HARI itu orang di Jakarta sedang asyik menonton perayaan Hari
ABRI, 5 Oktober. Di dataran tinggi Dieng, yang terjadi lain
lagi: tiga orang sedang melakukan pemeriksaan terakhir terhadap
sumur panas bumi Dieng I di kawah Sikidang. Yang satu adalah J.
Herman dari PT Geoservices, perusahaan alat-alat pengeboran
panas bumi. Ia berusaha membuka katup keran panas bumi itu,
dibantu oleh supirnya, Fattah. Di sampingnya berdiri ir Solia
Wiryadiraja, ahli geologi Pertamina.
Mereka bersiap-siap. Esok harinya agakan ada tamu penting dari
Jakarta Menteri Pertambangan dan Enerji, Menteri Riset dan
Teknologi, serta Dirut Pertamina.
Pemasangan kepala sumur dijalankan dengan melepas tekanan uap
panas melalui keran kecil Usaha ini cuma berjalan tujuh menit.
sekonyong-konyong terjadi ledakan dahsyat yang amat membisingkan
Uap panas dengan suhu sampai 250øC menyembur bebas dari perut
bumi ke sisi utara sumur itu. Cuaca pun tiba-tiba jadi gelap,
karena uap panas itu bercampur lumpur kelabu.
Baru setelah udara kelabu itu agak cerah kembali Bayangkara Dua
M. Haridarto dari Kosek Polri 914-32 Dieng yang segera melakukan
pengamatan ke tempat kecelakaan mendapatkan ketiga petugas sumur
panas bumi tadi dalam keadaan yang sangat menyedihkan. Uap panas
yang bertekanan sekitar 80 atmosfir telah menendang ketiganya
jauh dari tempat mereka berdiri semula.
Solia dan Herman tewas seketika. Mereka ditemukan dalam keadaan
tanpa pakaian lagi. Sedang Fattah meninggal dalam perjalanan ke
Rumah Sakit Wonosobo.
Tapi yang paling parah keadaannya adalah Herman. Tubuhnya hancur
berkeping-keping -- kepala, tangan, dan kaki terpisah. Bahkan
menurut Haridarto, masih ada kepingan-kepingan daging
ketinggalan di batu-batu.
Cemeng langitipun
Penduduk di sekitar Dieng serta merta jadi panik. "Cemeng
langitipun (hitam udaranya)," tutur seorang penjual sate di sana
kepada Syahril Chili dari TEMPO. Selain suara yang nyaris
memecahkan selaput gendang telinga, ada juga cerita-cerita
tentang uap panas yang katanya beracun.
Dan yang terasa sekali setelah kejadian itu dalam waktu dua hari
matahari tak nongol di atas bumi Dieng. Dataran setinggi 1600 --
2000 meter yang banyak ditaburi candi-candi mini itu terus
diselimuti kabut, dan awan pun menangis. Hujan turun membasuhi
bumi yang dibasahi darah ketiga orang itu.
Setelah kejadian itu baik turis maupun penduduk setempat tak
diperkenankan mendekati proyek itu. Seratus meter, itulah jarak
yang masih dianggap aman. Dari jarak itulah semburan uap panas
itu sampai minggu lalu masih tampak menjulang setinggi 80 meter.
Sumur panas bumi itu sendiri mulai dibor 11 September 1977, dan
selesai 27 April lalu. Dalamnya ada 1900 meter, dan potensi
listriknya -- setelah tekanan uap panas dari perut bumi itu
digunakan memutar turbin generator listrik - lebih kurang 16
Mega Watt. Menurut pihak Pertamina, "inilah sumur panas bumi
terbesar yang pernah kami temukan."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini