Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengidentifikasi setidaknya 20 ribu hektare perkebunan tebu di Provinsi Lampung yang ditengarai dipanen dengan cara dibakar. Pembakaran lahan secara berulang sejak 2021 itu dinilai telah menimbulkan dampak lingkungan yang berbahaya bagi kesehatan masyarakat dan meningkatkan emisi karbon di udara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Pada periode 2021 kami menemukan lahan perkebunan tebu seluas 5.400 hektare dibakar. Lalu di 2023 kami menemukan sekitar 14 ribu hektare lahan yang dibakar. Lokasinya pemantauan ini hanya kami cek di dua perusahaan, belum seluruhnya," kata Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK, Rasio Ridho Sani, dalam konferensi pers di Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta, Senin, 20 Mei 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rasio menyatakan timnya telah ke lapangan untuk menyelidiki kasus dugaan pencemaran lingkungan ini. Namun ternyata, kata dia, pembakaran lahan dalam pemanenan tebu diizinkan oleh pemerintah setempat melalui penerbitan Peraturan Gubernur Lampung Nomor 33 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Panen dan Produktivitas Tebu.
Menurut Rasio, Peraturan Gubernur Lampung Nomor 33 Tahun 2020 sebenarnya telah direvisi lewat penerbitan Peraturan Gubernur Lampung Nomor 19 Tahun 2023. Tapi isi dari kebijakan baru tersebut dinilai lebih parah sebab memperbolehkan perusahaan membakar lahan perkebunan tebu secara sembarangan dan bersamaan tanpa alat cek kualitas udara.
Cara panen tebu dengan dibakar telah meresahkan masyarakat Provinsi Lampung. Rasio memaparkan, website KLHK telah menerima sedikitnya lima aduan masyarakat ihwal permasalahan ini. Hasil pantauan siber di media sosial juga menemukan banyak unggahan berisi keluhan masyarakat atas pembakaran lahan tebu di Lampung. "Kami tidak tinggal diam, seluruh laporan dan data di lapangan kami tampung," kata dia.
Atas dasar tersebut, KLHK pada Januari lalu mengajukan uji materiil alias judicial review ke Mahkamah Agung atas Peraturan Gubernur Lampung Nomor 33 Tahun 2020 yang telah diubah dalam Peraturan Gubernur Lampung Nomor 19 Tahun 2023. MA mengabulkan permohonan tersebut pada 19 Maret lalu. Putusan MA Nomor 1 P/HUM/2024 itu memerintahkan pencabutan Peraturan Gubernur Lampung Nomor 33 Tahun 2020 yang diubah dengan Peraturan Gubernur Lampung Nomor 19 Tahun 2023.
"Kami mengapresiasi kebijaksanaan hakim karena mau mengabulkan uji materiil terhadap kebijakan ini," kata Rasio.
Saat ini, menurut Rasio, KLHK tengah membicarakan langkah lanjutan atas putusan tersebut. KLHK, kata dia, akan berupaya menuntaskan segala kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh aktivitas panen tebu dengan cara dibakar di Lampung. "Instrumen penegakannya sedang dibicarakan, unsur pidana bisa saja diterapkan," ujarnya.