Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Matahari baru merangkak naik ketika telepon genggam staf Menteri Kehutanan M.S. Kaban berdering, berdering lagi, dan berdering lagi. Wartawan BBC, AFP, dan media Malaysia secara bergantian meminta komentar tentang kebakaran hutan di Indonesia, yang asapnya menyerbu negeri jiran.
Kaban memang mengakui adanya pembakaran hutan di sejumlah wilayah di Sumatera dan Kalimantan. Pekan lalu, dalam kunjungannya ke Kalimantan Tengah, misalnya, Kaban masih menemukan titik-titik api di sekitar Pangkalan Bun. Bulan lalu, lebih dari seribu titik muncul di Sumatera, dan tiga perempat di antaranya berada di Provinsi Riau.
Titik api yang diperoleh dari satelit NOAA milik Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) juga terdapat di Kalimantan Timur. ”Ini mengkhawatirkan,” kata Louisa Tuhatu, Direktur Komunikasi The Nature Conservancy Indonesia. Tak hanya itu, data gambar dari rekaman satelit juga menunjukkan bahwa hotspot (titik api) ada di Serawak dan Sabah.
LSM Jikalahari, Wahana Lingkungan Hidup, Eyes on the Forest, Forest Watch, The Nature Conservancy, dan World Wild Fund for Nature meminta pemerintah menindak tegas pelaku pembakaran hutan. Mereka menuding perusahaan pemilik konsesi HTI dan HPH sebagai biang kebakaran di Riau. Koordinator Walhi Riau, Rully Syumanda, menjelaskan titik panas muncul terus-menerus di areal perkebunan swasta dan milik pemerintah, termasuk milik delapan pengusaha Malaysia.
Hanya, Kementerian Lingkungan Hidup mengaku mengalami kesulitan membuktikan secara hukum keterlibatan perusahaan tersebut. Menteri Rahmat Witoelar menjelaskan, persoalan poor governance membuat identitas pembakar hutan sulit terungkap. Bukan apa-apa, menangkap pelaku pembakaran perlu data otentik, dan data satelit dianggap belum bisa menjadi bukti. ”Harus mencari yang membakar,” ujar Khairul Zaenal, Ketua Badan Pengawas Dampak Lingkungan Riau.
Padahal, menurut Undang-Undang Perkebunan, pemilik konsesi wajib bertanggung jawab atas lahan miliknya. ”Jadi, tidak perlu kita mencari siapa yang membakar,” ujarnya.
Untung Widyanto, Purwanto, Oktamandjaya Wiguna (TNR)
TITIK API PARA BOS HUTAN 18 Juli - 16 Agustus
Daerah perkebunan Tak ada informasi: 174 Non Grup: 123 Surya Dumai: 85 Wilmar: 60 PTPN V: 58 Visual Grp Limited Malaysia: 43 Klau Ribber Ent. SDN Mays: 39 Minamas/Guthrie Malaysia: 28 Sambu: 21 Sinar Mas: 20 Asian Agri/RGM: 17 Musim Mas: 10
KASUS YANG TERBENGKALAI TAHUN 2004 Status: Penyempurnaan berkas
TAHUN 2003 Status: Ditolak* (data tidak tersedia untuk PT Argoraya Gematrans)
ASAP KIRIMAN
Angin menerbangkan asap dari hutan Sumatera dan Kalimantan ke Malaysia, Brunei Darussalam, dan Singapura. Perdana Menteri Malaysia Abdullah Ahmad Badawi sampai menelepon Presiden Susilo Bambang Yudhoyono soal ini.
RACUN DALAM ASAP
SEJARAH BENCANA
Salah satu petaka kebakaran hutan terbesar di Indonesia terjadi pada 1997. Asap tebal membuat beberapa kota Kalimantan, Malaysia dan Singapura nyaris lumpuh, sekolah ditutup, transportasi terganggu, penerbangan ditunda. Hampir 264 ribu hektare hutan terpanggang api dengan kerugian ditaksir Rp 10,25 triliun.
Kebakaran hutan bukan monopoli negeri ini. Di Amerika Serikat salah satu bencana kebakaran hutan terbesar terjadi pada 1988 dan 2000, 3,1 juta hektare hutan hangus, 21 petugas pemadam api tewas.
Di bawah Payung Asap
Bencana asap kebakaran hutan selalu saja memayungi langit Indonesia dari tahun ke tahun. Tahun ini, asap tebal dari si jago merah melanglang ke Malaysia, Brunei Darussalam, dan Singapura dan membuat transportasi di negara itu—juga beberapa kota di Kalimantan—terganggu. Biang asap kali ini jelas: para pengusaha pemilik hak pe-ng-usahaan hutan (HPH) yang membakar semak dan pohon demi perkebunan atau hutan tanaman industri (HTI). Lembaga swadaya menggugat para pemilik HPH nakal itu ke pengadilan
Yang Digugat Para Pembakar
YANG DIGUGAT PADA 2005**
Keterangan:
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo