MENTERI Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup
(PPLH), Prof. Dr. Emil Salim belakangan ini katanya suka jalan
pagi. Tak lagi bergelut dengan angka, Emil kini juga sering
keliling daerah meninjau hutan. Bulan lalu misalnya, ia meninjau
suaka margasatwa Leuser di Aceh dan menggendong orang utan. Dan
pekan lalu ia sibuk mempersiapkan Hari Lingkungan Hidup yang
jatuh pada 5 Juni itu. Beberapa hari sebelum itu, Eddy Herwanto
dan Susanto Pudjomartono dari TEMPO mewawancarai Emil Salim.
Beberapa petikan:
Pak Emil mengatakan "bendera lingkungan hidup jangan cuma
berkibar di kantor saya saja, tapi juga di tempat lain. Kalau
di daerah, apakah para pejabat sudah sadar lingkungan?
Sulitnya, masalah lingkungan itu memang merupakan hal yang baru
buat para pejabat dan masyarakat. Dulu problimnya adalah:
'memadamkan rumah yang lagi kebakaran'. Jadi, soal lingkungan
memang belum masuk perhitungan dalam rangka mendorong ekspor
kayu. Tapi sekarang soalnya adalah bagaimana memecahkan krisis
yang timbul sebagai akibatnya. Pejabat di daerah penting untuk
dilibatkan dalam persoalan ini, sebab macam-macam ketentuan
berada dalam kekuasaan gubernur, bupati dan camat. Maka kalau
dalam tugasnya mereka juga memperhatikan dimensi
lingkungan-dalam memberi ijin HPH, penggergajian dan lainnya --
banyak yang bisa kita selamatkan.
Bicara soal HPH itu, apa benar para pengusaha itu yang menjadi
penyebab gundulnya hutan dan timbulnya banjir?
Sesungguhnya persyaratan perjanjian kehutanan itu sendiri sudah
baik: ada keharusan untuk tebang pilih, arah rebahan dan
penanaman kembali. Jadi masalahnya adalah bagaimana mengontrol
perjanjian itu sendiri, apakah tidak menyimpang dalam
prakteknya. Tapi yang pasti, para pemegang HPH itu jarang sekali
melestarikan hutan kembali.
Ada juga yang beranggapan, penebangan liar itu disebabkan
karena penduduk setempat miskin. Benarkah ?
Di Kabupaten Kerinci yang subur, tapi terbatas tanah
pertaniannya, rakyat memang merayap sampai ke pegunungan Bukit
Barisan. Mereka tidak tahu, bahwa berladang dengan membabat
hutan itu membahayakan sumber air Sungai Batanghari.
Jadi bagaimana sebaiknya mengatasinya?
Sebetulnya banyak kelemahan baru diketahui belakangan. Seperti
sistim jarding -- mengangkut kayu bulat dengan kabel -- ternyata
banyak merusak tumbuhan lain. Juga sedang dirintis cara-cara
yang lebih cepat bagaimana mengawasi areal yang amat luas itu.
Dana untuk pengawasan pun terbatas. Nah, karena pemegang HPH
itu dalam praktek hanya tahu menyediakan dananya, timbul
gagasan, pemerintahlah yang akan melakukan penanaman kembali
untuk menjaga kelestarian alam. Untuk merawat hutan lindung
misalnya, tak bisa dengan pemagaran. Ini juga baru ketahuan
kemudian. Maka ada gagasan, untuk merawatnya, tepi hutan lindung
itu perlu ditanami dengan kopi atau lada. Dengan konsep 'kebun
sebagai kawasan penyangga (buffer zone)' saya fikir itu bisa
mencegah rakyat merayap ke atas membabati hutan.
Di beberapa daerah seperti Lampung misalnya, air buangan pabrik
tidak terkontrol hingga menimbulkan pencemaran. Adakah
tindakan yang sudah diambil dalam hal ini?
Air sebagai kebutuhan pokok rakyat memang harus diselamatkan.
Memang ada pabrik tapioka di Lampung yang sembarangan membuang
kotoran pabrik, hingga merusak kelestarian air sungai dan ikan
yang hidup di situ. Mereka sudah diberi peringatan. Tapi,
setelah diselidiki, si pengusaha rupanya tak menyadari bahaya
itu. Lain pabrik bahan kimia di Semarang, yang sudah mencemari
tambak ikan di sana. Mereka sudah tahu bahayanya, tapi tak
mengindahkannya karena pertimbangan biaya alat-alat pencegah
pencemaran. Sulitnya, di Semarang Pemda belum menetapkan mana
yang daerah industri, mana yang daerah pemukiman. Tapi yang
penting, ketentuan hukumnya hendaknya jangan dilewatkan.
Banyak pendapat bahwa usaha yang dilakukan untuk melestarikan
lingkungan sekarang sudah terlambat. Bagaimana?
Kita belum terlambat. Lebih lagi sekarang sudah ada kemauan
politik pemerintah untuk ini, juga di daerah. Tahun pertama,
1978/1979, kita memang baru menyusun rencana. Operasionilnya
baru dilakukan mulai tahun ini. Hasilnya segera akan bisa
dilihat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini