KETIKA insektisida dan pestisida dijumpai, manusia seakan-akan
telah mampu mengembangkan senjata ampuh melawan hama dan
serangga. Dengan senjata bahan kimiawi itu manusia tampaknya
memenangkan perang dalam awal 1960-an. Tapi sekarang, menurut
laporan UNEP (Program Lingkungan PBB), manusia dalam bahaya akan
kalah melawan hama dan serangga.
Laporan UNEP, yang tersiar dalam rangka Hari Lingkungan Se-dunia
5 Juni, mencatat bahwa hama ternyata sudah makin kebal terhadap
bahan kimiawi itu. Badan PBB itu menganjurkan supaya manusia
jangan tergantung betul pada pembasmian secara tradisionil,
seperti dengan pestisida tadi. Sebagai pengganti, dianjurkannya
suatu konsep yang dikenal sebagai integrated pest management
(pengelolaan hama terpadu). Konsep ini mencakup pendekatan
kimiawi dan biologis yang luas terhadap permasalahan.
100 Juta Tiap Tahun
Tadinya insektisida semacam DDT yang disemprot telah
mensukseskan kampanye WHO (Organisasi Kesehatan Se-dunia)
membasmi malaria, penyakit daerah tropis. Lama-kelamaan nyamuk
pun kebal terhadap DDT. Kampanye anti-malaria itu pun
berantakan. Resistan insektisida sekarang dijumpai pada nyamuk
di 62 dari 107 negeri, di mana terdapat malaria. Banyak negeri
mengalami kenaikan kasus malaria sebanyak 30-40 kali lipat dalam
sepuluh tahun terakhir ini. Bahan kimiawi lainnya pengganti DDT
lebih banyak mengandung racun dan juga lebih mahal,
mengakibatkan program anti-malaria India hari ini menelan lebih
50% dari jumlah anggaran kesehatan India.
Soal malaria ini menjadi topik penting dalam suatu konperensi
di Dar-es Salaam pekan lalu. Lebih dari 100 wakil dari berbagai
negara Afrika Hitam menghadirinya. Sekitar 100 juta manusia
dilaporkan terserang malaria setiap tahun di Benua Hitam itu.
Selain nyamuk, 38 jenis pembawa penyakit lainnya termasuk lalat
dan kutu makin menjadi kebal terhadap obat pembasmi. Tapi
resistan itu bukan hanya terbatas pada hama yang mengancam
kesehatan masyarakat. Juga resistan dijumpai dalam hama yang
menggerogoti tanaman.
FAO (Organisasi Makanan dan Pertanian), suatu badan PBB, kini
mendaftarkan 233 hama pertanian yang menjadi resistan terhadap
sembilan di antara kelompok utama pestisida. Sebagian besar hama
ini mengganggu tanaman utama seperti kapas, padi, kentang,
buah-buahan, jagung, gandum dan sorghum. Bahkan tikus pun
menunjukkan kecenderungan menjadi resistan terhadap rodentisida.
Soal resistan itu demikian gawat sehingga tidak satu pun
industri yang menyodorkan pestisida baru pada WHO untuk diuji
kebaikannya dalam tahun 1978. Jutaan dollar biasanya habis untuk
menguji obat pembasmi baru. Sekarang WHO bahkan mengurangi
tenaga staf lapangan yang terlibat dalam pengulan pestisida.
Bagi negara berkembang umumnya, perkembangan ini cukup serius
berhubung usaha meningkatkan produksi makanan dan pencegahan
penyakit menjadi prioritas utama. Tapi tiadanya metode baru
untuk membasmi hama ini diduga akan terasa juga akibatnya pada
negara-negara kaya. Oleh karena itu badan PBB seperti FAO, WHO
dan UNEP kini mulai berpendapat bahwa ketergantungan pada bahan
kimiawi perlu dikurangi. Mereka lantas mengembangkan program
pengawasan hama terpadu (integrated pest control).
Apakah terpadu itu? Mostafa Kamal Torba, direktur UNEP,
menguraikan hal ini dalam laporannya. Dalam jangka panjang,
dianjurkannya 5 cara terbaik:
1). Pengawasan lingkungan. Misalnya, sarang pembiakan hama
hendaknya dibasmi.
2). Teknik genetik. Artinya, usaha mensterilkan jantan hama
supaya ia tidak berkembang terus.
3). Pengawasan biologis. Artinya, memelihara musuh alamiah,
antara lain seperti membiarkan ular hidup untuk mencegah
populasi tikus. Atau kodok untuk membasmi serangga.
4). Pengawasan tingkah-laku. Umpamanya, menggunakan kebiasaan
serangga untuk pembasmiannya.
5). Pembiakan resistan. Umpamanya, membiakkan varitas. tanaman
unggul yang tahan hama.
Metode terpadu ini tampaknya tidak sepenuhnya menolak obat
kimiawi. Hanya penggunaannya jadi berkurang. Ini lebih baik,
mengingat penyemprotan pestisida yang berlebihan pernah merusak
lingkungan dan membahayakan kesehatan penduduk.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini