Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Yayasan Pengembangan Biosains dan Bioteknologi (YPBB) David Sutasurya menyalahkan pemerintah daerah atas terjadinya kondisi darurat sampah di Bandung. Kebijakan pengelolaan sampah pemerintah daerah dinilai tidak jelas. “Buat kita ini nomor satu kesalahan pemerintah,” ujarnya, Selasa 2 Mei 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Timbunan sampah menumpuk di berbagai tempat pembuangan sementara (TPS) di Kota Bandung. Pemerintah Kota Bandung lewat akun media sosialnya meminta maaf kepada warga karena pelayanan sampah terganggu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gangguan layanan disebabkan tempat pembuangan akhir (TPA) Sarimukti sempat libur saat Lebaran dan hanya satu zona yang digunakan untuk lokasi pembuangan. Selain itu tingginya curah hujan membuat truk sulit menuju TPA Sarimukti.
Faktor lainnya disebutkan karena rute menuju TPA sempat macet imbas arus mudik, dan naiknya volume sampah saat bulan Ramadan. Untuk mengatasinya, Pemerintah Kota Bandung menambah unit pengangkut dan alat berat, pola substitusi di TPS yang overload, berkoordinasi dengan Pemerintah Jawa Barat untuk normalisasi TPA Sarimukti, mengajak warga terlibat program Kang Pisman, dan menyiapkan TPA darurat di Cicabe.
Merunut kejadian ke belakang, masalah sampah di ibu kota Jawa Barat dan daerah sekitarnya muncul setelah TPA Leuwigajah meledak. Longsoran gunungan sampahnya pada 21 Februari 2005 hingga menewaskan puluhan orang.
Setelah itu muncul julukan "Bandung Lautan Sampah" akibat limbah yang menumpuk dan bertebaran di penjuru kota, hingga kemudian Pemerintah Jawa Barat yang berwenang menangani sampah regional memutuskan TPA sampah baru di Sarimukti di Kabupaten Bandung Barat.
Menurut David, lahan TPA Sarimukti merupakan kawasan hutan kelolaan Perhutani yang sebenarnya tidak untuk tempat sampah. Pembuangan sampahnya pun bukan open dumping, melainkan landfill, dan lokasinya juga untuk pengelolaan sampah organik. “Ini kondisi yang terjadi karena kesalahan pemerintah melalaikan tugasnya,” ujar dia.
Tugas pemerintah, kata David, harusnya memastikan pengelolaan sampah yang berwawasan lingkungan sesuai undang-undang. Sampah harusnya dikumpulkan setelah dipilah organik dan non-organik kemudian yang dikirim ke TPA sampah hanya tinggal residu.
Namun upaya pemilahan sampah itu sempat diganggu oleh narasi penggunaan insinerator untuk membakar semua sampah tanpa harus dipilah. Kalangan aktivis lingkungan menolak keras rencana pemerintah itu, di antaranya karena polusi dan bukan teknologi yang berkelanjutan.
Di sisi lain, pemerintah daerah tidak membuat rencana besar untuk pemilahan sampah. “Kalau suatu program dilakukan tanpa grand design dan anggaran kecil, itu artinya tidak komitmen,” kata David.
Pemerintah Jawa Barat yang berwenang untuk mengelola sampah regional, menurutnya, sesuai Undang-Undang Pemerintahan Daerah berhak mengatur apa yang harus dilakukan di TPA sampah regional dan dituruti oleh pemerintah kota dan kabupaten. Mereka bisa mensyaratkan hanya sampah residu yang boleh dibuang ke TPA sampah.
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.