Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh menemukan seekor gajah sumatera yang mati di Kabupaten Pidie Jaya. Diduga gajah tersebut tewas akibat tersengat listrik di areal penggunaan lain (APL) atau di luar dari kawasan hutan.
Kepala BKSDA Aceh Gunawan Alza menyebut gajah sumatera liar itu ditemukan mati di perkampungan transmigrasi. Tepatnya kampung Panton Limeng, Desa Aki Neungoh, Kecamatan Bandar Baru, Pidie Jaya. “Gajah mati tersebut berkelamin jantan dan ditemukan sejak Selasa, 20 Februari lalu,” kata Kepala BKSDA Aceh Gunawan Alza pada Sabtu, 24 Februari 2024.
Alza lantas berkoordinasi dengan kepolisian dan mengirimkan dokter hewan ke lokasi temuan. Tujuannya memastikan penyebab kematian gajah yang berusia kisaran 13 tahun tersebut. Di sana juga ditemukan pagar listrik yang mengelilingi kebun masyarakat dan diduga menjadi biang kematian sang gajah.
Adapun bangkai gajah disebut sudah mengalami pembusukan. Hasil nekropsi atau bedah tubuh secara kasat mata terlihat impa, paru, ginjal, dan organ dalam lain sudah mulai busuk. Sehingga dokter hewan sudah tidak dapat melakukan pemeriksaan di laboratorium.
Namun dipastikan bahwa di dalam lambung dan organ pencernaan gajah tidak ditemukan racun. Justru tim dokter hewan menemukan bangkai gajah dalam kondisi terlilit kawat. “Terdapat kawat setrum yang terlilit pada kaki kanan depan dan sebagian terlilit di tubuh gajah,” ucap Alza.
Gajah sumatera memiliki nama latin elephas maximus sumatranus. Disebut sebagai sub-spesies gajah Asia atau salah satu dari dua spesies gajah di dunia. Satwa ini mendiami hutan dataran rendah seperti di Pulau Sumatera. Organisasi dunia memasukkan satwa ini ke dalam kategori hampir punah.
Sebelumnya, pada 11 Januari lalu dilaporkan seekor anak gajah sumatera mati karena tenggelam ketika terseret banjir di Provinsi Jambi. Tepatnya berada di Desa Telentam, Kecamatan Tabir Barat, Kabupaten Merangin. Satu bulan sebelum itu, didapati gajah betina berusia 20 tahun mati di dalam konsesi PT BAT Kabupaten Mukmuko, Provinsi Bengkulu, pada 31 Desember 2023. Pada 16 Agustus 2023 juga ditemukan kematian di Taman Nasional Way Kambas, Provinsi Lampung.
Mengalami Kemerosotan Populasi Hingga 70 Persen:
Penelitian Yayasan Auriga Nusantara mendapati 183 ekor gajah sumatera mati sepanjang medio 2010 hingga Juli 2022. Mayoritas menimpa gajah liar yang memiliki habitat di kawasan hutan. Peristiwa kematian paling banyak terjadi pada 2013 dengan jumlah mencapai 23 ekor. Disusul pada 2012 sebanyak 22 ekor.
Disinyalir rentetan kematian tersebut akibat perburuan gading gajah yang sangat masif saat itu. Peneliti Kehutanan Yayasan Auriga Nusantara Riszki Is Hardianto menyebut kematian akibat perburuan diduga mencapai 33 ekor. “Paling banyak penyebab kematian gajah karena diracun, konflik dengan masyarakat, dan perburuan,” ucap Riszki.
Organisasi nirlaba pemantau lingkungan hidup itu juga melaporkan provinsi penyumbang terbesar kematian gajah. Kata Riszki, Lampung menyumbangkan kematian sebanyak 63 ekor dalam rentang lebih dari satu dekade. Kemudian disusul Aceh dengan jumlah 58 ekor; Riau 47 ekor; Jambi 6 ekor; Sumatera Utara 5 ekor; Bengkulu 3 ekor; dan Sumatera Selatan 1 ekor.
Tingginya angka kematian ini diduga akibat hilangnya wilayah habitat gajah di dalam hutan. Sebagian besar habitat rusak tersebab penguasaan dan pembabatan hutan. Juga karena adanya alih fungsi kawasan hutan menjadi perkebunan dalam skala besar. Sehingga batas penggunaan ruang hidup habitat gajah dan manusia menjadi sulit dipisahkan.
The International Union for the Conservation of Nature (IUCN) pada 2011 memasukkan gajah sumatera ke dalam daftar merah sebagai spesies yang terancam punah. Ini karena populasi dan habitat gajah mengalami penurunan signifikan dari tahun ke tahun.
Data 1985, pupulasi gajah sumatera paling banyak mencapai 4.800 ekor. Kemudian pada 1992 menurun menjadi kisaran 3.700-4.300 ekor. Pada 2007, gajah sumatera tercatat pada kisaran 2.800-4.800 ekor.
Satu dekade kemudian, populasi merosot drastis menjadi kisaran 1.694-2.038 ekor. Jumlah ini terus menurun pada laporan 2021 dengan kisaran 924-1359 ekor saja. Kemerosotan populasi juga dibareng menurunnya kantung habitat dari 44 pada 1985 menjadi 22 habitat pada 2021. “Dalam dua dekade tersebut terjadi penurunan populasi hingga 70 persen,” ucap Riszki.
Baca Juga: Gajah Sumatera Makin Rentan Penyakit Akibat Penyempitan Habitat
ANTARA | BETAHITA.ID
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini