Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Jenis Baru Katak Pucat Teridentifikasi di Garut, Berawal dari Citizen Science

Identifikasi berdasarkan analisis morfologi maupun molekuler, juga suara kawin (akustik). Sayang, katak langsung berstatus terancam kritis.

31 Juli 2021 | 15.28 WIB

Chirixakus Pantaiselatan sp.nov. Foto/Misbahul Munir
Perbesar
Chirixakus Pantaiselatan sp.nov. Foto/Misbahul Munir

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Cibinong - Satu jenis baru katak teridentifikasi dari hutan dataran rendah di Garut, Jawa Barat. Memiliki ukuran panjang tubuh jantan 25,3-28,9 mm, analisis morfologi maupun molekuler (DNA mitokondria), juga suara kawinnya (akustik), dari jenis katak dalam kelompok katak pucat Rhacophorid kecil ini terbukti berbeda dari jenis lainnya yang telah dikenal selama ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sesuai hasil penelitian yang telah dipublikasi di Raffles Bulletin of Zoology pada 5 Juli 2021 lalu, jenis baru ini diberi nama Chirixalus pantaiselatan. Secara morfologi, dia paling mirip dengan katak Chirixalus nongkhorensis dari Chonburi, Thailand.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Sedang dari pola warna punggung serta secara genetik paling dekat dengan Chirixalus trilaksonoi yang juga berasal dari Jawa Barat,” ujar Amir Hamidy, peneliti di Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), dalam keterangan tertulis yang diterima TEMPO, Jumat 30 Juli 2021. Amir termasuk penulis hasil penelitian itu.

Juga terlibat dalam penelitian spesies baru katak pucat dari Garut itu adalah Misbahul Munir yang menyatakan kalau status konservasi Chirixalus pantaiselatan kemungkinan terancam kritis. Status itu mengikuti kriteria dari International Union for Conservation of Nature (IUCN).

“Kriteria Daftar Merah Spesies Terancam adalah tingkat kemunculannya <100 kilometer persegi, luas huniannya <10 kilometer persegi, dan hanya ditemukan di satu lokasi yang kualitas habitatnya menurun,” kata Misbahul sambil menerangkan usulan status Daftar Merah IUCN untuk jenis baru ini didasarkan pada data yang terbatas dan butuh survei intensif untuk justifikasi yang lebih kuat.

Amir menyorot pentingnya partisipasi publik dan keterlibatan ilmiah profesional dalam pemantauan keanekaragaman hayati. Dia mengungkapkan kalau sampel Katak-pucat pantaiselatan pertama didapat dari kegiatan citizen science ‘Gerakan Observasi Amfibi Reptil Kita (Go ARK)’ pada 2017 lalu. Gerakan tersebut diinisiasi oleh Penggalang Herpetologi Indonesia (PHI).

Tim Go ARK terdiri dari mahasiswa dan komunitas penelitian yang melakukan pengamatan, serta melaporkan amfibi dan reptil di sepanjang Sumatera, Kalimantan, Jawa, Bali, dan Sulawesi. Selama observasi di hutan dataran rendah bagian selatan Jawa Barat, melibatkan empat penulis sekaligus peserta Go ARK yaitu Umar Fhadli Kennedi, Mohammad Ali Ridha, Dzikri Ibnul Qayyim, dan Rizky Rafsanzani.

Chirixakus Pantaiselatan sp.nov. Foto/Misbahul Munir

“Pengetahuan dan keterlibatan masyarakat dapat memberikan data empiris tentang skala spasial yang belum pernah terjadi sebelumnya,” ujar Amir.

Dalam publikasi jenis baru Chirixalus pantaiselatan ini juga diungkap ditemukan jenis katak lain yang belum pernah dilaporkan dari Jawa, yakni Polypedates macrotis (Katak-panjat telinga-hitam). Sebelumnya, di Indonesia, jenis ini hanya tercatat dari wilayah Kalimantan dan Sumatera, sehingga kehadirannya di Jawa merupakan catatan baru.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus