Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Kita Masih Belum Terlambat

Wawancara Tempo dengan Emil Salim mengenai masalah HPH, cara mengatasinya & pencemaran air oleh limbah pabrik. Emil Salim mengatakan usaha untuk melestarikan lingkungan belum terlambat. (ling)

9 Juni 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MENTERI Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup (PPLH), Prof. Dr. Emil Salim belakangan ini katanya suka jalan pagi. Tak lagi bergelut dengan angka, Emil kini juga sering keliling daerah meninjau hutan. Bulan lalu misalnya, ia meninjau suaka margasatwa Leuser di Aceh dan menggendong orang utan. Dan pekan lalu ia sibuk mempersiapkan Hari Lingkungan Hidup yang jatuh pada 5 Juni itu. Beberapa hari sebelum itu, Eddy Herwanto dan Susanto Pudjomartono dari TEMPO mewawancarai Emil Salim. Beberapa petikan: Pak Emil mengatakan "bendera lingkungan hidup jangan cuma berkibar di kantor saya saja, tapi juga di tempat lain. Kalau di daerah, apakah para pejabat sudah sadar lingkungan? Sulitnya, masalah lingkungan itu memang merupakan hal yang baru buat para pejabat dan masyarakat. Dulu problimnya adalah: 'memadamkan rumah yang lagi kebakaran'. Jadi, soal lingkungan memang belum masuk perhitungan dalam rangka mendorong ekspor kayu. Tapi sekarang soalnya adalah bagaimana memecahkan krisis yang timbul sebagai akibatnya. Pejabat di daerah penting untuk dilibatkan dalam persoalan ini, sebab macam-macam ketentuan berada dalam kekuasaan gubernur, bupati dan camat. Maka kalau dalam tugasnya mereka juga memperhatikan dimensi lingkungan-dalam memberi ijin HPH, penggergajian dan lainnya -- banyak yang bisa kita selamatkan. Bicara soal HPH itu, apa benar para pengusaha itu yang menjadi penyebab gundulnya hutan dan timbulnya banjir? Sesungguhnya persyaratan perjanjian kehutanan itu sendiri sudah baik: ada keharusan untuk tebang pilih, arah rebahan dan penanaman kembali. Jadi masalahnya adalah bagaimana mengontrol perjanjian itu sendiri, apakah tidak menyimpang dalam prakteknya. Tapi yang pasti, para pemegang HPH itu jarang sekali melestarikan hutan kembali. Ada juga yang beranggapan, penebangan liar itu disebabkan karena penduduk setempat miskin. Benarkah ? Di Kabupaten Kerinci yang subur, tapi terbatas tanah pertaniannya, rakyat memang merayap sampai ke pegunungan Bukit Barisan. Mereka tidak tahu, bahwa berladang dengan membabat hutan itu membahayakan sumber air Sungai Batanghari. Jadi bagaimana sebaiknya mengatasinya? Sebetulnya banyak kelemahan baru diketahui belakangan. Seperti sistim jarding -- mengangkut kayu bulat dengan kabel -- ternyata banyak merusak tumbuhan lain. Juga sedang dirintis cara-cara yang lebih cepat bagaimana mengawasi areal yang amat luas itu. Dana untuk pengawasan pun terbatas. Nah, karena pemegang HPH itu dalam praktek hanya tahu menyediakan dananya, timbul gagasan, pemerintahlah yang akan melakukan penanaman kembali untuk menjaga kelestarian alam. Untuk merawat hutan lindung misalnya, tak bisa dengan pemagaran. Ini juga baru ketahuan kemudian. Maka ada gagasan, untuk merawatnya, tepi hutan lindung itu perlu ditanami dengan kopi atau lada. Dengan konsep 'kebun sebagai kawasan penyangga (buffer zone)' saya fikir itu bisa mencegah rakyat merayap ke atas membabati hutan. Di beberapa daerah seperti Lampung misalnya, air buangan pabrik tidak terkontrol hingga menimbulkan pencemaran. Adakah tindakan yang sudah diambil dalam hal ini? Air sebagai kebutuhan pokok rakyat memang harus diselamatkan. Memang ada pabrik tapioka di Lampung yang sembarangan membuang kotoran pabrik, hingga merusak kelestarian air sungai dan ikan yang hidup di situ. Mereka sudah diberi peringatan. Tapi, setelah diselidiki, si pengusaha rupanya tak menyadari bahaya itu. Lain pabrik bahan kimia di Semarang, yang sudah mencemari tambak ikan di sana. Mereka sudah tahu bahayanya, tapi tak mengindahkannya karena pertimbangan biaya alat-alat pencegah pencemaran. Sulitnya, di Semarang Pemda belum menetapkan mana yang daerah industri, mana yang daerah pemukiman. Tapi yang penting, ketentuan hukumnya hendaknya jangan dilewatkan. Banyak pendapat bahwa usaha yang dilakukan untuk melestarikan lingkungan sekarang sudah terlambat. Bagaimana? Kita belum terlambat. Lebih lagi sekarang sudah ada kemauan politik pemerintah untuk ini, juga di daerah. Tahun pertama, 1978/1979, kita memang baru menyusun rencana. Operasionilnya baru dilakukan mulai tahun ini. Hasilnya segera akan bisa dilihat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus