Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KE hutan Gunung Salak lelaki itu menyuruk. Sepuluh hari berjalan kaki seorang diri, melintasi lembah, membungkuk-bungkuk di bawah rerimbunan pepohonan. Dia datang bukan untuk menaklukkan gunung yang membentang di wilayah Sukabumi-Bogor itu. Petualangan itu demi impian berburu tumbuhan imut-imut yang jarang dilirik orang, yakni lumut. Lelaki itu adalah Herdi.
Bagi dia, lumut adalah keindahan alam yang terlupakan. Sudah beberapa tempat ia datangi hanya untuk mengumpulkan dan mengoleksi tanaman mini itu. Herdi sedang membuat sejarah baru: taman lumut terbesar dan terlengkap di dunia yang dibangun di Kebun Raya Cibodas, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.
Di dunia saat ini tak ada kebun botani yang mengoleksi lumut dalam sebuah kebun yang luas. Di Mosses Garden, Jepang, misalnya, memang telah ada kebun serupa, tapi jumlah terbatas, hanya beberapa puluh jenis. Demikian juga di kebun botani di Inggris, yang hanya mengumpulkan lumut langka yang diawetkan.
Di Missouri, Amerika Serikat, kebun botani setempat juga memamerkan koleksi lumutnya. Namun, kebun yang menampung 130 jenis lumut itu adalah kebun alami, lumut dibiarkan berkembang sendiri, tanpa ditanam.
Impian Herdi dan teman-temannya di Kebun Raya Cibodas melampaui semua itu. Mereka berambisi pada 11 April 2006, saat kebun itu berulang tahun yang ke-153, kerajaan lumut itu telah berdiri. Jumlah koleksinya direncanakan menampung 500 sampai 600 jenis lumut. Jumlah itu 30 sampai 40 persen dari total lumut yang rencananya akan dikumpulkan, yakni 1.500 jenis.
”Kami sedang berburu lumut dari daerah-daerah,” kata Holif Imanuddin, ketua proyek taman lumut ini. Jika koleksi lumut nanti lengkap, taman akan dibangun sampai 2.500 meter persegi luasnya.
Taman lumut itu sudah mulai disiapkan. Rabu pekan lalu, di tengah sengatan matahari yang memanggang puncak bukit, sejumlah pekerja sibuk mengayun cangkul. Sesekali mereka meratakan tanah dengan sepatu bot. Teh dalam plastik dibiarkan tergeletak di bawah pohon cemara. ”Kami bangga membuat taman lumut pertama di dunia,” ujar Makmur, 47 tahun, ahli tanaman paku-pakuan yang sudah tiga bulan ini bekerja membangun taman.
Saat ini, di kebun yang berada sekitar 800 meter dari jalan raya Jakarta-Cipanas itu sudah terkumpul 172 jenis lumut yang diambil dari dalam Kebun Raya Cibodas. Jumlah itu belum termasuk sekitar 300 jenis lumut lain yang belum teridentifikasi. Sebagian adalah hasil perburuan Herdi ke beberapa gunung.
Menurut Holif, eksplorasi terhadap lumut punya banyak manfaat. Berbagai riset membuktikan bahwa banyak lumut yang berguna. Lumut, kata Holif, telah menghasilkan sejumlah temuan, misalnya lumut hati yang baru-baru ini ditemukan ternyata bermanfaat untuk bahan kosmetik. Di luar negeri, lumut banyak digunakan sebagai tanaman hias sekaligus pengatur kelembaban tanah.
Di negeri ini, lumut dianggap tanaman jorok, pertanda sebuah ruangan lembab yang jarang dibersihkan. Penelitian tentang lumut jarang sekali dilakukan. Kehadiran taman ini, kata Indah Windraji, peneliti di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Indah, ”Akan sangat membantu penelitian.”
Kebun Raya Cibodas berusaha melakukan penelitian lumut, bekerja sama dengan pakar lumut dari negara-negara Asia Tenggara. Untuk tahap awal, mereka akan bekerja sama dengan peneliti dari Laboratorium Lumut Kebun Raya Bogor.
Di tanah miring Cibodas, para pekerja berlomba dengan waktu. Mereka menyiapkan gundukan tanah, batu, dan kayu lapuk—tiga bahan yang disukai lumut. Tak jauh dari sana, beberapa peneliti juga sibuk menganalisis agar taman yang dibangun itu kondisinya menyerupai habitat asli lumut.
Sejarah baru sedang ditulis di Cibodas.
Purwanto (Cianjur)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo