Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Donald Trump Bawa AS Tinggalkan Perjanjian Paris, Apa yang Akan Terjadi?

Donald Trump bawa Amerika Serikat tinggalkan Perjanjian Paris. Kali ini Amerika akan bergabung dengan Libya, Yaman, dan Iran.

28 Januari 2025 | 20.53 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Video mapping aktivis Greenpeace yang menggambarkan wajah Presiden Donald Trump pada dinding Kedutaan Besar Amerika Serikat, Berlin, Jerman, 21 Januari 2025. Greenpeace memprotes penarikan Amerika Serikat dari Perjanjian Iklim Paris. REUTERS/Annegret Hilse

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Tepuk tangan riuh pendukung menyambut Presiden Amerika Serikat Donald Trump usai meneken instruksi penarikan diri Amerika dari Perjanjian Paris. Instruksi usai resmi menjadi Presiden AS ke-47 pada 20 Januari 2025 itu menyatakan keputusan ke luar dari kesepakatan iklim global itu diambil untuk kepentingan menempatkan "America first".

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di luar stadion di Washington DC yang menjadi lokasi pelantikan Trump itu, New Scientist melaporkan kelompok-kelompok pro-lingkungan mengecam keputusan tersebut. Mereka menegaskan bahwa Amerika Serikat adalah negara dengan emisi gas rumah kaca terbesar kedua di dunia setelah Cina. Keputusan ke luar dari Perjanjian Paris dinilai akan memperparah dampak perubahan iklim.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di samping penilaian bahwa Amerika dengan demikian menyerahkan pengaruhnya dalam negosiasi-negosiasi iklim global selama ini kepada rivalnya, Cina. "Ini masalah Amerika Serikat sendiri dan Pemerintahan Trump menembak kakinya sendiri," kata David Waskow, Direktur Insiatif Iklim Internasional di World Resources Institute, sebuah organisasi nonprofit bidang lingkungan global.

Trump untuk kedua kalinya mengeluarkan AS dari Perjanjian Paris, sebuah kesepakatan yang dicapai dalam Konferensi PBB untuk Perubahan Iklim pada 2015 untuk membatasi laju pemanasan global tak lebih dari 1,5 derajat Celsius di atas suhu rata-rata pra-industri. Yang pertama dilakukan Trump saat menjadi Presiden AS ke-45, periode 2017-2021 lalu.

Menurut aturan kesepakatan PBB, penarikan diri yang pertama pada 2017 lalu butuh tiga tahun untuk menjadi resmi. Dan, saat itu, AS hanya tinggal beberapa bulan menuju resmi hengkang sebelum Presiden Joe Biden membawa Amerika kembali pada 2021. 

Kali ini, aturan kesepakatan mensyaratkan waktu setahun untuk penarikan diri itu berlaku resmi. Pada waktunya nanti Amerika Serikat akan menjadi satu-satunya negara dengan kekuatan ekonomi besar yang tak bergabung di Perjanjian Paris. Negara lain yang sejak awal tak membubuhkan tanda tangannya adalah Libya, Yaman, dan Iran. "Ini jelas bukan kabar baik untuk aksi iklim internasional," kata Li Shuo, Direktur Pusat Iklim Cina di Asia Society Policy Institute di Washington DC. 

Menurut Shuo, tak seperti pada keputusan penarikan diri yang pertama, keputusan kali ini bersamaan dengan momen gairah Amerika untuk reduksi emisi yang ambisius yang menghadapi rintangan ekonomi, sosial, dan geopolitik. Rintangan-rintangan itu ikut berkontribusi terhadap tembusnya batas kenaikan suhu udara global 1,5 derajat untuk pertama kalinya pada tahun lalu.

Keluarnya Amerika, dipandang Shuo, akan meninggalkan negara itu tanpa pengungkit untuk mendorong pemangkasan emisi lebih dalam, dan dapat menciptakan sebuah dalih untuk negara lain di dunia untuk menurunkan komitmen iklim masing-masing. "Momentum iklim di dunia, bahkan sebelum Trump terpilih kembali sebagai Presden AS, sudah menurun," katanya.

Meski begitu, Waskow masih meyakini penarikan diri Amerika tidak akan berarti aksi iklim global 'drop'. Negara-negara yang mewakili lebih dari 90 persen emisi global disebutnya tetap berkomitmen kepada Perjanjian Paris. Energi angin dan matahari, kendaraan listrik, baterai, dan teknologi bersih lainnya juga kini memainkan peran yang jauh lebih besar dalam ekonomi global daripada masa ketika AS menarik diri yang pertama.

"Bagian dunia yang lain sudah transisi ke energi bersih," kata Manish Bapna, Presiden dan CEO Natural Resources Defense Council, sebuah kelompok advokasi lingkungan di Amerika Serikat. "Ini mungkin akan memperlambat transisi itu tapi tidak akan menghentikannya." Menurut dia, pertanyaan besarnya justru peran apa yang akan dimainkan AS dalam membentuk masa depan di luar Perjanjian Paris?

Yang kini berkembang semakin dominan adalah Cina, yang mendominasi banyak industri energi bersih, dari panel surya sampai baterai, dan sedang terus meningkat ekspor teknologinya ke dunia. "Saya kira negara-negara lain kini tidak akan lagi pertama-tama terpikir tentang Amerika Serikat untuk negara mana yang akan dituju," kata Waskow 

Keputusan mundur dari aksi iklim global juga datang seiring pemerintahan baru Trump mengubah haluan, meninggalkan atau menghambat kebijakan pemerintahan sebelumnya lewat serangkaian instruksi presiden yang dibuat di hari pertamanya berkantor. Kebijakan Trump antara lain larangan sementara atas izin pemerintah federal untuk energi angin, dan menggulung kembali kebijakan-kebijakan yang dibuat Biden untuk mendorong kendaraan listrik. 

Kebijakan lainnya adalah yang bertujuan memperluas pengembangan bahan bakar fosil di lahan milik pemerintah federal, di perairan pantai, dan di Alaska. Selain juga meningkatkan ekspor gas alam. “We will drill, baby, drill,” kata Trump dalam pidato pelantikannya.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus