PERISTIWA olahraga kini cenderung dijadikan gelanggang
promosi. Perebutan gelar juara dunia kelas welter ringan versi
World Boxing Council (WBC) - penantang Thomas Americo
(Indonsia) melawan sang juara Saoul Mamby (AS)--misalnya
diramaikan dengan penampilan berbagai iklan. Bahkan pada jumpa
pers dengan kedua petinju (23 Agustus di Hotel Hilton, Jakarta,
panel iklan Vicks Vapo Rub muncul secara menyolok di meja dan
tembok ruang pertemuan tersebut.
Dalam acara keliling kota Jakarta, kendaraan kedua petinju itu
pun dipenuhi tempelan sejumlah iklan. Americo malahan mengenakan
kaus, yang memamerkan slogan suatu merk batu baterai. Juga di
Istora Senayan, tempat adu tinju keduanya (lihat: Olahraga),
panel dan spanduk iklan bertebaran. Jika tak dilarang, biro
iklan ingin pula memasang pesan komersial di kanvas ring. Dengan
membuka kesempatan tersebut, panitia pertandingan (di atas
kertas) mengharapkan pemasukan Rp 210 juta--suatu jumlah yang
hampir menyamai hasil penjualan karcis.
Gejala membanjirnya iklan ke arena olahraga terasa sejak TVRI 1
April menghentikan acara siaran niaga. Sedang ruang iklan di
media cetak (pers) pun dibolehkan hanya sampai 35% dari jumlah
halaman yang dibatasi pula. Dalam pilihan yang semakin sempit
itu, biro iklan berupaya mencari media alternatif yang dianggap
efektif untuk melancarkan promosi.
Maka biro iklan Meridian atas nama kliennya, misalnya menjadi
pemasang iklan tunggal dalam pertemuan pers Americo - Mamby di
Hilton dengan membayar Rp 15 juta. Kenapa? Panitia pertandingan
tinju menjanjikan acara itu akan diliput TVRI. Dan memang benar,
panel iklan Vicks di meja dan tembok tersebut tampak dengan
jelas di layar televisi selama beberapa puluh menit--di acara
jurnal olahraga siang hari dan dunia dalam berita, 23 Agustus
malam. Itu tentu saja suatu promosi terselubung, dengan ongkos
murah.
Secara formal TVRI terikat kerjasama dengan Komite Olahraga
Nasional Indonesia (KONI). Dalam surat keputusan bersama
keduanya (19 Juni 1981), TVRI antara lain berjanji akan meliput
dan menyiarkan seluasnya kegiatan (semua) cabang olahraga secara
terencana dan berkesinambungan. Dan sebaliknya, TVRI dibebaskan
dari kewajiban membayar hak penyiaran (telecasting rights) dan
hak meliput (covering right) atas semua pertandingan yang berada
di bawah pengawasan KONI.
Tapi entah siapa yang memulai, keputusan kerjasama itu sering
disalahgunakar,. Biro iklan penginginkan iklan kliennya ikut
terliput secara tidak langsung dalam suatu acara olahraga. Untuk
maksud itu mereka tak segan mengeluarkan imbalan buat sejumlah
awak TVRI. Dan wartawan TVRI, yang seharusnya mematuhi Kode Etik
Jurnalistik, jaraDg menolak pemberian tadi.
Adi Kasno, Kepala Seksi Koordinasi Siaran Berita TVRI, ikut
mengecam praktek semacam itu. Menerima imbalan -- apalagi dalam
bentuk uang memang dilarang, katanya. Meliput suatu acara
olahraga, "kami berusaha jangan sampai diperalat," tambahnya.
Justru panitia pertandingan suatu cabang olahraga memanfaatkan
keputusan kerjasama TVRI-KONI itu untuk memetik iklan. Karena
akan diliput TVRI, tarif papan ronde (60 cm X 90 cm)
pertandingan Americo melawan Mamby mencapai Rp 20 juta.
Sementara setiap sudut ring ditawarkan seharga Rp 5 juta. Kalau
kanvas arena boleh dipasangi iklan, "seluruh ring (berikut
matras dan sudut ring) berani saya ambil dengan harga Rp 50
juta," kata Abdoel Rachman, Media Executive Meridian.
Panitia Proyek Dana Api PON X mau menjual acara pengembalian api
dari Mrapen (Kabupaten Grobogan) yang juga akan diliput TVRI.
Selama 11 hari perjalanan maraton--dari Mrapen lewat Surabaya,
Yogya, Bandung, Bogor sampai Jakarta -- sponsor dibolehkannya
memasang iklan di kendaraan maupun pada pelari pengiring. Dan
karena kamera TVRI akan sering terarah pada pembawa obor yang
berlari di depan, tarifnya bagi kendaraan paling depan tentu
paling mahal.
Upaya serupa juga dilakukan Panitia Urusan Dana PON X. Dari
sejumlah sponsor yang memasang papan reklame (billboard) di
sepanjang Ji Thamrin, Jakarta, sejak Mei, panitia itu mendanat
penghasilan lumayan. Untuk menjual venues, panitia itu memilih
PT Relata Publika sebagai pelaksana tunggal. Kecuali Stadion
Utama, sejumlah gelanggang olahraga di Senayan itu dibaginya
dalam beberapa kelompok dan dua kategori. Sponsor yang berani
membayar Rp 5 juta (Kategori A), misalnya, berhak memasang empat
reklame display, empat spanduk di luar dan di dalam sejumlah
gelanggang dan dua umbul-umbul di luar Stadion Utama.
Tapi tidak banyak pemmatnya. Drs. Ilham Indratjaja, Account
Executive PT Relata Publika, menduga bahwa anggaran promosi dan
kampanye perusahaan sudah banyak tersedot pada sejumlah
perlstlwa penting sebelumnya. Ia menyebut promosi di Jambore
Nasional Pramuka. Ulang Tahun ke-36 Kemerdekaan RI dan
pertandingan Americo-Mamby, banyak menyedot anggaran perusahaan.
Juga PON X (19-30 September) diselenggarakan pada bulan
tanggung. "Sampai kini (pekan lalu) hasilnya masih
memprihatinkan," kata Indraqaja.
Memasang panel iklan secara berombongan - macam di PON X--sering
pula, dianggap tak ideal. Karena perhatian penonton, menurut
Emir dari Indo Ad, terpecah pada banyak pesan. Indo Ad lebih
suka jadi sponsor tunggal, misalnya, pada lomba Proklamathon
mendatang.
Hanya di Stadion Utama tampaknya kaum sponsor mau memasang panel
iklan ramai-ramai bersama. Karena bisa dipastikan TVRI akan
lebih sering meliput peristiwa olahraga di situ, terutama
sepakbola. Tapi 45 panel di Stadion Utama kini, yang terpajang
di tembok dan pinggir lapangan dianggap sudah maksimal. "Jika
ditambah lagi, akan merusak segi artistik," kata Drs. O.
Hutasuhut, Manajer Stadion Utama. Namun siapa saja yang berani
menawar dengan harga tinggi akan dilayaninya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini