PEMERINTAH Arab Saudi tahun lalu dikabarkan pernah punya rencana
hebat: menyeret satu gunung es dari Kutub Selatan (Antartika) ke
Laut Merah. Maksudnya untuk dilelehkan di Arab Saudi guna
memenuhi kebutuhan air minum penduduk kawasan padang pasir itu.
Bagaimana kelanjutan gagasan itu, tak ada kabar beritanya.
Mungkin kesulitan yang utama adalah melawan arus laut yang
mengelilingi Lautan Hindia, yang dari India arahnya justru ke
Selatan. Sehingga satu-satunya jalan mengikuti arus adalah
menyusuri pantai Timur benua Australia, terus ke Utara sampai
menumbuk kepulauan Nusantara, melintasi perairan India, baru
belok kanan memasuki Laut Merah.
Tapi mampukah gunung es itu bertahan selama perjalanan melintasi
rute ikan paus Kutub Selatan berbulan-bulan lamanya? Dan tidak
keburu meleleh di perairan yang panas airnya? Atau kalau toh mau
melawan arus, harus berapa kuat kapal tunda yang menyeretnya
dari Kutub Selatan ke Arab Saudi?
Berbagai pertanyaan itu, untuk keperluan konsumsi air di daerah
lain, yakni Australia, telah diselidiki oleh 5 orang sarjana
Australia dari Universitas Flinders, Adelaide, belum lama ini.
Mereka dipimpin oleh Prof. Peter Schwerdtfeger, ahli cuaca dan
direktur Institut llmu Pengetahuan Atmosfir dan Laut Universitas
di ibukota Australia Selatan itu. Schwerdtfeger yakin bahwa
penyelidikan yang disponsori pemerintah Australia itu dapat
bermanfaat juga bagi negara-negara Amerika Selatan dan pantai
barat-daya Afrika. Kawasan Timur Tengah yang tanda dan sangat
kekurangan air, tidak disebut-sebut.
Hanyut Tanpa Tujuan
Penelitian mereka dipusatkan di sekitar pegunungan es Ross di
Kutub Selatan. Untuk itu mereka telah memasang alat-alat
elektronik yang mengukur arus air, kadar garam dan suhu air di
sekitar pegunungan es Ross.
Gunung-gunung es dari gugusan itu dewasa ini sedang memecah dari
induknya dan mengapung hanyut tanpa tujuan di Laut Selatan
sampai meleleh. Hal itu sayang sekali. Sebab volume gumpalan
gunung es itu masing-masing sama dengan 5-6 x kebutuhan air
minum setahun dari 880 ribu penduduk Adelaide. Padahal sebagian
besar kebutulu air penduduk Adelaide dipolllpa dari sungai
Murray dan diolah dengan biaya rata-rata 10 sen dollar Australia
per 1000 liter air. Melihat kian menipisnya persediaan air di
darat, Schwerdtfeger yakin bahwa satu gunung es yang kini
bernilai $A 15 juta sampai 20 juta dapat naik harganya sampai 15
x lipat menjelang akhir abad ini. Khususnya bagi negeri yang
kekurangan air. Makanya regunya ingin menyelidiki apakah mungkin
dan ekonomis untuk menyeret gunung es dari Kutub Selatan ke
bagian-bagian benua yang memerlukan air, dengan memanfaatkan
angin dan arus laut yang ada. Perjalanan yang terlalu cepat atau
terlalu lambat, harus dihindarkan. Bila terlalu cepat, pukulan
ombak akan menggerogoti es itu. Sedang bila terlalu lambat, es
itu akan meleleh habis sebelum mencapai tujuannya.
Berapa biaya dan tenaga yang diperlukan untuk mengendalikan
perjalanan gunung es itu, juga sedang diselidikinya Dalam
percobaan pertama, mereka bermaksud menggusur satu gunung es ke
pelabuhan ikan Robe di pantai tenggara negara bagian Australia
Selatan. Di situ palung kontinental berdekatan dengan pantai.
Kalau percobaan itu berhasil, dan gunung es itu dapat dilelehkan
jadi air minum, maka itulah kejadian pertama manusia meminum air
paling murni yang pernah dikenal. Menurut Schwerdtfeger, usia
gunung es di Kutub Selatan berkisar antara 10 sampai 100 ribu
tahun. Berarti gunung-gunung es itu -- yang hanya 10% dari
volumenya nongol di atas muka laut - masih bebas dari polusi
aman modern. Satu-satunya unsur pengotor yang dikandungnya
hanyalah gas atmosfir purba yang sudah memadat.
Kita Kecipratan
Para sarjana Arab Saudi sendiri, mungkin akan tertarik juga
untuk memperdalam teknologi mengimpor gunung es itu dari rekan
sejawatnya di Australia. Atau untuk saat ini menunda dulu proyek
raksasa itu, dan mengikuti jejak Kuwait yang sudah lama punya
instalasi penyulingan air laut menjadi air minum nan tawar.
Seperti yang dimiliki kapal rumah sakit AS, S.S. Hope yang
pernah melewati Indonesia belasan tahun yang lalu. Toh air laut
masih begitu banyak untuk disuling.
Adapun bagi Indonesia, kedua kemungkinan itu boleh jadi sama
menariknya. Sebab arus laut dingin dari Kutub Selatan setiap
parunan tahun kedua sempat juga melintasi pulau-pulau Timor dan
Flores, sehingga ada kemungkinan kita juga dapat kecipratan
penggalan gunung es yang diimpor orang-orang Australia. Atau
kita suling saja air laut, yang memang tidak semurni es Kutub
Selatan tapi toh berlimpah ruah di sela-sela kepulauan
Nusantara. Selamat minum.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini