Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Korban-Korban Petugas Ngoboi

Korban-korban akibat tembakan petugas keamanan, ada yang di duga berbuat kejahatan dan yang salah tembak, Suratmi Walter Pandiangan dan Chudori. (krim)

5 September 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TIGA orang rakyat kecil bulan ini tewas akibat tembakan petugas. Seorang di antaranya, Suratmi, gadis kecil 11 tahun, ditembak Kapten Inf. S. Sibero ketika bocah itu mengambil kelapa sawit di perkebunan Mayang, PTP VII Sum-Ut. Korban selanjutnya Walter Pandiangan, tertembak ketika Koptu Pol. P.W. Sinaga menggerebek penjudi di Sidikalang Sum-Ut. Dan Chudori, tewas tertembak Sertu Pol. Totok Soekarto, karena disangka pencuri sapi di Lumajang Ja-Tim. Sore itu, hutan sawit di perkebunan Mayang, PTP VII, Bahjambi sekitar 90 km dari Pematangsiantar, Sumatera Utara sudah sepi. Buruh-buruh sudah pulang, karena sudah pukul 16.00. Tiba-tiba suara sebuah tembakan memecah kesunyian hutan. Terdengar pekik ketakutan anak-anak. Tak berapa lama disusul dua bunyi tembakan lagi. Hutan itu kembali sunyi. Tiga jam kemudian di sebuah jurang di hutan itu ditemukan sesosok tubuh, mayat seorang anak perempuan, Suratmi 11 tahun, dengan luka akibat peluru yang menembus ubun-ubun sampai bagian bawah telinganya. Tangan dan kakinya terikat sobekan kain. Seperti biasanya, hari itu, sepulang sekolah, Suratmi bersama tiga orang temannya mencari sisa-sisa buah kelapa sawit yang tercecer di tanah. Buah yang sudah membusuk itu mereka kumpulkan guna memarakkan api di dapur. Perkebunan itu memang berjarak sekitar 1 km dari rumah mereka di Desa Parputaran, Kecamatan Marihatbutar, Kabupaten Simalungun. Tetapi waktu itu belum banyak kepala sawit yang berhasil dikumpulkan uratmi. Tiba-tiba muncul seorang lelaki berpakaian hijau yang belakangan dikenal bernama. Kapten Inf.Sibero. Tanpa diketahui anak-anak itu dari mana munculnya, Sibero dengan pistol di tangan, menembak: "Apa yang kalian lakukan, mencuri buah sawit, ya!" Anak-anak itu terkesiap, kaget, dan "dor" tiba-tiba terdengar letusan. Bocah-bocah itu menjerit-jerit sambil bubar ketakutan. Mereka lari beradu cepat sambil menangis. Namun seorang di antaranya, Suratmi belum sempat lari sudah terjatuh dengan teriakan "aduh", seperti dituturkan temannya Misiah, 10 tahun, murid kelas 3 SD. Semula Misiah mengira, Suratmi sengaja tengkurap. Sebab itu Misiah memperingatkan: "Mi, ayo lari, dia membawa senjata." Tetapi Suratmi tak terlihat lagi oleh teman-temannya, yang terus berlari. Sambil berlari pulang, Misiah masih mendengar dua kali letusan Iagi. Sesampai di rumah, Misiah memberitahu orangtua Suratmi, Sarman 35 tahun. Sarman segera mencari anaknya ke tempat kejadian, tapi ia tidak menemukan Suratmi. Kecuali sebuah bakul berisi beberapa butir kelapa sawit yang ia kenal milik anaknya. Sarman mengira anaknya tertangkap, karena itu ia datangi pos Hansip perkebunan. Anggota Hansip yang berjaga hari itu hanya menggelengkan kepala. Begitu pula ketika Sarman menemui Perwira Pengaman Perkebunan, Kapten Inf. S. Sibero. "Tidak ada orang yang kami tangkap sore ini," jawab Sibero tenang. Di kantor polisi, barulah Sarman tahu anaknya sudah tiada. Malam itu juga penduduk mendatangi Sibero. Tetapi perwira ini sudah "diselamatkan," dan diserahkan komandannya, Kolonel P. Setepu kepada Kodim 0201, Simalungun. Dalam pemeriksaan sementara, Sibero (48 tahun) mengaku menembak bocah itu. S. Sibero, berperawakan tinggi, besar dan buncit, memang dikenal keras terhadap bawahan maupun orang yang dianggapnya salah. Menurut seorang anggota Hansip bawahannya, P. Sitepu, perwira itu paling senang membuang peluru. Pernah senjatanya diletuskan hanya untuk membangunkan seorang anggota Hansip yang tertidur ketika sedang bertugas. "Senjata itu tidak diarahkan ke atas, tapi persis di sisi telapak kaki Hansip yang tidur itu," ujar Sitepu. Tembakan peringatan terhadap orang yang diduganya mencuri, juga tidak ke atas, melainkan ke sisi-sisi badan orang itu. Pernah, seorang wanita terkencing kencing akibat menjadi bulan-bulanan tembakan Sibero. Sebab itu pula, kata Sitepu, perwira yang baru 3 bulan bertugas di perkebunan itu dikenal anak buahnya dengan sebutan "koboi Sibero". Tepat pada HUT Kemerdekaan RI baru lalu, seorang lagi korban tembakan petugas di Sidikalang, Kabupaten Dairi, 200 km dari Medan. Kali ini, Walter Pandiangan, 30 tahun, tewas akibat tembakan Koptu P.W. Sinaga, ketika polisi itu menggerebek perjudian "Jekker", sejenis permainan dadu. Hari itu, P.W. Sinaga berusaha menangkap penjudi-penjudi yang sedang asyik main. Tetapi mereka keburu lari, kecuali Walter Pandiangan. Bapak lima orang anak itu, malah masih mengumpulkan uang dan alat-alat judi ketika Sinaga datang. Bahkan menurut Kasi Pendak 11 Sum-Ut, Letkol Dzahiri Daoed, Walter melawan dan berusah a merebut senjata Sinaga. Tidak jelas prosesnya, ternyata Walter tertembak, dan tewas akibat peluru menembus kepalanya. Kasus penembakan oleh petugas terjadi pula di Lumajang, Jawa Timur. Malam 14 Agustus lalu sekitar pukul 24.00 di Desa Dadapan, lereng Gunung Bromo, Kecamatan Gucialit, sudah sunyi senyap di kelelapan malam. Namun ada 4 orang laki-laki berdiri di tepi jalan desa yang terjal. Mereka yang bersenjata tajam itu terdiri dari Sutadji (Carik Dadapan), Bunadi (Kabayan desa), Sunardi (Mantri polisi) dan Sersan Satu Pol. Totok Soekarto. Chudori Soekarto ditugasi Kores Lumajang menangkap Selam, yang diduga gembong pencurian sapi di Desa Dadapan. Menurut info dari pencuri sapi yang telah tertangkap, Kerok, Selam ada di Desa Dadapan dan mempunyai sepeda motor. Keempat petugas itu merasa malam itu buronan mereka sudah masuk jaring. Sebab itu, ketika menjelang dini hari ada bunyi mesin sepeda motor, mereka yakin itu pasti Selam. "Maklumlah, masa 'kan penduduk yang keluar semalam itu," ujar Sutardji. Totok memberikan isyarat agar pengendara yang memboncengkan seseorang itu berhenti dengan senter. Tetapi ketika sudah dekat, pengendara motor memacu kendaraannya. Dengan sigap Totok mencabut revolvernya. Menurut Danres Lumajang, Letkol R. Soebiyantoro tiga kali tembakan peringatan, motor itu tidak berhenti. Tembakan ke empat, di jarak 100 meter, barulah kedua pengendara rubuh bersama motornya. Setelah didekati, ternyata yang tertembak bukan Selam, melainkan Chudori bersama iparnya, Rais. Chudori yang malam itu pulang dari menghadiri halal bihalal ranting NU Runuwurung, tewas seketika, dan iparnya Rais menderita luka-luka. Rais yang baru sembuh dari luka-lukanya setelah dirawat seminggu di RSmmengatakan, malam itu dari jarak sekitar 3 km ia sudah melihat sekelompok orang memberi isyarat untuk menghentikan motornya. Tetapi ia berniat kabur," karena waktu itu saya memastikan orang-orang itu berniat jahat," ujarnya. Apalagi, semua lelaki yang mencegatnya itu kelihatan membawa senjata tajam, di antaranya celurit. Yang disesalkannya, tidak seorang pun dari pimpinan desa dan polisi yang menghadiri penguburan Chudori --dan semua biaya ditanggung keluarga. Kenapa semua harus main tembak? "Itulah risiko seorang petugas keamanan," kata Danres Lumajang Letkol. Pol. Soebiyantoro. Menurut Soebiyantoro, anak buahnya itu sekarang sudah dita han di tahanan militer. Berkas perkara Totok Soekarto juga sudah disusun untuk diajukan ke Mahkamah Militer. Nasib yang sama juga dialami S. Sibero yang menembak gadis kecil Suratmi. Perkaranya siap diajukan ke Mahkamah Militer. "Kami sudah serahkan ke Laksusda Medan untuk diproses," ujar Kolonel Wasiman, Dan Refort Militer 021 Pantai Timur, Pematang Siantar. Menurut sumber TEMPO, Sibero sekarang ditahan di Jalan Gandhi Medan, tempat residivis-residivis mendekam. Menurut Kolonel Wasiman senjata yang digunakan S. Sibero, jenis FN, berasal dari kesatuannya semula di Dodipasamor Medan. Setelah MPP, Sibero dikaryakan sebagai petugas keamanan di perkebunan Mayang. Seharusnya, kata Wasiman, Sibero tidak lagi memegang senjata, karena telah MPP. Adanya senjata di tangannya belum dilaporkan kepada Wasiman. "Dia diberi senjata itu bukan untuk main tembak begitu ," ujar Wasiman. Tentu saja. Seperti Sibero dan Totok,P.W.Sinaga juga akan diselesaikan menurut hukum yang berlaku, kata Kadapol 11 Sum-Ut Brigjen ]FR Montolalu. Menurut Kadapol, "tidak ada perintah tembak di tempat terhadap penjahat apa pun, kecuali pada saat-saat terdesak dan mengancam keselamatan petugas." Kriteria yang sama juga disampaikan Kadispen Mabak, Brigjen Pol Darmawan. Polri baru boleh melakukan penembakan, "dalam keadaan noodweer atau ovewneht," ujar Darmawan -- artinya dalam keadaan terpaksa. Menurut Darmawan, Polri dipersenjatai sebab dalam tugasnya melindungi rakyat, mungkin berhadapan dengan penjahat-penjahat yang bersenjata lebih baik. Seorang polisi tutur perwira tinggi ini, di lapangan diperlukan intelegensia tinggi untuk membaca situasi, sehingga dapat memutuskan "perlu atau tidaknya penembakan." Misalnya, kalau penjahatnya masih bisa dikejar dengan membonceng motor orang, polisi belum perlu menembak. Karena itu dalam setiap penembakan, apa pun alasannya, harus diusut: apakah oknum polisi itu sudah pantas menembak atau belum. Kalau tidak perlu tapi tetap menembak, akibatnya ke mahkamah. "Sebab itu tepat ungkapan, sebelah kaki polisi di penjara dan sebelah lagi di kuburan," kata Darmawan setengah bergurau. Tak lupa Darmawan menyebut ada 23 orang anggota polisi di scluruh Indonesia yang guur dalam menjalankan tugas selama ] 980. "Ada yang dibacok, dikeroyok atau ditikam penjahat," ujar Darmawan mernperlihatkan daftar nama-nama petugas yang gugur itu. "Cuma sayangnya, masyarakat selalu hanya memperhatikan penjahat yang tertembak, tetapi tidak ada yang memperhatikan keluarga korban kejahatan atau petdgas yang gugur," ujar Darmawan.Tentu saja, karena petugas yang salah tembak masitl dianggap kejadian "aneh".

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus