Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Empat Bayi di Hutan Banten

Empat balita badak jawa terlacak di Taman Nasional Ujungkulon. Penangkaran di alam menjadi pilihan terbaik.

21 Oktober 2001 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DOLY dan Rara tertangkap basah. Gerak-gerik mereka terekam saat melintasi jebakan kamera (camera trap) yang terpasang di Taman Nasional Ujung-kulon, Banten. Kabar adanya kedua anak badak itu disampaikan World Wildlife Fund (WWF), organisasi penyayang binatang, Rabu pekan lalu, bersamaan dengan peringatan 40 tahun kehadiran WWF di Indonesia. Penemuan dua anak badak di Ujungkulon ini "menambah" jumlah temuan sebelumnya, yakni berupa jejak kaki dua anak badak. Balita badak ini diperkirakan berusia antara enam bulan dan dua tahun. Kempatnya terdeteksi dalam kurun waktu 18 bulan terakhir. Jejak pertama ditemukan awal tahun lalu. Kemudian dua foto anak badak bisa diambil pertengahan tahun lalu. Sedangkan jejak terakhir terlacak Juli lalu. Penemuan anak badak jawa (Rhinoceros sondaicus) ini memberikan harapan besar bagi penyayang binatang di seluruh dunia. Sebab, dari lima jenis badak di dunia, badak jawa paling langka. Jumlah satwa ini diperkirakan tinggal 50 ekor di Ujungkulon dan 10 lagi di Vietnam. Menemukan satwa yang satu ini memang bukan hal mudah. Sebab, hewan ini selalu hidup menyendiri, ogah diintip, dan menghindar dari manusia atau hewan lain. Daya endusnya mampu mencium bau manusia dari jarak puluhan meter, sehingga dia akan langsung menghindar. Bahkan seorang jagawana yang lebih dari sepuluh tahun bekerja belum pernah sekali pun melihat badak di Ujungkulon. Karena itu, untuk mencacahnya, WWF membentuk Rhino Monitoring and Protection Unit (RMPU), yang memonitor dalam unit perlindungan badak. Program deteksi ini dilakukan dengan berbagai cara. Salah satunya memasang jebakan kamera di sepuluh lokasi. Kamera inframerah ini menangkap panas tubuh, yang kemudian mengambil gambar secara otomatis. Selain itu, sejak tiga tahun lalu, dibentuk tim yang melacak jejak badak. Tim ini juga melihat kondisi alam tempat hidup badak. Dalam Taman Nasional Ujungkulon yang luasnya hanya 38,5 ribu hektare itu, badak harus berebut makanan yang sama dengan banteng. Selain banteng, kini banyak tumbuh palem langkap. Tanaman ini sangat dominan, sehingga tumbuhan rendah?yang biasanya menjadi makanan badak?yang hidup di sekitar akarnya akan mati. Melihat terbatasnya makanan dan lahan, para peneliti memperkirakan batas maksimum Ujungkulon menampung badak hanya 80 ekor. Jika jumlah itu terlewati, sebagian badak harus ditransmigrasikan ke lokasi lain. Saat ini WWF melirik sebuah hutan di Riau yang vegetasinya menyerupai Ujungkulon. "Tapi untuk mencapai kepadatan itu mungkin masih perlu 20 atau 30 tahun lagi," kata Nazir Foead, Direktur Bioregion WWF untuk Wilayah Jawa dan Sumatra. Mungkin juga jumlah itu tak akan pernah tercapai. Sebab, proses reproduksi badak jawa sangat lambat. Induk badak biasanya mengandung selama 18 bulan hanya untuk melahirkan seekor anak. Kemudian selama tiga tahun dia akan mengasuh anaknya sebelum disapih. Setelah menyapih, barulah induk siap kawin. Sepanjang 40 tahun masa hidupnya, paling-paling badak hanya kawin empat sampai lima kali. Belum lagi risiko kematian anak badak. Bagimana dengan upaya penangkaran? Menangkarkan badak jawa berisiko sangat tinggi. Selain jumlahnya sedikit, hewan ini tak bisa hidup bersama manusia dalam penangkaran. Sebagai contoh, penangkaran badak sumatra yang tidak terlalu alergi dengan manusia saja susahnya bukan main. September lalu, penangkaran badak sumatra yang dilakukan Kebun Binatang Cincinnati di Ohio, Amerika Serikat, berhasil melahirkan seekor bayi. Sukses. Tapi, sebelumnya, terakhir kali badak sumatra lahir di penangkaran terjadi 112 tahun lalu di Kebun Binatang Calcutta di India. "Ongkos"-nya pun mahal. Proyek penangkaran badak sumatra yang populasinya tinggal 300 ekor ini dimulai sekitar 20 tahun lalu dengan menangkap 40 ekor badak untuk dibawa ke Amerika Serikat. Sebelum kelahiran anak September lalu, sudah 22 badak mati di penangkaran. Jadinya seperti besar pasak dari tiang. Yang mati lebih banyak daripada yang hidup. Mungkin pelestarian badak jawa bisa meniru keberhasilan perlindungan badak putih Afrika. Pemerintah Kenya berhasil memacu populasi badak putih dengan menjaganya di dalam kawasan lindung. Dari sekitar 50 ekor setengah abad lalu, kini populasinya membengkak menjadi 8.500 ekor. Agung Rulianto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus