Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Terkena para astronom

Keluhan para astronom hong kong bahwa gangguan kemilau kota di malam hari cukup gawat. penerangan kota dan polusi udara, mengganggu pengamat antariksa secara seksama. (ling)

7 Mei 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HONG KONG baru saja mernperkenalkan polusinya yang terbaru: polusi cahaya. Tapi untunglah, begitu tulis South China Morning Post 8 April lalu, yang terpengaruh hanyalah segelintir kecil penduduk kota itu. Yakni para astronom. Tapi buat para ahli ilmu falak ini, gangguan yang ditimbulkan oleh kemilau kota itu di malam hari dan atmosfir yang kotor sudah cukup gawat. Masalah itu dikemukakan awal bulan ini oleh para astronom koloni Inggeris itu dalam pembukaan pameran astronomi di Balai Kota Hongkong oleh Hongkong Amateur Astronomical Society. Pameran itu diadakan antara lain untuk memperkenalkan gagasan pendirian Planetarium Hongkong pada penduduk kota itu. Menurut rencana, "Hongkong akan memiliki teater antariksa yang ultra-modern dalam beberapa tahun", begitu diumumkan oleh ketua Dewan Kota, A. de O. Sales. Selama pameran itu, berbagai kegiatan yang bersangkutan dengan ilmu falak disajikan pada khalayak ramai. Mulai dari proses pembuatan teleskop, sampai pada melongok matahari melalui teleskop matahari - "apabila cuaca mengizinkan" begitu pengumuman penyelenggara. Namun di samping faktor cuaca itu, mereka tambahkan pula keluhan tadi. Yakni penerangan kota itu yang membuat para peneropong bintang terganggu silaunya di malam hari. Polusi udara juga mengganggu pengamatan antariksa secara seksama. Itu memang problim yang dihadapi para peneropong bintang, baik profesionil maupun amatir, yang harus bekerja di kota-kota besar. Dari segi itu, Indonesia sebenarnya beruntung karena begitu banyak daerah kosong tempat menegakkan teleskop lengkap yang terbesar sekalipun. Tapi tentu saja koordinat lintang dan bujur itu menentukan sudut pandangan yang paling cocok untuk pengamatan bintang, planet, bulan, dan benda antariksa lainnya. Sehingga orang Belanda dulu memilih Lembang untuk mendirikan teropong bintang Bosscha, misalnya. Namun sayangnya ekspansi industri bangunan - baik untuk tempat tingal permanen maupun pariwisata - kadang-kadang bisa tubrukan juga dengan kepentingan astronomi. Teropong bintang Bosscha belakangan dikabarkan mulai terganggu juga oleh polusi cahaya garagara Pertamina membangun kompleks hotel di dekatnya. Pengurus teropong bintang sudah protes, tapi belum ada kabar apakah Pertamina -- atau instansi lain, misalnya pariwisata -- bersedia membongkar hotel itu dan memindahkan lokasinya ke tempat lain. Ataukah para ahli tehnik di ITB perlu menciptakan satu kubah raksasa - misalnya dari kaca gelap yang hanya tembus pandang satu arah saja - untuk menaungi hotel itu? Agar hotel dan teropong bintang dapat hidup bertetangga tanpa saling mengganggu?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus