Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEPERTIGA abad ternyata tak mengubah kebiasaan Diman. Pak tua 60 tahun yang tinggal di Kapuk Muara, Jakarta Barat, itu tetap ”setia” pada Kali Angke yang letih dan murung. Saban hari ia selalu saja menggelontorkan selapis- busa tebal bekas cucian dan buang hajat ke Sungai Angke. Tak lupa ia juga menambah- tumpukan sampah di air su-ngai yang hitam pekat itu. Nyaris tak ada yang berubah.
Satu-satunya yang berubah adalah, dulu ia buang semua sampah itu langsung dari WC panggung. Plung! Dan lang-sung amblas diseret air. Kini, karena zaman sudah maju dan toilet panggungnya digusur Pemerintah Daerah Jakarta, ia memindahkan kamar mandinya ke rumahnya yang berjarak belasan meter dari bibir Kali Angke. Tapi, urusan buang-membuang limbah rumah tangga ke kali tak berubah. Ia kini meng-gunakan pipa pralon yang terjulur ke bibir sungai.
Kebiasaan itu bukan monopoli Diman- belaka. Orang sekampungnya, ”Yang -rumah-nya dekat kali, semua tak mau mem-bangun septic tank,” katanya ke-pada Tempo. Semua menyerahkan sam-pa-hnya kepada Kali Angke.
Maka, kini jadilah Angke yang se-karat. Parasnya hitam pekat, berbau, dan selalu bermisai busa yang tebal. Sisa olahan dapur, cucian, dan tinja semua ada di Angke. Angke yang nyawanya sudah di ujung leher ini tampak jelas dari hasil pemantauan Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah DKI Jakarta yang dilakukan pada akhir tahun 2005 lalu.
Penelitian itu menunjukkan kadar fosfat di sungai itu mencapai 1,20 mili-gram per liter. Angka itu nyaris tiga kali lipat dari standar yang dibolehkan, yakni 0,50 miligram per liter. Kadar fosfat tertinggi ada di Muara Kamal, yang mencapai 1,40 miligram per liter, sedang-kan di kanal Cengkareng Drain men-capai 1,20 miligram per liter.
Kadar zat pencuci deterjen (surfaktan) di Angke pun sama tingginya, 1,20 miligram per liter. Kadar ini juga melebihi baku mutu yang 1,00 miligram per liter. Sedangkan di Cengkareng Drain, kadarnya mencapai 1,60 miligram per liter.
Temuan menohok itu mungkin bagi Diman tak berarti apa-apa. Setiap pagi, ia dan keluarganya memulai ritual hari-an seperti biasa: buang sampah dan hajat ke sungai.
Pencemaran bahan kimia di sungai, ”Kebanyakan disumbang oleh deterjen,” kata Kepala Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Jakarta, Kosasih Wirahadikusumah Kosasih, kepada Tempo beberapa waktu lalu.
Dia menjelaskan, kebanyakan bahan- pembersih yang beredar di Indonesia- -me-rupakan deterjen dengan kadar keras. Menurut Kosasih, kerasnya deterjen- -lantaran mengandung fosfat tinggi hingga lebih dari 18 persen. Kandungan seperti inilah yang membuat kondisi air sungai kian buruk.
Kehadiran fosfat dalam deterjen- se-benarnya bukan sebagai bahan pem-bersih-. Ia adalah senyawa penguat un-tuk- meningkatkan efisiensi kerja surfak-tan melepas kotoran dari baju—itu sebabnya deterjen dianggap bisa mencuci sen-diri. Senyawa penguat ini bertugas melunakkan air yang sadah atau terlalu basa dengan mengikat mineral-mineral yang beterbangan di air. Dengan begitu, surfaktan yang biasanya berjumlah 30 persen dari total deterjen bisa berkonsentrasi membuyarkan kotoran di baju.
Kehadiran surfaktan dan fosfat me-rusak- keseimbangan mikroorganisme peng-urai di sungai. Kodok-kodok lahir- abnormal. Kehadiran limbah rumah tang-ga dan guyuran air cucian yang -ka-ya fosfat juga membuat ganggang tipe ter-tentu meledak populasinya. Keha-diran-nya, menurut Hendra Michael Aquan dari Fauna & Flora International- (orga-nisasi yang mengurusi perbaik-an -lingkungan hidup), menyedot oksigen di air.
Akibatnya, bakteri pembusuk juga tak bisa bekerja. ”Ikan juga akan mati karena tak kebagian oksigen,” kata dia. Minimnya oksigen juga menyebabkan- air menebarkan bau busuk dan ber-warna hitam kental.
Jakarta bukannya tak peduli soal ini. Sejak 1997, provinsi ini sudah meng-gelar Program Kali Bersih (Prokasih) melalui Surat Keputusan Gubernur Nomor 582 Tahun 1995. Di dalam program ini juga termasuk penataan permukim-an di bantaran kali. ”Solusi pencemaran air di Jakarta memang harus dilakukan secara terpadu,” kata Yunani, Kepala BPLHD Jakarta.
Tapi, hingga kini hasilnya masih jauh dari harapan. Angke dan sungai di Jakarta tetap saja merana. Lihat saja data yang dilansir Wahana Lingkungan Hidup- Indonesia (Walhi). Pada 1998, racun deterjen sudah menyusup ke dalam air minum. Pada tahun itu, dalam sejumlah tes kualitas air keluaran Per-usahaan Air Minum (PAM) Jaya, ternyata ditemukan deterjen dengan kadar 0,12 miligram per liter. Demikian juga pada 1999, dengan konsentrasi deterjen 0,17 miligram per liter. ”Padahal standar konsentrasi deterjen di air minum yang dibolehkan hanya 0,05 miligram per liter,” tutur P. Raja Siregar, Manajer Kampanye Urusan Air, Pangan, dan -Keberlanjutan Walhi.
Kadar racun di sungai-sungai juga setali tiga uang. Menurut data dari Badan Pengelolaan, kualitas fisik air di sekitar- Teluk Jakarta tak pernah memenuhi standar baku mutu sejak 2001. Daerah Kamal adalah contohnya. Pada 2001 kadar fosfat di air sungai di sana mencapai 1,23 miligram per liter. Setahun kemudian kadarnya menjadi 1,81 miligram per liter. Tahun 2003 kadarnya melonjak jauh menjadi 3,14 miligram per liter.
Hendra menilai itu terjadi karena Pemerintah Daerah Jakarta maupun pemerintah pusat tak serius memecahkan persoalan tersebut. Dia mengambil contoh kasus Kali Angke, yang hanya dibersihkan dan dikeruk bila ada Festival Perahu Naga antara bulan Oktober dan November. ”Padahal di luar itu sungai tetap dibanjiri sampah,” kata dia.
Pemerintah Jakarta sendiri pernah punya ide membuat instalasi pengolah air limbah rumah tangga di berbagai perkampungan. Instalasi ini, menurut Kosasih beberapa waktu lalu, bisa melayani sekitar 20 rumah.
Bila ide itu jalan, mungkin Angke dan sungai-sungai lain di Jakarta bisa bernapas sedikit lebih lega.
Deddy Sinaga, Muchamad Nafi, Amal Ihsan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo