DALAM memoarnya yang baru saja terbit, bekas presiden Amerika,
Richard Nixon, bercerita tentang kunjungannya ke Uni Soviet
tahun 1959. Ketika itu Nikita Krustjov baru saja muncul sebagai
orang kuat baru dan menjadi sekretaris jenderal Partai Komunis.
Yang menjadi presiden adalah Vososhilov, pensiunan jenderal yang
terkenal kepemimpinannya dalam Tentara Merah selama Perang Dunia
Kedua. Tapi dalam memoarnya itu, Leaders, Nixon tidak hanya
bicara tentang diplomasi global dengan Krustjov yang katanya
suka menggertak. Yang menarik dari pengalaman Nixon adalah soal
status.
"Suatu waktu, saya berjalan dengan Voroshilov di depan, sedang
Krustjov mengikuti saja di belakang. Saya agak rikuh karena tahu
betul bahwa yang berkuasa sebenarnya Krustjov, sedang Presiden
Voroshilov hanya untuk urusan seremonial. Karena itu saya
memperlambat langkah supaya Krustjov bisa menyusul dan berjalan
berdampingan bertiga. Tapi Krustjov menolak dengan mengatakan
bahwa ia tahu tempatnya dalam urutan protokoler," tulis Nixon.
Ternyata Brezhnev, yang kemudian menggantikan Krustjov sebagai
sekretaris jenderal PKUS, lama-kelamaan tidak begitu tahan
dengan urutan protokoler yang pura-pura itu. Sebab semua orang
tahu sekretaris jenderal PKUS lebih berkuasa dari presiden Uni
Soviet. Tapi karena jabatan itu tidak dirangkap, maka selalu
terjadi kerikuhan -- khususnya menghadapi tamu-tamu asing, dan
jika mengunjungi luar negeri. Akhirnya pada tahun 1971 Brezhnev
juga merangkap jabatan presiden. Sehingga kalau jalan bertiga,
sekretaris jenderal PKUS tidak perlu lagi menguntit di belakang
presiden dan tamu agungnya seperti dialami Krustjov. Tradisi ini
pun diambil alih oleh sekretaris jenderal PKUS yang menggantikan
Brezhnev, Yuri Andropov. Baru-baru ini Andropov juga diangkat
sebagai presiden Uni Soviet.
Pemisahan jabatan presiden dengan sekretaris jenderal PKUS
merupakan bagian dari proses destalinisasi yang dilancarkan
Krustjov. Kalau satu orang main borong jabatan penting dalam
negara, maka kecenderungannya menjadi diktator bertambah kuat.
Untuk mencegah kultus individu inilah jabatan presiden
dipisahkan dari sekretaris jenderal PKUS. Untuk jadi sekretaris
jenderal PKUS terjadi persaingan habis-habisan. Maklum saja,
nama permainannya kekuasaan.
Siapa jadi sekretaris jenderal PKUS harus hati-hati dalam
tindakan. Salah melangkah saja di tangga kantornya, bisa-bisa
para pengamat Kremlin (kremlinologist) di Barat pada saling
berkata: "Oh, dia pasti sakit. Lihat saja, melangkah satu tangga
sudah harus dipapah. Tapi sakit apa? Kalau kaki yang tidak kuat
diangkat, bisa karena kesemutan akibat duduk terlalu lama. Tapi
masyarakat sampai harus ditolong. Mungkin lebih serius,
reumatik. Tapi kan bisa telan obat terus tokcer. Pasti salah
satu: lever atau ginjal". Akibatnya keluarlah ramalan yang
begitu banyak dan simpang-siur, yang akhirnya sirna setelah
minggu berikutnya sang sekretaris jenderal dengan angkah tegap
seperti komandan upacara melangkahkan kakinya.
Orang yang jadi presiden sebaliknya hanya berfunsi untuk
upacara-upacara formal. Yang dipilih juga orang-orang yang
pribadinya bakal kalah pamor dari sang sekretaris jenderal,
misalnya Voroshilov ataupun Podgorny. Walaupun anggota Politbiro
dan dilibatkan dalam soal-soal penting, pejabatnya masih bisa
santai. Akhir pekan masih sempat ke dacha. Kalau ingin ke luar
negeri tinggal bilang saja ke sekretaris jenderal, nanti diatur.
Lagipula tidak perlu pusing-pusing, karena tombol hotline dengan
Gedung Putih ada di meja sekretaris jenderal. Jadi kalau dunia
lagi terancam, yang pertama kali tahu adalah sekretaris
jenderal. Ini terus berlangsung, sampai akhirnya Brezhnev
menganggap pemisahan jabatan itu menjadi kurang praktis.
Misalnya, kalau mau KTT, yang berangkat justru sekretaris
Jenderal, sedang presiden jaga gawang.
Selain soal praktis, penyatuan kembali jabatan juga melambangkan
masalah status, yakni tambah kuasanya sang sekretaris jenderal.
Kalau Andropov diangkat sebagai presiden, ini berarti
konsolidasi kekuasaannya sudah mantap. Pemimpin-pemimpin negara
lain haruslah menganggap dialah yang "pegang kendali", formal
maupun informal, lewat jalan depan sebagai presiden maupun lewat
jalan belakang menurut tradisi intel yang lama digumulinya.
Status sekretaris jenderal yang kuat sekarang ikut dilimpahkan
pada jabatan presiden, sehingga status presiden pun jadi tinggi.
Di negara-negara lain, soal status memang sudah dianggap salah
satu bentuk telanjang 'kekuasaan'. Kalau orang jadi kepala atau
pimpinan instansi, kursinya saja sudah lain. Pegawai-pegawai
lain kursinya biasa saja: dari kayu yang keras pun tidak apa,
supaya jangan ambeien. Organisasi modern makin memperlihatkan
kecenderungan hierarhikal, dalam 'pandangan pertama' pengunjung
instansi itu. Di pintu luar ada penjaga yang selalu siap bilang:
"Tunggu dulu, saya lihat Bapak ada atau sedang ke luar". Di
pintu dalam ada sekretaris yang tidak kalah jelinya.
Itulah yang sebenarnya sudah diramalkan Max Weber dalam teori
sosiologinya, dengan menyatakan bahwa karena pemegang kekuasaan
adalah manusia juga, status merupakan salah satu pencerminan
kekuasaan. Bentuknya bisa macam-macam: kursi yang mendul-mendul,
rumah dinas yang lain sendiri, ujung jalan yang bebas hambatan
ataupun tulisan All the buck stop here, seperti pada meja
presiden Amerika Serikat, untuk menunjukkan bahwa tanggung jawab
kenegaraan terakhir diambil oleh orang yang duduk di belakang
meja itu.
Akibatnya, masyarakat penuh orang yang mencari status,
status-seekers, yang bermacam bentuknya. Pemimpin-pemimpin
negara komunis tadinya bangga dengan tradisi puritan dan
egalitarian yang digagaskan Marx. Orang seperti Ho Chi Minh ke
mana-mana pakai sandal. Mao Tse Tung menghapuskan kepangkatan
dalam Tentara Pembebasan Rakyat-nya. Tapi adanya privilise dan
status-seekers di negara komunis sudah sejak tahun 1950-an
dikhawatirkan intelektual Yugoslavia Milovan Djilas, dengan
tuduhannya tentang 'kelas baru'. Kiranya, penyatuan jabatan
sekretaris jenderal dengan presiden di Uni Soviet, seperti
dilakukan Brezhnev dan Andropov, memperkuat pengamatan Weber.
Bahwa pada dasarnya manusia itu ....
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini