Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komunitas masyarakat adat dan organisasi masyarakat sipil mengajukan pengujian formil atas terbitnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (UU KSDAHE) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Para pemohon menilai aturan KSDAHE pengganti UU Nomor 5 Tahun 1990 itu dinilai tidak memenuhi asas kejelasan tujuan, kedayagunaan, serta keterbukaan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Rukka Sombolinggi, menyebutkan UU KSDAHE tanpa partisipasi penuh dari kelompok yang terdampak secara langsung di lapangan. “Secara substansi, UU ini menegasikan keberadaan masyarakat adat sebagai subjek dalam penyelenggaraan konservasi,” katanya kepada Tempo, Kamis, 19 September 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Rukka, beleid baru ini bahkan berpotensi merampas wilayah adat serta memicu kriminalisasi lewat, jika ada perluasan area preservasi. Selain oleh AMAN, permintaan uji formil juga diajukan oleh Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) dan Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara). Ada juga perwakilan Masyarakat Adat Ngkiong, Mikael Ane, yang datang bersama Koalisi Untuk Konservasi Berkeadilan.
Substansi UU Nomor 32 Tahun 2024, ucap Rukka, tidak mempertimbangkan keberadaan masyarakat lokal yang sudah ada sejak lama, bahkan sebelum Indonesia terbentuk. Selain mengelola, komunitas adat juga dianggap turut menjaga kelestarian wilayah yang ditinggali.
Sekretaris Jenderal Kiara, Susan Herawati, menyebutkan UU KSDAHE bertentangan dengan hak konstitusional nelayan dan masyarakat pesisir. Merujuk Putusan MK Nomor 3 Tahun 2010, warga pesisir dan pulau kecil berhak mengakses dan mengelola laut. “Serta memanfaatkan sumber daya kelautan sesuai tradisi setempat.”
Ketika dikonfirmasi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) membuka peluang untuk berdiskusi dengan para pemohon uji formil UU KSDAHE. Sekretaris Jenderal KLHK, Bambang Hendroyono mengatakan perubahan UU Nomor 5 Tahun 1990 sudah dirancang sejak 2016, sehingga bukan berupa kebijakan dadakan.
"Kami juga membuka ruang diskusi dengan teman-teman AMAN dan Walhi," katanya dalam konferensi pers di kantor KLHK, Jakarta, Kamis siang.