Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kreek! Dua buah kelapa hijau itu langsung remuk terinjak. Seketika Joah menghentikan kegiatannya mengelilingi kandang dan berlari ke arah datangnya suara. Dilihatnya sang induk, Agustin, memisahkan sabut dari batok kelapa dengan belalai dan memakannya. Joah langsung menyerobot dan ikut memasukkan sabut kelapa muda ke mulutnya.
Joah, gajah kecil berusia dua bulan yang lahir pada 20 Oktober 2013, adalah hadiah besar bagi Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta, dan para pawang gajah. Ia gajah pertama yang lahir dalam 15 tahun terakhir di kebun binatang itu.
"Kami senang sekaligus waswas dan takut saat Joah lahir," kata Sudi, pawang gajah di Ragunan, saat ditemui akhir Desember lalu. Sekarang Joah sudah cerdik. Kadang ia iseng menyeruduk perawatnya yang sedang membersihkan kandang.
Kegembiraan menyambut bayi gajah jantan itu bertambah ketika datang hadiah kejutan tambahan. Mulyani, gajah betina berusia 25 tahun yang juga nenek Joah, tiba-tiba melahirkan pada 2 Desember dinihari. "Tak ada yang tahu karena semua pawang libur pada Ahad itu. Perkiraan saya, Mulyani baru melahirkan pada pertengahan Desember," ujar Sudi.
Bayi gajah kedua diberi nama Desi. "Sederhana saja karena ia lahir bulan Desember," kata Sudi.
Proses kelahiran Desi-anak pasangan Mulyani dan Melki, 22 tahun-juga luput dari kamera pemantau di kandang. Untungnya Desi, yang berbobot 100 kilogram, lahir normal.
Kelahiran dua bayi gajah Sumatera itu adalah kabar baik bagi upaya konservasi gajah. "Di Ragunan sekarang ada 14 ekor, termasuk dua bayi gajah yang baru. Kami beruntung ada gajah bisa melahirkan di sini," ucap juru bicara Taman Margasatwa Ragunan, Wahyudi Bambang.
Joah dan Desi bukan gajah pertama yang lahir di Ragunan. Ibu Joah, Agustin, merupakan gajah kedua yang lahir di kebun binatang tersebut. Beberapa hari sebelum kelahiran Agustin, gajah betina bernama Ratih melahirkan Bogi, gajah pertama yang lahir di penangkaran di Indonesia. Sayang, Bogi tak sempat tumbuh dewasa. "Kata dokter, ada kelainan, semacam kebocoran jantung," ujar Sudi.
Sejak Bogi dan Agustin lahir pada 1999, tak ada lagi bayi gajah yang lahir. Pengelola Ragunan sudah berusaha mengawinkan 12 gajah penghuni Ragunan. Beberapa kali upaya mengawinkan gajah dilakukan sejak 2007, tapi tidak ada yang berhasil.
Sama seperti manusia, gajah ternyata punya cara sendiri untuk mencari pasangan. Bila tak sesuai dengan kriteria si gajah, perjodohan terancam gagal. Bahkan perkawinan Agustin dengan gajah jantan bernama Tarzan bubar karena "kekerasan dalam rumah tangga".
Pejantan yang semestinya mengawini Agustin justru bersikap agresif. "Mereka dicampur sehari-semalam. Agustin justru dihajar terus, makanya mereka dipisahkan lagi," kata Sudi. Sejak itu, para pawang pasrah. Mereka tak lagi "ikut campur" dalam bursa jodoh gajah. Mamalia besar itu dibiarkan mencari pasangannya sendiri.
Keputusan itu ternyata tepat. Pada 2011, para pawang menyadari Agustin telah bunting. Gajah betina itu tinggal dalam kandang berisi sembilan gajah, yaitu tiga betina dan enam jantan. "Ukuran dan bentuk tubuhnya berubah," ujar Sudi, yang sudah 14 tahun jadi pawang gajah di Ragunan.
Selama 22 bulan masa kehamilan, kondisi Agustin dipantau secara khusus. Pawang bergantian berjaga di kandang menunggu gajah itu melahirkan. Satu setengah bulan menjelang kelahiran, mereka bahkan menginap di dekat kandang.
Proses kelahiran Joah, yang dipantau pawang dan dokter hewan, termasuk normal. Agustin, yang berusia 14 tahun, tidak menunjukkan gejala aneh menjelang melahirkan. Sekitar pukul 05.30, Joah lahir. Bobotnya 80 kilogram. Setengah jam setelah lahir, Joah sudah bisa berdiri.
Joah langsung dikarantina selama dua minggu untuk dipantau kesehatannya. Apalagi bayi gajah pertama setelah belasan tahun itu lahir tepat pada hari Minggu, saat teramai pengunjung mendatangi Ragunan.
Pengelola Ragunan juga merahasiakan berita kelahiran Joah. Mereka khawatir keramaian pengunjung akan mengganggu kesehatan bayi gajah itu. Agustin dan Joah pun dipindahkan ke kandang baru yang lebih terbuka agar memperoleh sinar matahari lebih banyak. Pagar kandang Agustin juga ditutupi terpal dan spanduk bekas agar terhindar dari pengunjung.
Tak hanya menjaga Joah dari kepungan pengunjung, para pawang juga harus melindungi bayi gajah itu dari bapaknya sendiri, Arli, gajah berusia 21 tahun. Awalnya keluarga muda itu tinggal bersama dalam satu kandang. Namun Arli cenderung mengganggu dan berubah galak terhadap Joah. "Setelah dua minggu, anaknya dikejar terus, maka kami berusaha pisahkan mereka," kata Sodikin, pawang gajah yang bekerja di Ragunan sejak 1995.
Untuk melindungi Joah, pagar pembatas yang kuat dibuat di dalam kandang Agustin karena tak mungkin memindahkan ibu dan anak itu ke kandang lain. "Karena sesama pejantan, Joah dianggap ancaman," ujar Sodikin, yang berpengalaman lima tahun sebagai pawang gajah di Way Kambas, Lampung.
Pada siang hari, Mulyani dan Desi juga menempati kandang bersama Agustin dan Joah, tapi mereka pindah ke kandang sebelah pada malam hari.
Dari empat gajah itu, hanya Mulyani yang jinak dan penurut. Ia bahkan dijadikan gajah tunggang pada hari Minggu. "Ditarik kupingnya untuk memintanya keluar, ya, menurut. Disuruh duduk juga mau," ucap Sudi.
Berbeda dengan induknya, Agustin masih "liar". Ia jadi agak jinak karena kebetulan punya anak. "Kalau enggak punya anak, mana bisa didekati?" kata Sudi.
Gajah tergolong mamalia yang cepat beradaptasi. Ketika Desi dan Joah lahir, para pawang bisa segera berinteraksi dengan mereka. Hal itu terlihat saat Mulyani dan Agustin anteng saja ketika Sodikin memasuki kandang untuk menyapu. Bahkan Joah datang mendekat, mengusap-usapkan kepala ke kaki Sodikin dan sesekali mendorong pria itu. "Beginilah, kami bekerja sambil bermain bersama bayi gajah," ujar Sodikin, tertawa.
Pengelola Ragunan sebenarnya tak hanya mencoba mengawinkan gajah, tapi juga binatang lain yang masuk daftar terancam punah, termasuk orang utan. Namun usaha memasangkan kera besar itu juga sama sulitnya. "Orang utan ada yang tenang, jail, dan buas," kata Eli Rismanto, perawat yang bekerja di Orangutan House Ragunan.
Namun ikhtiar mereka tak sia-sia. Kini Orangutan House memiliki satu penghuni baru. Pada 8 Desember lalu, orang utan betina bernama Siska melahirkan seekor orang utan betina yang mereka beri nama Nurminar. Ia "menggantikan" Vulkani, orang utan jantan berusia 3 tahun yang mati terlilit rantai ketika bermain di kandangnya, 30 November 2013. Nyawa Vulkani tak terselamatkan meski dibawa ke klinik hewan.
Kendati tugas para perawat hewan Ragunan bertambah dengan datangnya anggota baru, mereka justru menganggapnya sebagai hiburan di tengah padatnya tugas. "Kalau sehari enggak mengelus bayi gajah ini, rasanya seperti ada yang kurang," ujar Sodikin.
Gabriel Titiyoga
Jumlah Satwa Taman Margasatwa Ragunan Per 31 Desember 2012
Satwa | Spesies | Ekor |
Ikan | 15 | 165 |
Reptil | 37 | 252 |
Burung | 118 | 680 |
Mamalia | 82 | 873 |
Total | 252 | 1970 |
Estimasi Satwa Hidup Liar di Taman Margasatwa Ragunan
Satwa | Spesies | Ekor |
Ikan | 0 | - |
Reptil | 0 | - |
Burung | 7 spesies | 620 ekor |
Mamalia | 1 | 250 |
Total | 8 spesies | 870 ekor |
Daftar Hewan Dilindungi yang Ada di Ragunan
Singa | 10 |
Harimau Sumatera | 30 |
Harimau putih Benggala | 21 |
Macan tutul Jawa | 1 |
Macan tutul Sri Lanka | 8 |
Jaguar | 3 |
Kucing hutan | 4 |
Gajah Sumatera | 12 |
Beruang madu | 20 |
Beruang Sri Lanka | 2 |
Beruang cokelat Eropa | 1 |
Beruang hitam Amerika | 2 |
Kudanil | 6 |
Kudanil kerdil | 3 |
Orang utan Kalimantan | 43 |
Orang utan Sumatera | 4 |
Simpanse | 3 |
Gorila dataran rendah | 3 |
Kukang | 22 |
Lemur ekor cincin | 4 |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo