Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Tangan-tangan Penyapu Agar-agar Hitam

6 Maret 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di bawah panggangan sinar ma-tahari yang melimpah di- hamparan pantai, tangan- le-laki itu merengkuh gumpalangum-palan minyak yang hitam dan kenyal seperti agar-agar. Ukuran-nya- mulai dari sebesar kelereng hing-ga- sekepalan tangan. ”Agar-agar” hitam itu ia simpan dalam kantong plastik. Te-lapak kakinya lengket oleh minyak yang ”me-ngubur” pasir putih di bibir pulau itu.

Ba-gi banyak orang, tumpahan minyak di Kepulauan- Se-ri-bu adalah bencana. Tapi tidak demikian bagi Hayatul Fi-kri. Tumpahan minyak itu adalah setetes rezeki. ”Saya di-sewa- Rp 40 ribu per hari untuk memunguti ceceran minyak- i-ni,” ujar nelayan berusia 48 tahun itu. Pekerjaan memu-nguti gumpalan minyak adalah penghasilan lain buat Fikri sa-at musim ikan sedang ”sepi” karena ada angin barat yang ga-nas.

Di pantai Pulau Bira di Kepulauan Seribu itu ada sekitar- 20 orang yang menggantungkan nasibnya pada gumpalangumpalan minyak. Pakaian mereka yang sudah lusuh belepotan terkena noda minyak. Mereka tak peduli tangan mere-ka menghitam.

Padahal tumpahan minyak itu beracun karena mengan-dung bensol dan toluene (sejenis hidrokarbon). Bersentuhan- a-tau mengisap bensol dalam jangka waktu lama bisa menye-bab-kan ayan, menghambat peredaran darah, bahkan kema-ti-an. Sedangkan toluene bisa melukai otak dan mengganggu- sis-tem saraf.

”Harusnya mereka memakai pelindung,” kata Sumarto,- Ke-pala Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu, yang cu-ma- bisa geleng-geleng kepala melihat ”keberanian” Fikri dan- kawan-kawannya.

Di belahan bumi lain cara manual semacam itu sudah di-tinggalkan. Seperti saat Perang Teluk pada 1991, pembersih-an tumpahan minyak 24 juta sampai 60 juta galon akibat perang itu melibatkan Kerajaan Arab Saudi, Masyarakat Perlindungan Binatang Inggris, dan sejumlah kontraktor swas-ta.

Selama dua tahun mereka mengerahkan semua perala-tan- yang umum dipakai. Misalnya containment boom (pe-rang-kap minyak), vacuum (penyedot), oil skimmer (sendok- minyak-), dan dispersant spray (semprotan pembuyar mi-nyak).-

Containment boom yang terdiri dari busa dan pengapung yang dibentuk seperti seutas tali lebar, digunakan untuk me-merangkap minyak yang mengapung di permukaan air. Mi-nyak- yang sudah terkumpul disedot atau dipompa ke penampung. Alat ini biasa dipakai di perairan dalam maupun le-pas pantai. Cara mirip ini diterapkan di Kepulauan Galapa-gos, kawa-san- tempat la-hirnya teori e-volusi Dar-win-, saat -tertumpah mi-nyak pa-da- 2001. Di sa-na, minyak dipe-rangkap dengan- ker-tas khusus agar tak menyebar.

Sistem sedot adalah cara yang paling populer. Minyak yang mengotori air maupun daratan disedot ke sebuah ta-bung- besar lalu dipindahkan ke tempat pembuangan.

Adapun oil skimmer adalah alat yang bekerja seperti- kin-cir -air, menyendok minyak dan mengalirkannya ke tabung pe-nampungan. Alat ini memiliki banyak tipe, seperti tipe we-ir yang bekerja seperti bendungan, mengumpulkan dan me-nampung minyak; tipe suction yang bekerja seperti weir na-mun ditambah penyedot.

Cara pembersihan lainnya adalah menyemprotkan zat ki-mia tertentu (dispersant spray). Zat kimia itu mengurai- mi-nyak- supaya degradasinya bisa dipercepat. Namun sistem pem-bersihan semacam ini hanya bisa dilakukan di laut terbuka karena sifat kimiawinya.

Tetapi perusahaan CytoCulture International dari A-me-rika Serikat telah mempopulerkan penggunaan bahan yang lebih ramah lingkungan, yang disebut dengan biosolvent, sejak 1995. Bahan ini adalah campuran minyak sayur dan bakteri yang dapat meluruhkan sisa-sisa hidrokarbon da-lam minyak yang telah dibersihkan.

Setelah disemprotkan, zat ini akan langsung bekerja me-ngu-rangi kekentalan minyak, mengekstraksi, dan mengura-ngi- sifat adhesi (kelengketannya). Bakterinya bekerja melu-ruh-kan sisa-sisa hidrokarbon. Namun penggunaannya ba-ru terbatas di pelabuhan atau di tumpahan minyak berska-la kecil.

Di Kepulauan Seribu, yang terkontaminasi tumpahan- mi-nyak- berkali-kali sejak tahun 1999, pembersihannya masih meng-gunakan tangan-tangan telanjang nelayan. Menurut Ri-chard, mandor dari nelayan-nelayan itu, mereka diupah o-leh perusahaan tambang minyak China National Offshore Oil Company, yang beroperasi tak jauh dari perairan Kepulauan Seribu.

Deddy Sinaga, Ibnu Rusydi (Kepulauan Seribu)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus