Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

FGD Fisipol UGM Dorong Penerapan Nilai Ekonomi Karbon, Begini Kesimpulannya

FISIPOL UGM mengadakan FGD yang diikuti berbagai pemangku kepentingan, membahas nilai ekonomi karbon (NEK). Berikut kesimpulan kegiatan tersebut.

28 Desember 2022 | 08.37 WIB

Ilustrasi hitan magrove. pexels
Perbesar
Ilustrasi hitan magrove. pexels

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Pada 27 Desember 2022, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIPOL) UGM menggelar Focus Group Discussion (FGD) implementasi kebijakan Nilai Ekonomi Karbon (NEK) dan membahas isu-isu terkait perdagangan karbon yang melibatkan berbagai stakeholders. Diskusi ini diikuti perwakilan stakeholders, termasuk Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Koordinator Perekonomian, Badan Restorasi Gambut dan Mangrove, Akademisi dari UGM, dan sejumlah korporasi dan perusahaan.

Dirjen PPI Kementerian LHK, Laksmi Dhewanty, menyebutkan sejauh ini pemerintah telah menerbitkan Perpres 98 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan NEK dan Permen LHK No. 21 tahun 2022 tentang Tata Laksana Penerapan NEK. Dukungan kebijakan dari sektor keuangan juga muncul dengan disahkannya Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK).

Laksmi menuturkan Indonesia belum mempunyai model verifikasi tetap sehingga masih harus mengadopsi dari lembaga luar dalam rangka penghitungan dan sertifikasi karbon. Laksmi pun mengkhawatirkan upaya-upaya dan hasil penurunan emisi di Indonesia diklaim negara lain, dengan dalih sudah membeli sertifikat emisinya.

Wakil Dekan Bidang Penelitian, Pengabdian Kepada Masyarakat dan Kerja Sama Fakultas Kehutanan UGM, Widiyatno, menyoroti deforestasi sebagai penyebab emisi terbesar dari sektor lahan. Menurut Widiyatno, banyaknya kasus kerusakan lingkungan perlu adanya aksi mitigasi iklim untuk bisa mencapai target ENDC.  

Kepala BRGM, Hartono, menjelaskan bahwa salah satu upaya nyata pemerintah dalam melakukan mitigasi perubahan iklim adalah di sektor FOLU, yakni restorasi gambut seluas 3,2 juta hektare selama periode 2016-2024 dan rehabilitasi mangrove seluas 600.000 hektare pada periode 2021-2024. 

Di sisi lain, Staf Ahli Menteri Bidang Konektivitas, Pengembangan Jasa dan Sumber Daya Alam, Dida Gardera, menyampaikan komitmen Indonesia dalam mencapai target ENDC harus dimaksimalkan, salah satunya melalui kebijakan NEK.

Menurut Dida, keterlibatan masyarakat turut berkontribusi atas keberhasilan sehingga memperoleh manfaat dari implementasi kebijakan tersebut. Dida mengatakan, pemenuhan ENDC diprioritaskan, sisanya baru dijual dalam perdagangan karbon. Sejalan itu, Deputi Perencanaan dan Evaluasi BRGM, Satyawan Pudyatmoko menyebutkan, pada 2030 komitmen ENDC dan FOLU Net Sink akan ditagih hasilnya oleh masyarakat global, jadi keduanya harus diprioritaskan. 

Guru Besar Fakultas Teknik UGM, Trias Aditya Kurniawan menyampaikan potensi dan tantangan lahan gambut dalam ekosistem NEK di Indonesia. Menurut Trias, restorasi ekosistem gambut perlu diarahkan pada kondisi optimal, yaitu gambut harus basah sepanjang tahun. Karena dibagi-bagi pengelolaannya, sehingga perlu kolaborasi antarsektor untuk mengatasi dan mitigasi kerusakan lahan gambut. Di sisi lain, strategi menjaga dan memulihkan gambut harus berdampak positif bagi kesejahteraan sosial masyarakat sekitar lahan gambut. 

Dalam kesimpulannya, Dekan FISIPOL UGM, Wawan Mas’udi, menggarisbawahi sejumlah hal penting. Pertama, penerapan NEK memerlukan kolaborasi dan sinergitas multisektor, pemerintah pusat-daerah, pelaku usaha dan masyarakat lokal dengan memanfaatkan teknologi yang sudah ada. Kedua, skema perdagangan karbon perlu mencakup secara rinci berbagai aspek termasuk pembagian manfaat sumber daya yang diakumulasi, proses verifikasi dan sertifikasi, serta pengawasan dalam pelaksanaannya.

Ketiga, mendorong skema keterlibatan masyarakat lokal dan penguatan literasi mengenai ekonomi karbon dan kapasitas lain terkait dengan perdagangan karbon. Keempat, tata kelola karbon harus memastikan kontrol nasional atas seluruh upaya dan hasil yang dicapai dalam mitigasi iklim. Kelima, kajian mendalam diperlukan agar lahir kebijakan dan langkah implementasi yang menjamin distribusi manfaat dari perdagangan karbon untuk seluruh elemen dari pusat dan daerah, termasuk untuk masyarakat lokal. 

NAOMY A. NUGRAHENI 

Baca juga: Jokowi Teken Perpres Nilai Ekonomi Karbon, Apa Tujuannya?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram http://tempo.co/. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus