Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Chao-te Yin: ”Saya Tenggak Alkohol sebelum Adegan itu…”

21 Oktober 2001 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JEMARINYA yang kurus berkali-kali membenahi kerah bajunya. Kemeja hitam dari bahan kain terawang berbordir bunga-bunga membungkus perawakannya yang kerempeng. Itulah Chao-te Yin, 33 tahun. Ia memerankan aktor Opera Kun yang homo dalam Fleeing by Night—sebuah film yang membuat penonton rela antre di bioskop-bioskop Taiwan. Padahal, menurut Shun-ching Chiu, Ketua Central Motion Picture Production (semacam Pusat Perfilman Nasional) di Taiwan, masyarakat Taiwan umumnya mengabaikan film nasional mereka. Publik Taiwan, menurut Shun-Ching, lebih suka menonton sinetron di televisi. Bioskop hanya tempat untuk menyaksikan film Hollywood. Sedangkan film-film hebat Taiwan, seperti What Time is It There? karya Tsai Ming-Liang, yang menang di Festival Cannes, Prancis, tak laku di negeri sendiri. ”Di Taiwan, orang tidak menonton film seperti itu,” kata Chu Chung-heng. Aktor Taiwan itu hadir pula di Festival Film Asia Pasifik ini. Tak mengherankan bila Fleeing by Night mencatat rekor sendiri dalam memikat penonton Taiwan: antrean panjang membeludak di depan bioskop-bioskop yang memutar film ini. Bahkan ada yang merasa perlu menontonnya hingga berkali-kali. ”Waktu itu di Taiwan ada satu sinetron yang temanya mirip dengan Fleeing by Night. Sebagian besar pemain sinetron tersebut berperan juga di Fleeing by Night,” Shun-ching Chiu ”membuka rahasia” kepada TEMPO. Dan masyarakat Taiwan merasa terharu atas kisah tragis sang homo dalam film ini. Permainan cemerlang ”sang homo” Chao-te Yin dalam film tersebut berhasil mengantarkannya sebagai nominee aktor terbaik Festival Film Asia Pasifik ke-46. Bagaimana ia melakukan adegan bercinta sesama pria? ”Saya terus-menerus berpikir, no no no, I don’t wanna do this, no!” ujarnya sambil tertawa kepada wartawan TEMPO Gita W. Laksmini, yang mewawancarainya di Hotel Shangri-La, Jakarta, pekan lalu. Berikut ini petikannya.
Bagaimana Anda bisa terlibat dalam pembuatan Fleeing by Night? Awalnya begini. Pada 1999, saya baru menyelesaikan wajib militer. Sebelum wajib militer, saya sudah sempat main di beberapa film. Setelah menyelesaikan studi akting di Fakultas Drama National Art University, saya mengambil program lanjutan di bidang penulisan skenario. Film pertama saya Red Lotus Society. Lalu saya bermain dalam film komedi Taxi Driver. Shi-hao Chang, salah satu produser Fleeing by Night (kini tinggal di Amerika Serikat), kebetulan pernah menonton film saya dan terkesan. Begitu mereka memutuskan untuk membuat Fleeing by Night, ia langsung mencari agen saya. Mereka sendiri sebenarnya belum tahu akan memberi saya peran apa: sebagai Lin Chung atau Shaodung si pemain selo. Setelah saya baca skenarionya, saya tersentuh dengan peran Lin Chung. Kebetulan, sewaktu kuliah, saya pernah belajar tentang opera Cina. Mengapa Anda tertarik dengan peran Lin Chung? Saya suka cara-cara Lin Chung menjalin hubungan dengan orang lain, cara Lin Chung mengekspresikan perasaan dengan kata-kata yang serba singkat dan banyak bermain di sinar mata. Saya rasa pribadi diri saya pun seperti itu. Apakah skenario Fleeing by Night diangkat dari novel? Oh, tidak. Ini kisah sejati. Apa kesulitan mempelajari opera Cina? Saya belajar opera Cina di Taiwan selama satu bulan. Satu bulan berikutnya di Beijing. Saya tidak dibesarkan di Beijing. Jadi, dua bulan sebelum produksi dimulai, saya sudah ber-latih. Saya ingin membuat diri saya larut dalam kehidupan Beijing dan bisa menangkap jiwa dari opera Cina. Sebagai aktor opera Cina, peran Lin Chung sendiri paling menantang. Gerakan-gerakan di atas panggungnya begitu sulit dilakukan. Sambil melakukan gerakan, tokoh ini juga harus menyanyi dengan suara bagus. Dalam opera Cina yang asli, tokoh ini harus menyanyi dan bergerak selama total 50 menit. Bayangkan…. Apakah opera Cina banyak ditonton di Taiwan? Jarang. Bagaimana Anda memandang soal homoseksualitas? Film dan serial televisi tentang homoseksualitas ini banyak muncul di Taiwan belakangan ini. Tema seperti ini dinilai unik dan kaya konflik sehingga menarik untuk diangkat. Di Taiwan, komunitas gay dan lesbian juga tidak sedikit. Komunitas ini berkembang pesat di Taiwan sejak periode 1980-an. Status homoseksual bisa diterima tanpa banyak masalah oleh masyarakat Taiwan. Omong-omong, adegan bercinta Anda dengan sesama pria itu sangat indah…. Oh ya? Saya senang kalau begitu. Saya sendiri bukan homo, jadi agak sulit memerankannya. Pada saat take pertama, reaksi saya begitu kaku. Jadi, adegan itu harus diambil ulang. Saya minta dua gelas alkohol kepada sutradara dan saya tenggak sebelum pengambilan adegan ulang itu, ha-ha-ha.... Alkohol membuat muka saya jadi merah. Saya pikir, biarlah, toh dalam bercinta muka seseorang bisa sampai bersemu merah, ha-ha-ha….

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus