Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

lingkungan

Dari Tambang Jadi Taman

Di Sawahlunto akan dibangun taman keanekaragaman hayati di bekas lubang tambang batu bara. Menanam vegetasi lokal yang hilang akibat pertambangan.

18 Juni 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Lahan bekas lubang tambang terbuka seluas hampir 25 hektare di Sawahlunto akan dibangun menjadi kawasan ekowisata.

  • Diklaim sebagai yang pertama di Indonesia.

  • Akan ditanam hingga 10 ribu tanaman dari 96 spesies tumbuhan lokal Sawahlunto.

LAHAN seluas 24,28 hektare di kota kecil di sebelah timur laut Kota Padang, Sumatera Barat, akan dibangun menjadi sebuah taman alam. Taman yang berada di Kota Sawahlunto itu dinamai Taman Keanekaragaman Hayati (Kehati) Emil Salim. Taman itu berada di atas lahan bekas lubang tambang terbuka batu bara yang berhenti beroperasi pada 1923.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Taman Kehati Emil Salim berlokasi di perbatasan antara Kecamatan Talawi dan Barangin. Tak jauh dari lokasi calon taman telah terbangun sarana rekreasi seperti Kebun Buah Kandi, Taman Satwa Kandi, Taman Lebah Madu, dan Danau Kandi. Danau berair biru itu sebetulnya merupakan bekas galian tambang yang tak ditutup oleh PT Tambang Batubara Bukit Asam (Persero). Kolam seluas 13,95 hektare ini pernah memakan korban lima orang tenggelam pada 2021.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Selain itu, telah tersedia sarana olahraga seperti pacuan kuda, arena motor cross, dan sirkuit road race. Keberadaan fasilitas sport itu sesuai dengan kesepakatan dan perjanjian antara PT Bukit Asam (PT BA) dan Pemerintah Kota Sawahlunto tentang penyerahan lahan pascatambang terbuka. Perjanjian yang diteken pada 5 November 2004 itu menyatakan PT BA menyerahkan area pascatambang terbuka yang telah direklamasi seluas 393,45 hektare.

Menurut Wali Kota Sawahlunto Deri Asta, Rabu, 8 Juni lalu, seusai acara peluncuran Taman Kehati Emil Salim, “Setelah itu pengelolaannya menjadi wewenang Pemerintah Kota Sawahlunto.” Adapun Wakil Wali Kota Sawahlunto Zohirin Sayuti mengatakan perjanjian kerja sama antara Pemerintah Kota Sawahlunto dan Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (Kehati) untuk membangun taman ini dimulai pada Februari 2020.

Taman Kehati Emil Salim berada di kawasan Ecowisata Kandi (dari kandis). Area ini merupakan bekas tambang milik pemerintah kolonial Belanda yang diambil alih oleh PT BA. Pada 2000, kuasa pertambangan Unit Pertambangan Ombilin di Kandi berhenti. Pada 2004, terbit Keputusan Wali Kota tentang Persetujuan Penggunaan Lahan Pascatambang Terbuka. “Lahan-lahan yang dianggap tidak bernilai kami jadikan kawasan ekowisata sehingga menambah luasan ruang terbuka hijau,” kata Zohirin.

Direktur Eksekutif Yayasan Kehati Riki Frindos, sebagai inisiator konservasi melalui taman alam, mengatakan Taman Kehati Emil Salim akan menjadi kawasan pencadangan sumber daya alam hayati lokal di luar kawasan yang mempunyai fungsi konservasi in situ dan ex situ. “Selain sebagai kawasan pencadangan, taman ini dapat menjadi obyek wisata dan pusat penelitian,” ujarnya. Tumbuhan atau tanaman yang akan ditanam di taman tersebut telah dipilih dan akan ditata.

Direktur Program Yayasan Kehati Rony Megawanto menjelaskan, taman itu akan ditanami 96 spesies tumbuhan lokal Sawahlunto yang merupakan anggota dari 86 genus dan 48 famili. Menurut dia, penelitian mengenai spesies tanaman lokal dilakukan sejak 2019. Studi itu dengan menelusuri pelbagai literatur serta mengobservasi dan menyurvei kawasan Sawahlunto, yang masih bagian dari Pegunungan Bukit Barisan. “Dari penelitian itu didapatkan inventaris keanekaragaman hayati lokal,” ucapnya.

Beberapa spesies lokal itu adalah kelayu hitam (Arytera littoralis), paku hijau (Blechnum orientale), dan kanderi (Bridelia monoica). Selain itu, akan dilakukan perbanyakan spesies tumbuhan hutan yang ditemukan tumbuh secara spontan di perbukitan Sawahlunto. “Biasanya yang tumbuh alami secara spontan itu spesies asli di wilayah tersebut,” tutur Rony. Contohnya kayu musang (Alangium ferrugineum), nyamplung (Calophyllum inophyllum), dan asam kandis (Garcinia xanthochymus).

Menurut Rony, spesies tumbuhan ini telah sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 3 Tahun 2012 serta Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor SK. 1272 Tahun 2021 tentang penerapan karakteristik bentang alam dan vegetasi alami peta wilayah ekoregion Indonesia dengan skala 1 : 250.000. Ia mengatakan Taman Kehati Emil Salim akan menampung 9.600-10.000 pohon yang sesuai dengan kaidah ekoregion tersebut.

Taman ini berada di wilayah Nagari Kolok Nan Tuo dan Nagari Sijantang. Menurut Rony, warga dua nagari tersebut dilibatkan sejak awal dan akan terlibat dalam pengelolaan taman ke depan. Ia memberi contoh, pengelolaan jasa pendukung wisata seperti kuliner akan dikelola oleh usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) setempat.

Secara garis besar, kata Rony, akan ada dua zona utama dalam kawasan taman. Zona pertama merupakan zona alam dengan proporsi 80 persen dan sisanya zona pendidikan dengan proporsi 20 persen. Luasan zona alam atau eks kawasan tambang batu bara akan banyak digunakan untuk kepentingan pendidikan, kebudayaan, dan kegiatan ekonomi lokal. “Titik berat pembangunan taman ini bukan pada pembangunan infrastruktur, melainkan pembangunan keanekaragaman hayatinya,” ujarnya.

Rony mengatakan Taman Kehati Emil Salim di Sawahlunto merupakan yang pertama di Indonesia yang dibangun di kawasan bekas tambang terbuka. Nama Emil Salim dipilih karena cendekiawan tersebut berdarah Minang. Rony menyebutkan kontribusi Emil Salim terhadap lingkungan hidup tak diragukan lagi. Emil Salim menjabat Menteri Negara Urusan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (1978-1983) serta Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup (1983-1993).

Emil Salim, yang hadir secara virtual dalam acara peluncuran Taman Kehati Emil Salim, mengatakan pembangunan taman ini bisa menjadi simbol pembangunan. “Bahwa ada cara lain untuk membangun yang lebih manusiawi,” katanya. Ia mengatakan pembangunan taman tersebut adalah upaya untuk memulihkan sumber daya alam Sawahlunto yang telah habis akibat tambang batu bara selama ratusan tahun.

Taman itu akan dibangun dalam tiga tahap. Pembangunan tahap pertama dilakukan di zona seluas 29.169 meter persegi. Area ini merupakan taman yang sudah ada yang dikenal sebagai Taman Kandi. “Ini sedang dibangun,” tutur Rony. Ia mengatakan pembangunan tahap pertama ditargetkan selesai dalam tiga-lima tahun. Pada tahap kedua akan dibangun kawasan gedung serbaguna. Di area seluas 49.513 meter persegi ini akan dipusatkan kegiatan UMKM.

Tahap terakhir, tahap ketiga, merupakan pembangunan kawasan seluas 131.931 meter persegi. Di tahap inilah area hutan kota sebagai zona alam dan zona pendidikan akan ditempatkan. Menurut Rony, kawasan ini akan dilengkapi dengan berbagai sarana yang diperlukan untuk menunjang kegiatan penelitian keanekaragaman hayati.

Khusus di zona alam, kata dia, akan ada penataan atau pengklusteran pohon sesuai dengan kelompok. Setidaknya ada sembilan kelompok pepohonan yang akan ditata, yaitu area tanam pohon kayu, bambu, lahan basah, pohon buah, pohon aromatik, rempah-rempah, pohon besar, hutan kota, dan area tanaman berbunga. Di dalam zona alam juga dibangun menara pandang yang berfungsi sebagai titik pemantauan.

Sementara itu, di zona pendidikan, menurut Rony, akan dibangun sarana edukasi keanekaragaman hayati untuk pelajar dari pelbagai jenjang pendidikan. Ia mengatakan pusat ilmu pengetahuan dan teknologi akan didirikan di dekat menara pandang dan memanfaatkan badan air yang terbentuk alami sebagai salah satu daya tarik bagi pelajar yang berwisata ke Taman Kehati Emil Salim. Dengan jadi taman, lubang tambang batu bara akan rimbun kembali.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus