Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Jaringan Advokasi Tambang atau JATAM menolak dicantumkan sebagai informan utama dalam disertasi doktoral Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Koordinator Nasional JATAM, Melky Nahar, mengatakan pihaknya tidak pernah memberikan persetujuan untuk menjadi informan dalam disertasi Bahlil yang berjudul “Kebijakan, Kelembagaan, dan Tata Kelola Hilirisasi Nikel yang Berkeadilan dan Berkelanjutan di Indonesia”.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kami tidak pernah memberikan persetujuan, baik secara tertulis maupun lisan, untuk menjadi informan utama bagi disertasi tersebut,” kata Melky dalam surat resmi yang ditujukan kepada Rektor Universitas Indonesia (UI), Ketua Senat Akademik UI, Ketua Dewan Guru Besar UI, serta Ketua Majelis Wali Amanat UI, tertanggal 6 November 2024.
Menurut Melky, JATAM hanya memberikan persetujuan untuk diwawancara oleh Ismi Azkya yang memperkenalkan diri sebagai peneliti Lembaga Demografi UI. Namun, kata Melky, JATAM tidak diberi informasi bahwa wawancara tersebut merupakan salah satu proses penelitian untuk disertasi Bahlil.
Melky mengatakan, JATAM baru mengetahui adanya pencantuman nama sebagai informan utama ketika sudah menerima salinan disertasi Bahlil pada Rabu, 16 Oktober 2024. “Kami menuntut nama JATAM beserta seluruh informasi yang telah diberikan untuk dihapus dari disertasi tersebut,” ucap Melky.
Profil JATAM
Dikutip dari jatam.org, JATAM adalah jaringan organisasi non pemerintah (ornop) dan organisasi komunitas yang memiliki kepedulian terhadap masalah-masalah HAM, gender, lingkungan hidup, masyarakat adat dan isu-isu keadilan sosial dalam industri pertambangan dan migas.
Menurut JATAM, Indonesia tidak hanya menanggung praktik pertambangan yang destruktif di atas tanah dan sumber daya alamnya. Akan tetapi juga telah memiliki daftar panjang menyedihkan tentang pelanggaran HAM termasuk penggusuran paksa, hilangnya sumber kehidupan serta kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak.
JATAM bekerja dengan masyarakat korban di banyak daerah di Indonesia yang dirusak oleh kegiatan pertambangan dan migas. Posisi dan tuntutan JATAM lahir dari keprihatinan terhadap penghancuran masiv lingkungan dan sosial ekonomi masyarakat setempat akibat industri pertambangan dan migas. JATAM menemukan banyak fakta di lapangan bahwa industri pertambangan mensejahterakan adalah mitos belaka.
Landasan JATAM adalah pengelolaan secara adil dan bijak kekayaan tambang dan sumber energi hanya untuk memenuhi kebutuhan dasar rakyat dan menjamin keberlanjutan keselamatan rakyat dan ekosistem kini dan masa depan”.
Dikutip dari laman jatam.org, filosofi dasar JATAM adalah terciptanya perlakuan yang adil dan keterlibatan bagi semua orang sejalan dengan hak-hak asasi manusia dan nilai-nilai lingkungan hidup. Filosofi ini merupakan motivator utama dibalik semua kegiatan JATAM.
Kegiatan-kegiatan JATAM bertujuan untuk mewujudkan hak hidup masyarakat Indonesia di lingkungan yang sehat, produktif, bahagia, dan berkelanjutan. Dalam kegiatannya JATAM dibatasi oleh Etika dan Nilai-nilai Dasar JATAM.
Adapun etika dan nilai-nilai dasar JATAM adalah sebagai berikut:
1. Tidak menerima dana dari perusahaan tambang dan jasa pertambangan serta perusahaan lain yang merusak dan mencemari lingkungan.
2. Tidak menerima dan mengerjakan program-program yang dirancang atau yang didanai oleh perusahaan pertamabngan dan jasa pertamabngan kecuali yang didasari pada kesepakatan dengan masyarakat yang setara dan tidak mengikat.
3. Tidak boleh menjadi konsultan untuk kepentingan perusahaan tambang dan pihak-pihak lain yang merusak lingkungan dan melanggar HAM.
4. Tidak mendukung dan berpartisipasi dalam upaya yang bertentangan dengan perjuangan JATAM. Apabila terbukti konstituen JATAM telah melanggar nilai-nilai dasar dan etika JATAM maka akan kehilangan hak sebagai konstituen.
Nila-nilai dasar JATAM terdiri dari partisipatif, demokratis, keadilan gender, antikekerasan, solidaritas, nonpartisan, nondiskriminatif, keadilan antargenerasi, dan perilaku bijak terhadap ekosistem.
ANANDA RIDHO SULISTYA | ANASTASYA LAVENIA Y