LAHAN pertanian di Kecamatan Balong, Ponorogo, Ja-Tim, tampaknya subur. Tanahnya hitam, agak berpasir. Irigasinya sebagian lancar. Wereng pun sudah lama lenyap setelah petani menggunakan jenis IR-36. Tapi kesuburan itu tak merata. Di beberapa sawah ada padi yang tumbuh tak normal, batangnya menguning. Padahal
bulir pun belum terlihat dari batangnya. Penduduk setempat
menyebut penyakit itu sebagai mbambang.
Lima desa di kecamatan itu -- Balong Barat, Ngraket, Sukorejo,
Ngumpul dan Bulak -- sudah lama terjangkiti mbambang. Dari sawah
seluas 200 ha yang ada, terserang sekitar 50 ha. "Serangan itu
tak merata, menyebar seperti panu," kata seorang petani di
Balong.
Penyakit itu konon muncul sejak 1962. Gejalanya mudah dilihat.
Batang padi (hingga umur 20 hari) akan menguning bila terserang.
Kemudian, bila tak segera diatasi, batang itu membusuk lalu
amblas. Dan bila tanaman itu dicabut, pada akarnya terlihat
cacing-cacing kecil.
Berbagai cara penanggulangan dilakukan petani. Antara lain
dengan menaburkan abu dapur, seperti yang dilakukan mbok Inem.
Toh mbambang masih belum lenyap. Panennya di bawah normal. Ini
juga dialami Katmin, yang punya sawah 5 kotak (5/7 ha). Sawah
seluas itu, karena terserang mbambang, hanya menghasilkan 3 kwt
gabah -- merosot dari normal 30 kwt.
Alkisah, pernah seorang petani, di tahun 1973 melemparkan batu
baterai bekas ke tempat yang terserang. Seminggu kemudian di
sekitar bekas buangan baterai itu, padinya tumbuh hijau. Sejak
itu banyak petani lain di Balong mencoba baterai.
Ada yang memakai 400 baterai bekas tiap sekotak sawah. Baterai
itu dibuang bagian tengahnya kemudian ditumbuk. Lempengan logam
yang berada di lapisan luar bisa dibuang, bisa pula dicampurkan
sekalian. "Kalau nyebarnya tebal (baterainya banyak) pada
pertengahan sebelum panen, nanti musim tanam kedelai tetap
baik," kata Katmin. Bisnis baterai bekas akhirnya tentu
meningkat.
Sudah lima kali contoh air dan tanah sawah Balong dikirim ke
Lembaga Pusat Penelitian Pertanian di Malang. Juga ke Balai
Teknologi Pertanian Bedali-Lawang, Malang. Balai itu mengirimkan
rekomendasi teknis agar petani menggunakan pupuk Za dengan dosis
100-150 kg untuk tiap ha sawah. Penaburan dilakukan ketika
tanaman umur 0-7 hari. Maksudnya agar unsur N pada Za memberi
keseimbangan pada tanah asam itu. Berkata Ir. Soedjarwo, Kepala
Dinas Pertanian Tanaman Pangan Ponorogo: "Mbambang terjadi
karena tingkat keasaman tanah yang cukup tinggi."
Untuk memerangi keasaman yang tinggi, Soedjarwo juga
menganjurkan pemakaian kapur. Ini sudah dicoba di sawah milik
Balai Penyuluh Pertanian Madya, Kecamatan Balong. Toh belum
berhasil juga.
Balai Penelitian Tanaman Pangan Malang mencoba pula cara
penanaman padi dengan pemberian Zk, pakai Ca, pakai pupuk
kandang, pakai batu baterai, tanpa apa-apa dan sebagainya.
Jumlah seluruhnya 13 contoh. Hasilnya belum bisa diketahui.
Dinas Pertanian membuat pula contoh persawahan dengan sistem
surjan untuk memperlancar pengairan. Sebagian tanah sawah itu
ditinggikan. Pada sawah yang tinggi ditanami palawija, sedang
sawah yang rendah untuk tanaman padi. Percontohan ini belum
dianjurkan kepada petani. Sementara pihak Dinas lewat Balai
Penyuluh Pertanian Madya Balong tetap menggunakan baterai untuk
memerangi mbambang. Di belakang Balai Penyuluh itu teronggok
sekarung baterai yang sudah ditumbuk. "Saya tetap memakai 400
batu baterai tiap 1/7 ha dicampur 10 kg Za dan 25 kg TSP," kata
Soedarpo, seorang penyuluh. "Nyatanya juga baik kok."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini