pertanian dan infrastruktur penduduk setempat.

Selain itu, hujan abu yang terus-menerus dapat menumpuk di atap rumah dan menyebabkan keruntuhan jika struktur bangunan tidak cukup kuat untuk menahan beban tersebut. Gangguan pada jaringan komunikasi dan transportasi juga sering terjadi, yang mengisolasi beberapa desa dari akses bantuan darurat.

Berdasarkan analisis potensi bahaya erupsi Gunung Dukono, terdapat tiga kawasan yang teridentifikasi sebagai daerah rawan bencana gunung api, yaitu Kawasan Rawan Bencana (KRB) III, II, dan I. Beberapa aliran sungai yang termasuk dalam KRB I dan memiliki potensi sebagai jalur transportasi lahar di sekitar lereng dan kaki Gunung Dukono antara lain aliran Sungai A. Mamuya dan A. Auluto (di wilayah barat laut), A. Mede dan A. Ruko (di wilayah timur laut), serta A. Mancile (di wilayah barat). Untuk mengurangi dampak bencana akibat lahar, upaya mitigasi dapat dilakukan dengan membangun infrastruktur pengendali aliran lahar, seperti tanggul, checkdam, sabo dam, dan kantong lahar.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus