Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Yogyakarta -Gelombang pasang amuk pantai selatan Yogyakarta pada Sabtu pagi, 16 Juli 2022 kemarin. Sejumlah titik yang terdampak antara lain pantai di wilayah Kabupaten Bantul dan Gunungkidul.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lalu, bagaimana proses terjadinya gelombang pasang ini?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Koordinator Search and Rescue (SAR) Satlinmas III Bantul, Muhammad Arief Nugraha mengatakan, di Bantul, dampak gelombang pasang terparah di pusat wisatawan biasa menikmati kuliner hasil laut Pantai Depok. Sedangkan di Kabupaten Gunungkidul gelombang pasang menerjang wilayah Pantai Pulang Sawal atau Pantai Indrayanti, Pantai Baron dan Pantai Drini, yang merupakan titik favorit wisatawan.
“Untuk di Pantai Depok, Yogyakarta, gelombang pasang yang memicu abrasi telah menyebabkan sekitar enam lapak semi permanen di pinggir pantai rusak,” kata Arief Nugraha.
Dikutip dari laman bpbd.cianjurkab.go.id, gelombang pasang merupakan gelombang air laut yang melebihi batas normal. Kondisi ini dapat menimbulkan bahaya, baik di lautan, maupun di darat terutama daerah pinggir pantai. Gelombang pasang umumnya terjadi karena adanya angin kencang atau topan, perubahan cuaca yang amat cepat, dan karena pengaruh gravitasi bulan atau bumi. Kecepatan gelombang pasang sendiri sekitar 10 hingga 100 kilometer per jam.
Melansir dari laman usgs.gov, meski sama-sama gelombang laut, tsunami dan gelombang pasang adalah dua fenomena yang berbeda dan tidak berhubungan. Gelombang pasang adalah gelombang air dangkal yang disebabkan fenomena pasang dan dorongan angin. Sementara Tsunami adalah gelombang laut yang dipicu oleh gempa bumi, letusan gunung berapi, serta tanah longsor yang terjadi di dekat atau di bawah laut.
Di laut, gelombang pasang sangat berbahaya bagi kapal-kapal. Bahkan gelombang ini dapat menenggelamkan kapal-kapal yang sedang berlayar.
Sementara jika terjadi di pesisir, akan menyebabkan kerusakan berat, tergantung kecepatan dan kedalaman ombak. Gelombang pasang juga menyebabkan abrasi atau pengikisan pantai. Indonesia sebagai wilayah dengan banyak pantai, bencana gelombang pasang harus selalu diwaspadai. Kriterianya adalah adanya angin kencang, badai di tengah laut, dan perubahan cuaca yang tiba-tiba menjadi gelap.
Menukil dari laman pusdik.kkp.go.id, normalnya ketinggian pasang yang paling umum atau disebut juga tidal range yaitu rata-rata berkisar antara 1 hingga 3 meter. Perbedaan tinggi pasang naik dan pasang surut tak sama di laut terbuka dengan di laut berselat atau pada pantai berteluk.
Pada laut terbuka, perbedaannya hanya sekitar satu meter, sedangkan pada pantai yang berteluk di muaramuara sungai atau pada selat-selat yang sempit perbedaan itu bisa mencapai antara 10 hingga 18 meter.
Pasang tertinggi ada di teluk Fundy, Kanada, air naik hingga sekitar 20 meter. Sementara yang terendah di pulau Tahiti, Samudera Pasifik dengan kisaran hanya 0,3 meter.
Bahkan di Laut Tengah, pasang hanya naik di kisaran 10 hingga 15 sentimeter. Di perairan Indonesia, misalnya di Tanjung Priok, kisaran air pasang naik hanya 1 meter, di Ambon sekitar 2 meter, Bagan Siapi-api di Riau sekitar 4 meter, sedangkan yang tertinggi terjadi di muara sungai Digul mencapai antara 7 hingga 8 meter.
Dilansir dari laman pusatkrisis.kemkes.go.id, adapun kiat penanganan bencana gelombang pasang yaitu pemberitahuan dini kepada masyarakat dari hasil prakiraan cuaca melalui radio maupun alat komunikasi.
Bila sedang berlayar di tengah laut, usahakan menghindari daerah laut yang sedang dilanda cuaca buruk. Membuat atau merencanakan pengungsian apabila terjadi gelombang pasang di pinggir pantai. Membuat infrastruktur pemecah ombak untuk mengurangi energi gelombang yang datang terutama di daerah pantai bergelombang besar. Serta tetap tenang jika terjadi gelombang pasang di tengah laut maupun di pinggir pantai.
HENDRIK KHOIRUL MUHID
Baca juga : Gelombang Pasang Masih Ancam Pantai Selatan Yogyakarta