Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Yogyakarta - Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta mencatat peningkatan kasus gondongan atau penyakit parotitis, terutama di kalangan siswa sekolah dasar (SD) selama sebulan terakhir. Pemerintah kota mulai melarang kehadiran siswa yang menderita penyakit ini di sekolah untuk mencegah penularan lebih luas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Perkembangan kasus gondongan terpantau sangat meningkat pada tahun ini, dibandingkan tahun lalu," ujar Epidemiolog dari Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, Solikhin Dwi, pada Ahad, 3 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Solikhin, yang juga Ketua Tim Kerja Surveilans Pengelolaan Data dan Sistem Informasi Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, menyebut gondongan masuk dalam kategori kejadian luar biasa secara epidemiologis.
Pemerintah Kota Yogyakarta, kata dia, tidak mendeteksi kasus sejak akhir September hingga pekan kedua Oktober 2024. Namun, pada pekan ini jumlah penderitanya tiba-tiba tercatat mencapai 169 orang. “Yang rata-rata diderita oleh anak SD,” tuturnya.
Kepala Seksi Pengendalian Penyakit Menular (P2M) dan Imunisasi Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, Endang Sri Rahayu, menuturkan bahwa gondongan dipicu virus yang sering menyerang anak-anak. Gejalanya adalah pembengkakan di sekitar rahang atau leher akibat peradangan kelenjar parotis. Biasanya penderita akan terkena demam, sakit kepala, nyeri saat mengunyah atau menelan, serta nyeri otot.
“Penyakit ini sangat mudah menular, terutama di lingkungan sekolah, melalui percikan air liur atau kontak dengan benda yang terkontaminasi,” ucap Endang.
Selain melarang siswa sakit masuk sekolah, Endang menyebut para orang tua harus memastikan anak-anaknya telah mendapatkan vaksin Measles, Mumps, Rubella (MMR), produk medis untuk mencegah gondongan.
Bila jumlah kasus gondongan meningkat, sekolah diminta segera bekerjasama dengan puskesmas. "Siswa juga harus diedukasi agar tidak berbagi peralatan mandi atau makan dengan penderita gondongan, serta menerapkan etika menutup mulut dan hidung saat batuk,” kata Endang.