Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menyatakan, untuk mengedukasi masyarakat supaya siap menghadapi risiko bencana dapat dilakukan tidak hanya melalui langkah taktis, tetapi juga melalui seni.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Semua upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat menuju ketangguhan bencana harus dilakukan melalui berbagai pendekatan, termasuk seni dan kreativitas," kata Muhadjir dalam acara Malam Puncak Penganugerahan Tangguh Award 2024 di Jakarta, Sabtu, 21 September 2024, yang dikutip Antara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Muhadjir menjelaskan bahwa Indonesia berada di kawasan ring of fire, sebuah jalur yang mengelilingi cekungan pasifik dan merupakan pusat aktivitas gunung api dunia. Di sepanjang jalur ini, terdapat sekitar 450 gunung api, dan 127 di antaranya berada di Indonesia.
Kondisi geografis ini, kata Muhadjir, membuat Indonesia menjadi negara dengan risiko bencana alam yang tinggi, terutama dari aktivitas vulkanik-tektonik. "Indonesia adalah negara kedua dengan jumlah gunung api terbanyak di dunia, dan hal ini memiliki konsekuensi langsung terhadap risiko bencana, di darat maupun laut," ujarnya.
Oleh sebab itu, kata Muhadjir, masyarakat Indonesia harus terus diedukasi sehingga benar-benar sadar bahwa mereka tidak memiliki pilihan lain selain bersikap positif, proaktif, dan antisipatif terhadap segala bentuk bencana yang bisa terjadi kapan saja. "Kesadaran masyarakat harus terus dibangun. Kurangnya kewaspadaan sering kali membuat kita tidak bisa menghindari jatuhnya korban," katanya.
Muhadjir menyoroti beberapa peristiwa bencana yang memakan korban akibat kelalaian. Salah satunya adalah banjir bandang di Kelurahan Rua, Kota Ternate, Maluku Utara, beberapa waktu lalu. Wilayah tersebut dalam sejarahnya pernah banjir bandang besar limpasan dari Gunung Api Gamalama 70 tahun silam. Namun karena kejadiannya sudah lama, sejarah itu cenderung terlupakan.
"Ditambah banyak pendatang di sana mereka tidak mengetahui rekam jejak bencana lingkungannya itu sehingga membangun permukiman di lokasi rawan itu, Ketika permukiman semakin padat dan tiba-tiba banjir datang kembali, kampung tersebut hancur. Ini yang harus diperhatikan. Jangan sampai terjadi lagi," ujar Muhadjir.