Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Badak Jawa Mati dan Tak Terdeteksi

Sedikitnya 33 ekor badak Jawa hilang dari pantauan kamera jebak di Taman Nasional Ujung Kulon. Kata polisi 26 ekor mati diburu.

4 Juni 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Dari rilis yang dikeluarkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada tanggal 5 Oktober 2023, Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus Desmarest, 1822) terekam di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), Banten. menlhk.go.id

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KEMENTERIAN Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) beringsut setelah mengetahui adanya perburuan 26 badak Jawa (Rhinoceros sondaicus) di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), Banten. Kementerian merencanakan verifikasi terhadap kematian puluhan hewan dilindungi tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Sebanyak 26 badak yang diburu itu jangka waktunya belum dijelaskan,” kata Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) KLHK Satyawan Pudyatmoko pada Sabtu, 1 Juni lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Satyawan menjelaskan, pemerintah telah memiliki catatan ihwal laporan kematian badak Jawa di Indonesia. Meski tidak rinci, menurut dia, data KLHK bakal disandingkan dengan temuan Kepolisian Daerah Banten tentang laporan kematian badak bercula satu itu. Apalagi temuan kepolisian membeberkan adanya perburuan satwa yang mengakibatkan terbunuhnya 26 ekor badak Jawa. 

Kepolisian Daerah Banten sebelumnya menangkap 13 orang atas perburuan badak Jawa di Taman Nasional Ujung Kulon. Para tersangka merupakan jaringan pemburu cula yang memperdagangkannya secara ilegal. Perburuan ini yang disinyalir mengakibatkan badak Jawa, yang status konservasinya kritis (CR) menurut Uni Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN), menghadapi ancaman kepunahan. 

Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus Desmarest, 1822) di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), Banten, yang terekam sepanjang bulan Juli hingga September 2023. menlhk.go.id

Peneliti dari Yayasan Auriga Nusantara, Riszki Is Hardiyanto, menyebutkan temuan perburuan 26 ekor badak Jawa menunjukkan kegagalan pemerintah dalam menjaga satwa langka tersebut. “Temuan ini merupakan kegagalan luar biasa KLHK untuk mengelola konservasi spesies badak Jawa di Indonesia. Parahnya, masalah ini sudah jamak terjadi di banyak taman nasional,” ucap Riszki. 

Pemerintah sebetulnya telah membangun mekanisme rencana aksi konservasi badak Jawa. Tujuannya untuk menyelamatkan dan mengembangbiakkan badak Jawa, khususnya di Taman Nasional Ujung Kulon. Pemerintah membuat sejumlah skenario penyelamatan, dari melakukan penjagaan, menjamin ketersediaan pakan bagi satwa soliter itu, hingga membangun sistem pelacakan menggunakan kamera jebak.

Pada Agustus tahun lalu, KLHK bahkan membentuk tim patroli yang melibatkan Brigade Mobil Kepolisian Daerah Banten, Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak, organisasi Rhino Protection Unit Yayasan Badak Indonesia (YABI), dan Aliansi Lestari Rimba Terpadu (ALeRT). Patroli ini bekerja selama satu tahun untuk menghentikan perburuan dan perdagangan badak Jawa.

Menurut Riszki, rencana aksi tersebut tak berjalan sesuai dengan rancangan. Justru perburuan terus berlangsung tanpa henti. Dugaan itu muncul ketika mereka melakukan penelitian pada medio September 2022 hingga Maret 2023 di Taman Nasional Ujung Kulon. Yayasan Auriga mengumpulkan beragam bukti yang mengindikasikan adanya kematian badak Jawa akibat perburuan satwa. 

Pada 2018, seekor badak jantan bernama Samson ditemukan mati. Diduga kematian Samson akibat praktik perburuan lantaran didapati lubang di tengkorak Samson. Lubang yang serupa dengan bekas tembakan senjata api itu menembus tengkorak Samson. Riszki juga mendapati temuan jerat dan beberapa kasus bekas tembakan pada tubuh badak. 

Pada periode 2021-2022, Yayasan Auriga juga mencatat puluhan jejak manusia yang terekam masuk ke Taman Nasional Ujung Kulon. Bahkan terlihat orang-orang membawa senjata api yang terekam dalam kamera jebak. Aktivitas ini disinyalir berhubungan dengan menghilangnya belasan ekor badak Jawa dari tangkapan kamera jebak. 

Riszki menyebutkan sedikitnya 17 ekor badak Jawa tidak terdeteksi kamera jebak pada 2021. Dari jumlah tersebut, dua ekor di antaranya ditemukan mati diduga akibat perburuan. Hilangnya jejak badak Jawa dari kamera jebak bertambah menjadi 33 ekor pada 2022. “Masalahnya, tidak ada secuil pun informasi yang disampaikan Balai Taman Nasional atau KLHK mengenai masalah ini,” ucap dia. 

Dia meminta pemerintah mengevaluasi besar-besaran tata kelola konservasi badak. Utamanya, dalam jangka pendek, menjelaskan ihwal perbedaan data kematian yang dilaporkan KLHK dengan data Kepolisian Daerah Banten. KLHK hanya mencatat 11 kematian pada periode 2012-2022. Sangat jauh dibanding temuan 26 kematian yang didapati kepolisian. 

Menurut Riszki, perbedaan data kematian badak tersebut mesti ditindaklanjuti. Dia berharap KLHK transparan mengenai populasi badak Jawa, dari badak yang mati alami, diburu, hingga yang masih tersisa saat ini. "Angka 26 individu yang disebut Polda Banten tersebut perlu ditelusuri secara rinci dan tuntas, termasuk jenis kelamin serta usia setiap individunya," ucap Riszki.

Pada Mei 2023, kata Riszki, Yayasan Auriga juga merilis temuan adanya 15 individu badak yang tidak pernah lagi terpantau kamera jebak dalam durasi tiga tahun terakhir. Setelah Auriga merilis laporan bertajuk "Badak Jawa di Ujung Tanduk", menurut Riszki, terjadi banyak perbaikan di TNUK, terutama perihal proteksi. "Kami mengapresiasi Balai Taman Nasional Ujung Kulon yang melaksanakan poin-poin rekomendasi dari laporan kami waktu itu," dia mengungkapkan.

Ihwal penangkapan terhadap gembong perburuan liar di Ujung Kulon, menurut Riszki, penegakan hukum masih berada di level eksekutor lapangan. "Belum terlihat siapa pembeli, pun pemodal perburuan. Bahkan nuansa kriminal terorganisasi dari para tersangka pun belum terlihat. Karena itu, penyidik perlu memburu dalang dan penyokong kejahatan luar biasa ini," ucapnya.

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Banten Komisaris Besar Didik Hariyanto menjelaskan lembaganya masih terus mengembangkan kasus perburuan badak ini, terutama untuk mendata jumlah badak yang diburu. “Jumlah kematian masih bisa bertambah dan masih bisa berkurang karena kami masih melakukan pengembangan," kata Didik, Senin, 3 Juni lalu.

Anak badak jawa berjenis kelamin jantan dengan ID. 089.2022 (LordZac). Terekam pertama kali di Blok Cinogar pada tanggal 18 September 2022 pukul 08.29 WIB dari induk yang bernama RATU (ID. 035.2011) di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), Banten. menlhk.go.id

 

Menurut Didik, penangkapan dan pengungkapan kasus perburuan terhadap hewan bercula ini masih dilakukan terhadap satu gembong besar. Ia menyebutkan terdapat dua gembong yang selama ini aktif terlibat dalam perdagangan cula badak hasil perburuan di Taman Nasional Ujung Kulon. "Kita masih mengejar gembong yang satu lagi."

Didik mengatakan penangkapan dilakukan tidak hanya terhadap para aktor lapangan yang merupakan warga di sekitar TNUK, tapi juga penadah cula hasil perburuan. Penadah yang sudah ditangkap bernama Liem Hoo Kwan Willy. "Kami masih kesulitan untuk memburu siapa yang di atas dia karena dia mengaku kesulitan berbahasa Indonesia," ucapnya.

Kepala Balai Taman Nasional Ujung Kulon Ardi Andono menolak memberikan informasi mengenai 26 badak bercula satu yang mati dibunuh pemburu. Menurut dia, data yang disampaikan kepolisian berbasis pengakuan para tersangka yang sedang dijerat. “Tidak usah ditanggapi, biarkan saja,” ucap Ardi saat dihubungi, Sabtu, 1 Juni lalu.

Taman Nasional Ujung Kulon berfokus menjaga badak-badak yang masih ada. Patroli juga menggandeng pihak kepolisian. "Kami juga lagi berupaya melakukan pengamanan menggunakan drone," kata dia. Adapun data populasi badak Jawa yang dihimpun KLHK tersisa 91 individu. 

IRSYAN HASYIM, AVIT HIDAYAT

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Avit Hidayat

Avit Hidayat

Alumnus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas PGRI Ronggolawe, Tuban, Jawa Timur. Bergabung dengan Tempo sejak 2015 dan sehari-hari bekerja di Desk Nasional Koran Tempo. Ia banyak terlibat dalam penelitian dan peliputan yang berkaitan dengan ekonomi-politik di bidang sumber daya alam serta isu-isu kemanusiaan.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus