Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Mencari Solusi demi Kelestarian Air

World Water Forum di Bali menjadi sarana tepat para pegiat lingkungan menukar ide menyelamatkan air.

19 Mei 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Tim Forum Air Dunia (World Water Council) meninjau lokasi expo World Water Forum ke-10 di Bali Nusa Dua Convention Center, Badung, Bali, 17 Mei 2024. ANTARA/Nyoman Hendra Wibowo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Sejumlah pegiat lingkungan dan sungai diberi kesempatan memaparkan ide mereka dalam World Water Forum.

  • Pegiat Ciliwung akan unjuk gigi program wisata edukasi dalam forum air dunia. 

  • Pro dan kontra rencana pemerintah pamerkan program Citarum Harum.

Rangkaian kegiatan World Water Forum ke-10 di Bali dibuka di Pantai Surf Surf By The Wave, kawasan Kura Kura Bali, Denpasar, kemarin. Acara penting tersebut dimulai dengan upacara melukat. Sekitar 2.000 delegasi dan peserta forum yang datang ke lokasi melukat disambut oleh tabuhan gamelan Gong Gede yang biasa digunakan masyarakat adat Bali untuk mengiringi tarian sakral. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Selanjutnya, ada prosesi sembahyang bersama dipimpin pendeta dan diikuti seluruh umat Hindu yang hadir. Terakhir, para delegasi dan peserta forum melepas satwa ke alam liar yang terdiri atas 1.000 ekor tukik alias bayi penyu, 1.000 ekor burung, dan lima ekor penyu dewasa. Upacara pembukaan World Water Forum juga dihadiri oleh Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan serta penjabat Gubernur Bali, Sang Made Mahendra Jaya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Forum air terbesar dunia yang ke-10 ini dihelat pada 18-25 Mei 2024 serta berfokus pada empat hal, yakni konservasi air, air bersih dan sanitasi, ketahanan pangan dan energi, serta mitigasi bencana alam. Dalam forum ini akan digelar sesi pleno dan diskusi panel yang menjadi inti agenda World Water Forum yang mengambil tema “Water for Shared Prosperity”. Sesi pleno dan diskusi panel ini akan diikuti oleh para pemimpin dunia, pakar air, pemangku kepentingan, dan panelis dari berbagai belahan bumi.

Sejumlah tokoh pegiat lingkungan Tanah Air juga diundang untuk berpartisipasi dan berbagi pengalaman dengan peserta forum lainnya. Salah satunya adalah Hidayat, Ketua Yayasan Sahabat Ciliwung. Hidayat dikenal sebagai salah satu aktivis lingkungan yang berjibaku membersihkan Sungai Ciliwung di wilayah Kota Depok, Jawa Barat, sejak 2014. 

Relawan Komunitas Sahabat Ciliwung membawa kantong berisi sampah di Sungai Ciliwung, Depok, Jawa Barat, 2019. TEMPO/M. Taufan Rengganis

Satu tiket ke Forum Air Dunia didapat Hidayat setelah Yayasan Sahabat Ciliwung berhasil menjadi juara dalam Lomba Komunitas Peduli Sungai Tingkat Provinsi Jawa Barat yang digelar oleh Dinas Sumber Daya Air Provinsi Jawa Barat pada Maret lalu. Dalam lomba tersebut, Hidayat menyodorkan program kerja Yayasan Sahabat Ciliwung yang diberi nama Arung Edukasi Sungai. 

"Di Bali, saya akan paparkan program ini," kata Hidayat kepada Tempo saat ditemui di markas Yayasan Sahabat Ciliwung, Depok, Jumat lalu. 

Hidayat mengatakan program Arung Edukasi sebenarnya sudah dijalankan sejak 2018 hingga sekarang. Program tersebut menjadi impian Hidayat dan koleganya untuk mengubah citra Ciliwung yang kotor, menyeramkan, dan berbahaya menjadi lokasi wisata air alternatif.  

Dalam program tersebut, Hidayat mengajak tamu bermain arung jeram menggunakan perahu karet lengkap dengan perangkat keamanan yang sesuai dengan standar. Beruntung jeram-jeram di Ciliwung tak terlalu ekstrem sehingga sangat layak diperuntukkan sebagai wisata arung jeram.  

Di sela arung jeram itu, mereka mengajak para tamu memulung sampah-sampah anorganik yang ditemui selama menyusuri Ciliwung. Berbekal karung plastik, sampah-sampah yang sudah dikumpulkan akan dibawa ke garis finis yang sekaligus markas Yayasan Sahabat Ciliwung. "Sesampainya di lokasi, tamu akan diajak untuk melakukan sensus sampah atau memilah-milah sampah."  

Harapannya, para tamu akan melihat satu per satu sampah yang dibuang ke sungai. Sebab, sejatinya sampah-sampah yang ditemukan di Ciliwung merupakan limbah domestik yang dekat dengan kehidupan dan kebutuhan manusia. Dengan begitu, diharapkan para peserta kegiatan akan lebih sadar akan bahaya membuang sampah kemasan ke sungai. 

"Kami ingin peserta sadar bahwa membuang sampah jauh lebih mudah ketimbang membersihkan sampah dari sungai," ujar Hidayat.

Ketua Komunitas Sahabat Ciliwung, Hidayat, saat ditemui di markas komunitas di kolong jalan tol Cinere-Jagorawi, Depok, 17 Mei 2024. TEMPO/Indra Wijaya

Selain itu, Hidayat sempat beberapa kali melakukan penyuluhan pentingnya kelestarian sungai ke sejumlah sekolah dari setingkat sekolah dasar di wilayah Kota Depok. Dalam penyuluhan itu, Hidayat menyinggung larangan membuang sampah dalam bentuk apa pun ke dalam sungai sampai pentingnya tanaman untuk manusia. 

Selain aktivis, perwakilan pemerintah akan menunjukkan sejumlah program yang dianggap sukses melestarikan lingkungan air. Misalnya, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), yang akan memamerkan perkembangan upaya mengatasi pencemaran Danau Toba di Sumatera Barat. 

Dalam upaya tersebut, Kementerian PUPR membangun jaringan pipa Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) Parapat yang terkoneksi di dua wilayah, yaitu Parapat Kabupaten Simalungun dan Ajibata Kabupaten Toba.

Pembangunan jaringan IPAL bertujuan mencegah pencemaran perairan Danau Toba sekaligus mendukung pengembangan pariwisata di wilayah yang sudah ditetapkan Presiden Joko Widodo sebagai salah satu dari lima kawasan destinasi pariwisata super-prioritas (DPSP) itu.

Pembangunan jaringan IPAL Parapat, kata Menteri PUPR Basoeki Hadimoeljono, dikerjakan oleh Balai Prasarana Permukiman Wilayah (BPPW) Sumatera Utara sejak September 2020 dengan menghabiskan anggaran Rp 59,42 miliar. Pembangunan infrastruktur ini akan membuat air limbah domestik rumah tangga dan perhotelan tidak mencemari Danau Toba. 

Ada pula rencana Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi yang juga Ketua Panitia Nasional Penyelenggara World Water Forum ke-10, Luhut Binsar Pandjaitan, yang akan memamerkan program Citarum Harum dalam acara tersebut.

Menurut Luhut, Citarum Harum merupakan kolaborasi pemerintah dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk akademikus, pelaku bisnis, dan media. Program itu dianggap berhasil menurunkan kerusakan status sungai sepanjang 297 kilometer itu dari cemar berat menjadi cemar ringan.

Aliran Sungai Citarum di Desa Jelegong, Kutawaringin, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, 25 Agustus 2021. TEMPO/Prima mulia


Langkah kerja program Citarum Harum antara lain optimalisasi pengelolaan sampah di sepanjang DAS Citarum hingga penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku pencemaran lingkungan. "Serta edukasi dan pemberdayaan masyarakat untuk menjaga kebersihan sungai," kata Luhut, Senin, 13 Mei lalu. 

Rencana pemerintah memamerkan program Citarum Harum sempat mendapat penolakan dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia atau Walhi Jawa Barat. Melalui Direktur Walhi Jawa Barat Wahyudin, Walhi menyebutkan Citarum Harum tak layak dijadikan contoh keberhasilan dalam acara sepenting World Water Forum. 

Alasannya, keadilan atas hak air di sungai tersebut hanya dapat dirasakan oleh para pemilik modal dan kaum pengusaha. Wahyudin mencontohkan penswastaan air oleh perusahaan air kemasan serta eksploitasi air yang berlebihan oleh kegiatan bisnis properti, seperti hotel, perumahan, mal, dan apartemen. 

Adapun kalangan menengah ke bawah masih kesulitan mendapatkan haknya atas air. “Sepanjang catatan Walhi dalam kurun waktu enam tahun program Citarum Harum berjalan, sungainya masih dalam kondisi rusak,” kata dia seperti dikutip Tempo.co.

Menurut Wahyudin, Citarum masih berstatus tercemar tinggi di bagian sub ataupun daerah aliran sungainya. Pencemarannya berasal dari pembuangan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) dari industri serta sampah domestik. Selain itu, luasan lahan kritis di hulu Sungai Citarum terus meningkat dari angka 900 hektare berdasarkan data 2021.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Irsyam Hasyim dari Bali berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus