Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Panen Sorgum di Lahan Tandus

Tanaman sorgum tak butuh banyak air untuk tumbuh. Cocok ditanam di daerah gersang seperti Nusa Tenggara Timur sebagai pengganti beras.

20 Juni 2016 | 00.00 WIB

Panen Sorgum di Lahan Tandus
material-symbols:fullscreenPerbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

DALAM tiga tahun terakhir, hujan semakin jarang datang di Nusa Tenggara Timur. Curahnya pun sedikit dengan durasi hanya empat bulan. Dari yang biasanya dimulai pada November bergeser menjadi awal Januari pada tahun lalu. Akibatnya, banyak tanaman mati kekeringan, seperti padi dan jagung. Namun, di antara tanaman keluarga rumput itu, ada satu yang dapat bertahan dan tetap tumbuh, yakni sorgum.

Ya, meski tanah di Nusa Tenggara Timur tandus dan kering, sorgum tumbuh subur. Pada awal Mei lalu, di Dusun Likotuden, Desa Kawalelo, Kecamatan Demon Pagong, Kabupaten Flores, Nusa Tenggara Timur, Tempo menyaksikan langsung panen raya sorgum. Sebanyak 90 ton sorgum dipanen dari 32 hektare lahan kering milik 62 keluarga. Dari seluruh area di Flores Timur, panen raya menghasilkan 200 ton sorgum dari 65 hektare lahan kering.

Kepala Desa Kawalelo, Paulus Ike Kola, mengatakan sudah dua kali Dusun Likotuden merayakan panen raya sorgum. Tanaman ini terbukti mampu bertahan meski curah hujan minim. "Kalau padi, jagung, dan kedelai sudah mati," kata Paulus. Sorgum tak butuh banyak air untuk tumbuh. Hasil studi House (1985) menunjukkan bahwa untuk menghasilkan 1 kilogram akumulasi bahan kering sorgum hanya diperlukan 332 kilogram air. Bandingkan dengan jagung dan gandum yang masing-masing memerlukan 468 dan 514 kilogram air.

Sorgum (Sorghum spp.) merupakan tanaman serbaguna yang dapat digunakan sebagai sumber pangan, pakan ternak, dan bahan baku industri. Ada banyak jenis sorgum, tapi hanya satu spesies yang ditanam untuk dikonsumsi manusia, yakni sorghum bicolor. Sedangkan jenis sorgum yang banyak digunakan untuk bahan baku industri adalah molasses sorghum. Sorgum juga bisa digunakan untuk memproduksi minuman beralkohol dan sebagai bahan baku biofuel.

Sebagai bahan konsumsi, sorgum diyakini memiliki sumber nutrisi tinggi dan bisa ditambahkan sebagai diet sehat tinggi vitamin, seperti niacin, riboflavin, dan thiamin. Selain itu, sebagai mineral penting, seperti magnesium, zat besi, tembaga, kalsium, fosfor, dan kalium. Sorgum mampu menyediakan hampir separuh dari asupan harian protein yang dibutuhkan tubuh. Nilainya mencapai 48 persen.

Di Dusun Likotuden, jenis sorgum yang ditanam adalah kuali sabu. Bulirnya tanpa kulit keras. Sorgum berwarna kelabu ini setelah dipanen dikeringkan dengan cara dijemur. Sorgum kuali sabu banyak ditanam di Flores Timur dan kecamatan lain, kecuali di Lembor. Bagi warga Dusun Likotuden, sorgum bukan tanaman asing. Ini tanaman lokal yang pernah tumbuh di daerah Flores. "Orang sini menyebutnya watablolo," ucap Paulus.

Walau pernah menjadi tanaman utama di Flores Timur, sorgum sempat menghilang selama hampir lebih dari dua dasawarsa. Penyebabnya, pemerintah Orde Baru melalui program swasembada beras mengharuskan lahan produktif ditanami padi. Akibatnya, sorgum tersisih dan terlupakan. Kini sorgum telah kembali ke Nusa Tenggara Timur. Sebagian petani di Kabupaten Lembata mulai menanam sorgum dengan varietas yang sama dengan di Likotuden. Sorgum dianggap cocok untuk Pulau Lembata yang kering dan tandus. Curah hujan rata-rata 001,95 milimeter per tahun.

Setelah panen pertama Mei lalu, warga Lembata mengolah sorgum menjadi berbagai penganan, seperti kue apam atau jenis kue lain. Sorgum juga diolah dalam bentuk bubur. Panen sorgum di Kabupaten Lembata berlangsung di Desa Wuakerong seluas 10 hektare dan 5 hektare di Desa Baobolak. Di Desa Wowon dan Walangsawa, Kecamatan Omesuri, luasnya mencapai 10 hektare.

Berbeda dengan di Likotuden dan Wuakerong, di Kecamatan Lembor jenis sorgum yang ditanam adalah sorgum merah dengan kulit. Petani di sana sudah tiga kali panen raya dengan hasil rata-rata dua ton per hektare. Menurut Benediktus Pambur, 37 tahun, Ketua Aliansi Petani Lembor (Apel), Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, sekitar 80 persen hasil panen sorgum biasanya untuk dikonsumsi sendiri. Sisanya dijual. Ada 60 petani yang tergabung dalam Apel dan menanam sorgum dengan luas lahan 17 hektare.

"Kami mendapat pesanan satu ton untuk benih dan konsumsi," kata Benediktus, Selasa dua pekan lalu. Biji sorgum untuk benih masih berkulit keras mirip gabah. Adapun sorgum untuk konsumsi sudah digiling dan tak berkulit. "Harga sorgum benih Rp 8.000 per kilogram dan yang untuk dikonsumsi Rp 10.000 per kilogram," ucap Benediktus.

Pada 1970-an, sorgum banyak ditanam di Nusa Tenggara Timur. Hanya, pada waktu itu, tanaman ini lebih untuk mengelabui hama burung. Biasanya sorgum ditanam di sela-sela tanaman padi. Sorgum yang tingginya mencapai dua meter menjadi pelindung padi dari serangan burung. "Burung akan memilih memakan biji sorgum karena tanaman itu lebih tinggi dari padi," ujar Paulus. Pada 1980-an, tanaman sorgum mulai menghilang.

Penyebaran tanaman sorgum di Nusa Tenggara Timur kembali dimulai pada 2009. Adalah Maria Loretha, penggerak pertanian pangan lokal lahan kering di Flores Timur, yang secara gigih mengumpulkan benih tanaman sorgum. Perempuan 27 tahun ini awalnya mencoba menanam benih sorgum di Pulau Adonara, tempat tinggalnya. Beberapa varietas yang cocok untuk tanah gersang di Nusa Tenggara Timur ia coba kembangkan.

Langkah Maria rupanya terpantau oleh Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (Kehati). Organisasi nirlaba pengelola dana hibah mandiri yang memfasilitasi berbagai upaya pelestarian dan pemanfaatan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan ini mendukungnya secara penuh. "Sejak itu saya makin bersemangat mengenalkan sorgum kepada masyarakat Nusa Tenggara Timur," ucap Maria. Berkat usaha kerasnya itu, sekarang sorgum ditanam di sembilan kecamatan di Pulau Flores, Pulau Lembata, dan Adonara (lihat "Peta Lahan Sorgum di Nusa Tenggara Timur").

Saat berkunjung ke Manggarai Barat, Maria bertemu dengan Benediktus. Visi mereka tak jauh berbeda dan sepakat mengenalkan sorgum di Kecamatan Lembor. Tak berhenti di daerah itu, Maria melanjutkan misinya mengenalkan tanaman sorgum ke seluruh Nusa Tenggara Timur. Menurut Maria, lahan kering di wilayah Nusa Tenggara Timur tak semuanya cocok untuk tanaman padi. Itu sebabnya ia gencar mengenalkan sorgum. Di lahan kering seperti di Desa Likotuden hampir mustahil menanam padi, yang butuh lahan gembur dan banyak air. "Bagaimana anak-anak di sini tidak kekurangan gizi kalau kondisinya seperti itu?" ujar Maria.

Untuk melakukan pendekatan kepada petani agar mau beralih menanam sorgum, Maria juga meminta dukungan Keuskupan Larantuka. Gayung bersambut. Lembaga gereja itu menugasi romo untuk ikut mendampingi petani dalam mengembangkan tanaman sorgum. Agar berbentuk lembaga, mereka lantas mendirikan Yayasan Pembangunan Sosial Ekonomi Larantuka.

Uskup Larantuka, Frans Kopong Kung, mengatakan sudah sepatutnya pihaknya memberi dukungan penuh untuk program ini. Sebab, tanaman sorgum terbukti lebih efektif mencegah rakyat dari kelaparan dan kekurangan gizi. "Petani akhirnya mampu mendukung kedaulatan pangan yang diharapkan pemerintah," kata Frans di sela panen raya sorgum di Likotuden.

Nur Haryanto


Peta Lahan Sorgum di Nusa Tenggara Timur

Kecamatan Adonara
Desa Waiotan 4 ha

1. Kecamatan Lembor
Desa Raminara5 ha
Sambirlalong3 ha
Leweng2 ha
Pocokoe3 ha
Tebang3 ha
Ngancar2,5 ha
Sarong2 ha
Persawahan Munting1 ha

2. Kecamatan Detusoko (Ende)
Desa Detusoko2 ha

3. Kecamatan Kota Baru (Ende)
Desa Kota Baru3 ha

4. Kecamatan Titihena (Flores Timur)
Desa Sirinuho 5 ha

5. Kecamatan Demon Pagong (Flores Timur)
Desa Kawalelo 32 ha

6. Kecamatan Tanjung Bunga (Flores Timur)
Desa Riang Puho6 ha
Desa Wai Kelibang 8 ha

7. Kecamatan Nagawutun (Lembata)
Desa Wuakerong 10 ha
Desa Baobolak 5 ha

8. Kecamatan Omesuri (Lembata)
Desa WowonWalangsawa 10 haSUMBER: YAYASAN KEANEKARAGAMAN HAYATI INDONESIA (KEHATI)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus