PENGHUNI sebuah kompleks perumahan di Jakarta pernah menyerbu ke
halaman musholla di seberang rumahnya. Kulit beduk musholla itu
dirobeknya dengan klewang. Masyarakat sekitar heran dan
berkomentar "Ia seorang sarjana, kok perangainya begitu."
Peristiwa itu terjadi tahun lalu, ketika menjelang Hari Raya
semalam suntuk beduk musholla itu tak hentinya ditabuh oleh para
pemuda. Sang sarjana, yang sebetulnya terkenal taat beribadah,
tak tahan lagi mendengarkan suara gaduh itu. dan meledaklah
emosinya.
Farid Jusuf, pedagang di kompleks itu mengatakan "Ini kan hanya
sekali setahun." Juga Ny. Syamsuarni Syamsudin, pegawai pemda
Sul-Teng di Ujung Pandang, tidak merasa terganggu "Hanya sekali
setahun, jadi wajar," katanya. Rumahnya hanya 50 m dari mesjid
yang menggunakan beduk plus pengeras suara.
Nurdin laga yang tinggal di Perumnas Ujung Pandang, juga
berlapang dada. "Bagi kita orang Islam hal itu suatu kewajiban,"
katanya saleh. Ia juga menganggap wajar kalau pemuda malam hari
menjelang sahur membangunkan orang dengan teriakan. "Ini malah
membantu," tambahnya.
Di beberapa tempat harga rumah sekitar mesjid bisa turun akibat
bunyi-bunyian yang mengganggu. Tapi "bagi orang Islam tinggal
lebih dekat dengan mesjid, lebih baik," kata orang Ujung Pandang
tadi. Juga sepaham Usman Yusuf, pegawai negeri dan penduduk
kampung Sukaramai, Banda Aceh. "Sebagai orang Aceh, rumah harus
dekat mesjid, haru puas," katanya.
Tapi Usman mengakui bunyi dari pengeras suara memang mengganggu.
di kampung Sukaramai, langgarnya saling berdekatan dan
masing-masing punya pengeras suara. "Suara azan saja bisa beradu
tiga atau empat. Tidak khidmat lagi mendengarnya," katanya
kesal.....
Pacik, pengurus Mesjid Agung Kuta Alam di Banda Aceh, tak pernah
menerima keluhan masyarakat sekitarnya akibat bunyi-bunyian.
"Maklum, di sini kan daerah Aceh. Gengsi dong," katanya. Pacik
memakiumi anak-anak yang sering serampangan menabuh beduk.
"Ramadhan kan merupakan puncak penantian mereka saban tahun."
Ramli, penduduk kampung Tanah 80, Kelender, Jakarta, tinggal
berjarak 10 meter dari langgar. Suara beduk itu baginya
memantapkan suasana bulan Puasa. Namun ia juga merasa jengkel
mendengarkan anak-anak keliling kampung sambil berteriak,
apalagi waktu sahur.
Di Surabaya, Syamsudin justru merasa kehilangan kebiasaan pemuda
ini. Pengusaha muda ini belum lama tinggal di daerah Rungkut,
pindah dari karmpung. Karena tidak pernah lagi dengar teriakan
anak-anak, "malah sering ketinggalan waktu sahur, katanya.
Niscaya Syahdu
Lain pendapa seorang ibu di kampung Malang, Surabaya. "Apa iya
ada dalam agama membangunkan orang dngan berteriak histeris
diiringi lagu tak senonoh," ujarnya. Sedang M. Abi Agil dari Jl.
KH Mansur, Surabaya, berkata "Itu tradisi jelek. Sejak
anak-anak ngeluyur selama bulan puasa penyakit ayah tambah
kambuh."
Selama bulan puasa terdengar pengajian sepanjang malam dari
pengeras suara mesjid Sunan Ampel. Mesjid tertua dan terluas di
Ja-Tim ini terletak di tengah permukiman padat di kota Surabaya.
Sangat hebat pengeras suaranya, apalagi di bulan puasa.
Mungkinkah ini menambah pada kebisingan? M. Hafidz Majid,
ta'mirul (penyemarak) mesjid itu membantah. "Kami punya muazzin
yang bersuara emas, dan peralatan elektronik kami bukan
sembarangan," katanya. Tapi Sjafeii Ali karenanya mengeluh "Bayi
saya tak sempat tidur banyak selama bulan puasa ini."
Rumah keluarga Machful Bachtiar di Jl. Pamuji, Ujung Pandang,
berjarak dengan mesjid sekitar 150 m. "Saking kerasnya suara itu
terdengar pecah" kata Machful. "Seandainya volume alat
elektronik dikecilkan, niscaya azan tau pengajian itu terdengar
syahdu." Tapi pengeras suara dari mesjid di kampung Layang
Utara, mulai dibunyikan pada jam 02.00 pagi.
Jl. Fadeli Luran, Ketua Umum DPP Ikatan Masjid Musholla
Muttahidah menjelaskan bahwa ledakan pengeras suara di Ujung
Pandang bermula pada tahun 1967. "Ada yang memasang kasetnya
kemudian pergi tidur," katanya mengenang masa lalu. Kemudian
IMMIM menertibkan hal ini dengan mengedarkan jadwal penggunaan
pengeras suara kepada lebih 300 mesjid dan musholla di Ujung
Pandang. "Umumnya jadwal ini ditaati," tutur H. Fadeli. "Tapi
ada juga yang nakal. Kalau saya tahu orangnya langsung saya
tegur."
Di Aceh, selain beduk dan pengeras suara sirene memberi tahu
waktu berbuka puasa, waktu sahur dan waktu imsak. Sirene ini
selama Ramadhan menaung dari pucuk Mesjid Raya Baiturahahim
Banda Aceh misalnya dan terdengar sejauh radius 4 km. Setiap
saat 5 menit lamanya, bahkan waktu sahur selama 10 menit.
Pedoman yang mengatur bunyi-bunyian tidak pernah ada di Aceh.
Bahkan pemda sendiri turut menganjurkan supaya bulan suci
Ramadhan ini disemarakkan dengan jalan apapun.
Sekarang belum ada kesimpulan jelas tentang pengaruh negatif apa
yang ditimbulkan oleh suara bising. Namun Dr. Mulyono MA, dosen
Ilmu Psikologi di UI dan pengasuh ruang ilmu itu di teve
melihatnya bgini: Kalau cahaya bercampur maka hasilnya terang.
Lain halnya dengan suara. Kalau terjadi percampuran suara tanpa
pola maka yang timbul adalah gaduh, bising atau complex noise.
Kebisingan itu tidak semata-mata ditentukan sumber suara itu
tetapi juga tergantung dari pribadi penerimanya dan sedang dalam
keadaan apa si penerima itu. Orang cenderung bersikap lebih
sensitif terhadap suara bikinan orang lain, ketimbang terhadap
yang ditimbulkan sendiri. Memang ada orang yang karena suara
azan saja merasa kebisingan. Sebaliknya ada juga yang merasakan
kenikmatan bathiniah di kala mendengarkan suara azan waktu
subuh.
Zaman Romawi
Dr. Daldiri M., psikolog di Surabaya, mengatakan bahwa semua
bunyi-bunyian, asalkan tidak berlebihan, memang dibutuhkan
manusia. "Kalau sedang dilanda sepi, suara cicak pun indah,"
katanya. Ia mengakui bahwa memang ada orang yang terpengaruh
oleh bising dan merasakan iritasi. "Yang penting, asal suara itu
tidak berlebihan, orang tidak akan mengalami gangguan jiwa,"
katanya.
United Nations Environment Programme (Program Lingkungan PBB)
mengemukakan dalam suatu laporan bahwa bising tidak saja bisa
menimbulkan gangguan jiwa pada seseorang, tetapi juga gangguan
fisiologis. Misalnya, tekanan darah dan denyut jantung
meningkat, sedang berbagai otot mengencang di kala orang
mendengarkan suara bising, apalagi mendadak. Di samping itu
terdapat gangguan pada proses pencernaan, kontraksi otot mag
terhenti, dan tubuh tidak menghasilkan zat pencernaan yang
esensial. Perobahan ini memang berkurang di kala suara itu sudah
dianggap biasa. Namun tetap akan ada perobahan psikologis dalam
jangka waktu lebih lama, kalau tetap menyerap suara bising itu.
Sejak zaman Romawi ketika dilarang melakukan pacuan kereta
perang berkuda di jalan umum pada malam hari manusia telah
berusaha untuk mengatur dan mengatasi gangguan yang ditimbulkan
bising dan gaduh. Masyarakat modern pun makin terdorong untuk
menolak kebisingan yang ditimbulkan oleh berbagai peralatan
industri, transpor dar komunikasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini