Puluhan kantong hitam berisi limbah minyak terdampar di Pulau Bintan. Ada sumber yang mengungkapkan limbah itu dibuang kapal asing yang datang dari Singapura. TANPA disadari oleh pemerintah daerah dan penduduk setempat, Kepulauan Riau sudah menjalani fungsi rangkap: sebagai wilayah yang dihuni penduduk dan juga sebagai keranjang sampah. Kuat dugaan bahwa orang asinglah yang dengan lancang membuang sampah ke sana. Sampah itu menarik perhatian, karena berupa cairan mirip aspal. Terdiri dari 3.000 pulau sedang dan kecil, Kepulauan Riau terserak di kawasan seluas hampir 40.000 km2. Mungkin karena perairannya sangat terbuka. Mungkinjuga karena lokasinya begitu dekat dengan Singapura, sehingga selama tiga tahun terakhir, kepulauan ini sudah tiga kali menjadi tempat pembuangan limbah. Pada kasus pertama, limbahnya dari Singapura, tapi dipendam dalam galian pasir PT Artha Saphala di Pulau Bintan. Kasus ini akhirnya menyeret dua orang Singapura ke penjara. Dalam kasus kedua, limbah ditimbun di lokasi PT Kusuma Tunas Baja di Batam. Namun, setelah ditangani polisi, kasus ini senyap-senyap saja. Pada kasus ketiga, limbah itu diperkirakan datang dari kapal asing. Pembuangan limbah misterius ini, kabarnya, sudah lama berlangsung. Puluhan kantong plastik hitam berukuran 25 kilogram hampir tiap hari terdampar disepanjang pantai Trikora, Pengundang, Berakit, sampai Senggiling di Bintan. Kantong itu berisi cairan kental yang lengket di kaki dan mengotori pasir yang putih. Kasus ini baru mencuat ketika para pemilik penginapan di sepanjang pantai mengeluh, karena kehilangan turis. Tamutamu mereka pergi, terganggu cairan tersebut. Keluhan itu akhirnya sampai ke Pemda Riau. Tapi, aparat Pemda itu pun tak tahu bagaimana mengatasinya. "Soalnya, tak jelas siapa pengirim limbah yang dibawa air laut," kata Rustam S.Abrus, Ketua Bappeda Riau. Akhir Juli silam, ia melayangkan surat pengaduan kepada Menteri Dalam Negeri Rudini. Pemerintah pusat pun menerjunkan tiga orang staf Bapedal (BadanPengendalian Dampak Lingkungan), yang bertugas mulai Senin pekan lalu. Mereka harus mendeteksi kandungan limbah dalam kantong hitam tersebut. Sampai kini Pemda Riau belum tahu asal limbah, tapi bisa menduga jenis limbah. Menurut Adnan Kasri, Kepala Seksi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Bidang Fisik dan Prasarana Bappeda Riau, limbah itu jenis tar ball(gumpalan ter). Yang merupakan kerak minyak mentah hasil pencucian tanker. Bukankah tanker tidak beroperasi di Pulau Bintan? Itu benar, tapi penduduk menduga, limbah itu berasal dari tanker yang dicuci di Singapura. Alasannyalogis: Singapura tertutup untuk pembuangan limbah. Padahal, banyak tanker yang dicuci i di sana. Limbah hasil pencucian itulah yang diduga hanyut ke Bintan. Namun, sebuah sumber TEMPO berani memastikan bahwa cairan hitam itu datang dari Singapura dan sengaja dibuang ke perairan Indonesia. "Pekerjaan pembuangan itu sudah berlangsung sejak empat tahun lalu," kata sumber yang minta identitasnya dirahasiakan. Soalnya, ia sendiri terlibat. Keterlibatannya bermula pada tahun 1988, ketika ia diterima sebagai anak buah kapal (ABK) York One, yang berbendera Honduras dan berkantor di Singapura.Saat itulah ia mengetahui bahwa kapal tersebut mengangkut limbah minyak yang umum disebut sludge. Limbah ini berasal dari tanker raksasa dari Timur Tengah, yang secara rutin bongkar minyak di luar pelabuhan Singapura. Minyaknya ditransfer ke tanker yang lebih kecil sedangkan ampasnya berupa sludge dimasukkan dalam kantong plastik hitam dan ditransfer ke tanker lain yang akan membuangnya. Ada berapa banyak kapal seperti ini? "Di perusahaan saya saja ada tiga kapal berbendera Honduras dari ukuran 1.0003.000 ton. Dan masih ada lebih dari 10 tanker lain yang tugasnya sama," jelasnya. Setelah ditransfer, York One tinggal menunggu waktu yang tepat untuk membuang limbah. Tempat pembuangannya pun sudah pasti, yakni perairan Pulau Bintan.Prakteknya, pembuangan itu lebih merupakan upaya kucing-kucingan. Sekitar pukul 21.00, saat air laut surut di Singapura, kapal bergerak. Karena surut limbah akan hanyut ke Pulau Bintan yang sedang pasang. Kapal berjalan biasa, tapi mendekati Bintan, kecepatan diturunkan dan lampu navigasi dimatikan. Bila ada kapal patroli Indonesia atau Marine Police Singapura, kapal jalankan seperti biasa. Di perairan itulah mereka menyemprot minyak kotor dan mencampakkan kantong plastik. Lama pembuangan bisa sampai tiga jam, tapi kalau ada patroli lewat. Mereka dengan sigap melego jangkar dan memasang lampu bola tiga, isyarat bahwa kapal itu rusak. Kegiatan seperti ini bukannya lepas dari hukum. Menurut Kepala Polisi Perairan Polda Riau, Mayor Syafei Akmal, pihaknya belum pernah menangkap kapal seperti ini. Tapi, menurut sumber TEMPO tersebut di atas, Marine Police Singapura pernah menangkap satu dari tiga kapal milik perusahaan Singapura. Kapal itu diseret ke Singapura dan semua ABK dipenjara. Itulah pasal yang menyebabkan sumber TEMPO hengkang dari kegiatan tersebut. Cerita dari sumber ini tentu perlu bukti-bukti. Namun, informasinya bisa memberi petunjuk tentang asal usul limbah misterius tersebut. Memang, hingga kini belum ada pengaduan tentang ikan-ikan yang bermatian gara-gara tercemar limbah. Namun, Kepulauan Riau tentu tak boleh dibiarkan menjadi keranjang sampah. Diah Purnomowati, Affan Bey Hutasuhut, dan Irwan E.Siregar
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini