Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pantai Pisangan, primadona wisata Desa Cemarajaya, Kecamatan Cibuaya, Karawang, Jawa Barat, kini telah hilang. Pohon-pohon bakau (mangrove), yang dulu membentengi daratan dari abrasi air laut, telah lenyap dan air menggerus ratusan meter ke daratan hingga menghancurkan aspal jalan dan merobohkan rumah penduduk. Pantai-pantai lain di kabupaten tersebut juga mulai digerus abrasi. Yana Supriatna, Kepala Pusat Riset Perubahan Iklim Universitas Indonesia, menyatakan bahwa jika tak segera ditangani, dalam 20 tahun pesisir Karawang akan tenggelam.
Namun kehancuran hutan bakau ternyata berdampak juga pada perubahan iklim. Sebuah penelitian yang baru-baru ini dirilis di jurnal ilmiah internasional Nature menemukan hal baru bahwa hutan bakau juga mampu menyimpan karbon lebih banyak daripada hutan tropis. "Kapasitasnya 3-5 kali lipat daripada hutan tropis," kata kepala peneliti Center for International Forestry Research (CIFOR), Daniel Murdiyarso, ketua tim penelitian tersebut, dua pekan lalu.
Daniel dan kawan-kawan memperkirakan, bila Indonesia dapat menahan laju penghancuran hutan bakau, hal itu akan mengurangi total emisi gas karbon atau gas rumah kaca dunia 10 sampai 31 persen. Pasalnya, Indonesia memiliki 2,9 juta hektare lahan bakau atau seperempat lahan bakau dunia, yang dapat menyimpan 3,14 metrik ton gas karbon. "Bakau dapat menjadi solusi untuk perubahan iklim kita," kata dia.
Bagaimana bakau dapat menyimpan karbon begitu besar, padahal tingginya hanya sampai 30 meter dan luasnya 0,05 persen dari total hutan primer Indonesia. Bandingkan dengan tumbuhan tropis lain yang tingginya mencapai puluhan meter dan luasnya bisa ratusan kali lipat dari bakau.
Kuncinya adalah pada biomasa, bahan organik yang dihasilkan melalui proses fotosintesis tumbuhan, baik berupa produk maupun buangan. Menurut Daniel, tingkat produksi biomassa bergantung pada jenis dan usia pohon bakau. Semakin tua usia pohon, semakin tinggi produksi biomasanya. Adapun produksi optimum pohon bakau adalah pada usia 10 tahun. Setelah mencapai umur tersebut, produksinya akan berkurang secara perlahan.
Biomasa itu sebagian besar disimpan dalam daun dan akar halus bakau. Pada waktu tertentu, bagian ini akan diregenerasi sesuai dengan kondisi lingkungan hidupnya. Hasil luruhannya akan memperkaya kandungan karbon organik di dalam tanah. Menurut data CIFOR, 78 persen biomasa bakau tersimpan di dalam tanah, 20 persen di daun, dan 2 persen sisanya mati.
Karena kandungan terbesarnya ada di dalam tanah, menjadi berbahaya bila lahan bakau dibongkar. Sebagian besar gas yang lolos akan langsung menghambur ke atmosfer atau lebur di perairan, yang nantinya ke atmosfer juga ketika terjadi penguapan. "Unsur tersebut akan teroksidasi membentuk karbon dioksida (CO2), yang sangat berperan dalam gas rumah kaca," kata Daniel.
Namun pembabatan lahan bakau untuk pembuatan tambak ikan dan garam, seperti yang terjadi di Pantai Pisangan, atau pembangunan infrastruktur, terus terjadi. Setiap tahun lahan bakau seluas tiga kali lapangan sepak bola musnah dan melepas 190 juta ton karbon ke atmosfer. "Penghancuran ini menyumbang 42 persen dari total emisi global setiap tahun," kata Daniel.
Daniel dan kawan-kawan mengimbau agar pemerintah dan swasta mendukung penghutanan kembali lahan bakau di pesisir. Kalau tidak, bukan cuma gas rumah kaca yang bertambah, kawasan pesisir seperti Karawang pun akan tenggelam.
Ursula Florene, Hisyam Luthfiana (Karawang)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo