"HUTAN untuk Rakyat." Bertolak dari tema tersebut, lebih kurang
2000 'rimbawan' resmi dan swasta mewakili 68 negara dan enam
badan internasional, minggu ini memulai Kongres Kehutanan
Sedunia yang ke-VIII di Balai Sidang Senayan, Jakarta.
Kalau begitu, untuk siapakah hutan selama ini? Untuk manusia
juga, antara lain. Tapi belakangan ini makin disadari bahwa,
sayangnya, manusia dalam gairahnya mengejar untung sering tak
pandai memelihara sumber-sumber yang memberinya hidup. Maka,
kata Panitia Pelaksana, kalau kongres-kongres yang lampau lebih
berat pada segi ekonomi industri pengusahaan hutan saja, kini
atas saran Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) dan dengan
kesepakatan berbagai pemerintah yang tergabung, kongres
memberikan perhatian lebih banyak kepada segi jangkauan sosial
dan pembinaan sumber daya alamnya.
Misalnya, dari lima sub-tema yang disepakati, hanya satu saja
yang khusus menyangkut aspek ekonomi industri pengolahan kayu.
Pokok pembahasan ini berjudul: Pengolahan hutan untuk
pembangunan industri dan bercabangkan dua permasalahan, yakni:
Basis sumber hutan dan Industri hasil hutan. Ada empat sub-tema
lainnya yang menyangkut segi-segi sosial. Dari kelima tersebut,
delegasi Indonesia dengan.45 anggota resminya membahas soal
pengolahan hutan untuk masyarakat pedesaan.
Apakah Indonesia sudah merasa unggul dalam soal ini? "Kalau mau
dibilang keunggulan, ya memang begitu," kata Sukiman, Dir-Ut
Perhutani. "Tapi kita unggul dalam persoalan yang harus
dihadapi. Artinya, problim kita lebih besar dari yang dihadapi
negara lain."
Biarkan Saja
Lalu apa kiranya yang bisa diketengahkan oleh delegasi Indonesia
untuk menjadi contoh bagi negara lain? Tanpa mau mendahului
penyajian kertas kerja, Sukiman menjawab "Rakyat tidak dibiarkan
lagi berada di luar hutan sebagai penonton, tapi malahan diajak
masuk untuk ikut menikmati hasil hutan." Dia menunjuk pada soal
adat beberapa suku, yang sudah di dalam hutan, untuk berladang
secara berpindah-pindah (shifting cultivation) dan masalah
pemukiman kembali orang-orang tersebut. Tentu termasuk juga
masalah menjaga kelestarian sumber daya alam.
Soal adat itu konon pernah menimbulkan konflik di beberapa
daerah, Kalimantan misalnya, antara penduduk asli dengan
orang-orang pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) yang pendatang.
DPRD Kalimantan Tengah bahkan pernah mengusulkan ke pusat agar
penduduk pedesaan yang kebetulan berada di wilayah HPH tertentu
dibiarkan saja bebas memungut hasil hutan sampai radius
tertentu. Sebegitu jauh masalah ini belum mendapat tanggapan
dari Pemerintah Pusat. Dan bagi rakyat asli agaknya memang sukar
dipahami bagaimana penebangan mereka yang hanya cukup untuk
berladang satu dua petak itu bisa merusak kelestarian
dibandingkan dengan penebangan besar-besaran para pemegang HPH.
(lihat Linkungan).
Lepas dari berbagai permasalahan yang masih ditunggu-tunggu para
pengusaha hutan, seperti penyempurnaan pengelolaan -- bisnis
perkayuan yang menyangkut soal harga patokan, perpajakan dan
lain-lain, Pemerintah sendiri rupanya mengharapkan manfaat yang
cukup sepadan dari kongres sedunia. Apalagi Indonesia memperoleh
"sekali kesempatan dalam 60 atau 70 tahun" untuk
menyelenggarakannya. Diharapkan nanti bisa digunakan untuk
pemantapan melalui tukar pikiran dan saran-sarannya, penyusunan
Repelita III di bidang kehutanan akan lebih mantap.
Dalam Repelita III nanti hendak diusahakan bukan saja
peningkatan produksi kayu yang sudah tradisionil, tapi juga
penambahan jenisnya yang kini jumlahnya cuma sekitar 10 sampai
20. Juga penggunaan tanah kehutanan secara lebih efisien akan
diusahakan.
Ekspor kayu sudah menjadi penghasil devisa yang nomor dua
(sesudah minyak bumi) di dalam jangka waktu delapan tahun ini.
Dan Indonesia memang mempunyai kedudukan yang cukup
menguntungkan, sesudah Brazil, dalam potensi produksi kayu
tropis. Pada tahun lampau, Indonesia mensuplai 48% kebutuhan
kayu tropis dunia, jauh di atas Malaysia dan Pilipina. Dalam
Repelita III, produksi kayu diharapkan naik antara 30 - 41 juta
m3 di tahun 1983 seraya ekspor terutama hendak dialihkan ke kayu
olahan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini