MUSIM kemarau cukup panjang sekali ini di Sum-Ut dan Aceh,
mengancam kawasan hutan di kedua provinsi itu. Kebakaran hutan
terjadi sejak Juni. Tak tampak usaha memadamkannya.
Di Sum-Ut, umumnya hutan reboisasi yang terbakar. Menurut Dinas
Kehutanan provinsi itu, sedikitnya sudah 9 ribu ha hutan
reboisasi (pinus atau tusam, accasia dan mahoni) yang musnah
tahun ini, dibanding hanya 317 ha tahun lalu. Terutama areal
reboisasi di Tanah Karo yang terluas terbakar selama tiga bulan
terakhir ini, meliputi 1.102 ha. "Ini kebakaran terbesar dalam
20 tahun," kata Ir. Juki Tarigan, Kepala Dinas Kehutanan
Kabupaten Tanah Karo.
Sampai pekan lalu, kawasan hutan di Kabupaten Tapanuli Utara
masih dijilati api. Suara dahan pohon pinus yang terbakar
terdengar berderak-derak menakutkan.
Penduduk dan petugas kehutanan seolah membiarkan saja api
berkobar. Kawasan hutan yang terbakar itu memang sulit dicapai.
"Bukit-bukitnya terjal dan berjurang," tutur Ir. Bambang
Soegeng, Kepala Pelaksana Keamanan Penyuluhan Kehutanan Sum-Ut.
Juga si jago merah leluasa bergerak, melalap hutan di kawasan
Langkat, Simalungun, Tapanuli Selatan, Dairi sampai Labuhan
Batu.
Kebakaran di Aceh menurut sumber Dinas Kehutanan, memusnahkan
sekitar 45 ribu ha hutan pinus di sekitar kawasan Danau Laut
war. Ini berarti 60% areal hutan pinus Kabupaten Aceh Tengah
terbakar -- termasuk 40 ribu ha pohon pinus muda yang diusahakan
PT Alas Helau. Sebagian pohon pinus yang musnah itu sudah
berusia 25 tahun. Maka keadaan daerah gunung sekitar danau
itu--di pinggiran Takengon juga--tampak gundul.
Sebelum hutan pinus, perkebunan cengkih di Kabupaten Aceh Besar
seperti Weh/Sabang, Blang Bintang dan Lhok Nga pun terbakar.
Yang terbesar adalah kebakaran kebun cengkih di Blang Bintang --
tak berapa jauh dari lapanan terbang Banda Aceh. Sebanyak 20
ribu pohon cengkih di sini hangus.
Kebakaran hutan yang beruntun itu belum jelas betul sebabnya.
Tapi diduga karena ulah penduduk. Dengan membuka perladangan
liar, penduduk sembrono membakar ilalang di kawasan hutan.
Sum-Ut memang sudah punya Perda No.
20/1980, melarang orang membakar hutan dan ladang. Tapi
peraturan ini belum dihayati betul oleh penduduk. "Selalu ada
saja orang yang membakar hutan untuk perladangan," kata Ir.
Soegeng.
Pohon pinus semula ditanam untuk menyelamatkan tanah kritis,
akibat perladangan liar yang nampaknya sulit ditanggulangi.
Terpilih untuk program reboisasi, pinus sejak dulu memang bisa
tumbuh subur di kawasan hutan SumUt dan Aceh. Berdasar
penelitian atas tanah, "memang pinuslah satu-satunya tanaman
yang cocok," kata Ir. Soegeng lagi.
Sebelum ditanami pinus, misalnya, tanah di sekitar Danau Toba
sering longsor. Akibatnya, Sungai Asahan sering banjir. Dengan
hutan pinus, kemudian tanah longsor bisa dicegah, sedang
lingkungan danau itu makin indah.
Tapi hutan pinus di sebagian kawasan Danau Toba pun ikut
terbakar. Antara lain api merembet ke Basusean Tamburaya,
Kecamatan Sidamanik, dan Sibaganding di Kabupatan Simalungun.
Hampir sebulan lamanya api beraksi terus-terusan. Pihak Pemda
dan Kepolisian menerima laporan penduduk setempat ketika api
mulai berkobar. Tapi kata seorang penduduk pada TEMPO "api
dibiarkan menyala begitu saja. " Untung hujan tiba selama 3 hari
pekan lalu, dan api pun padam.
Akibat terbakarnya hutan pinus, keadaan gundul tarnpak lagi di
sekitar Danau Toba. Dan mulai lagi terjadi tanah longsor
--menutupi jalan di beberapa tempat. Kalangan Otorita Asahan
mencatat air Danau Toba menyusut sekitar 30 cm dalam Agustus,
dibanding kedalamannya dalam Meiluni (904,5 m) yang terhitung
normal. "Penyusutan ini jelas ada hubungan dengan terbakarnya
hutan pinus itu," ujar juru bicara Otorita Asahan di Medan.
"Jangan anggap enteng kebakaran ini." Memang Danau Toba
merupakan sumber air yang menggerakkan tenaga listrik Proyek
Asahan.
Getah pohon pinus mengandung resin, bahan baku membuat
terpenting dan gondorukem. Karena itu mudah terbakar. Apalagi
dalam musitn kemarau, sedang angin bertiup cukup kencang. Maka
kebakaran kecil itu pun seperti dikipas, cepat menjalar dan
menjadi besar.
Alur pemisah--antara hutan reboisasi dan ladang petani yang
selebar 20 m --tak banyak menolong. Angin kencang membuat jarak
pemisah itu seperti tak pernah ada. Penduduk kebetulan sedang
giat membersihkan ladang --termasuk kerja membakar--memburu
musim tanam pada musim hujan nanti.
Walau pinus mudah terbakar, menurut Ketua PPA Ir. Wartono Kadri,
pohon pinus tahan terhadap panas. Tanaman yang hangus itu,
"asalkan tidak hangus seluruhnya sampai menjadi arang," bisa
tumbuh kembali bila tersiram hujan. Daya tahan terhadap panas
ini lebih besar pada pohon yang getahnya belum disadap.
Kawasan hutan pinus yang terbakar belum dianggap perlu
seluruhnya diganti dengan tanaman baru. "Cukup disulam," kata
Ir. Kadri kepada TEMPO.
Kebakaran hutan yang beruntun itu, sebegitu jauh masih dianggap
sebagai bencana akibat kelalaian. "Belum ada bukti orang sengaja
membakar hutan dengan motif tertentu," kata Brigjen Hardjono,
Kadapol I Aceh.
Toh di Sum-Ut, beberapa orang sempat ditahan polisi. Di
antaranya Mangisi Rajagukguk, penduduk Hamparan Perak. Ia sempat
mendekam beberapa hari di tahanan Kores Tapanuli Utara, karena
dituduh secara sengaja melakukan pembakaran hutan.
Tapi hasil pemeriksaan menunjukkan lain, sehingga Mangisi sudah
dibolehkan pulang menemui anak istrinya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini