Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Mengimpor gunung es

5 sarjana dari universitas flinders, australia meneliti kemungkinan untuk memanfaatkan gunung es di kutub selatan bagi keperluan air di kawasan amerika selatan dan pantai barat daya afrika. (ilt)

7 Mei 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PEMERINTAH Arab Saudi tahun lalu dikabarkan pernah punya rencana hebat: menyeret satu gunung es dari Kutub Selatan (Antartika) ke Laut Merah. Maksudnya untuk dilelehkan di Arab Saudi guna memenuhi kebutuhan air minum penduduk kawasan padang pasir itu. Bagaimana kelanjutan gagasan itu, tak ada kabar beritanya. Mungkin kesulitan yang utama adalah melawan arus laut yang mengelilingi Lautan Hindia, yang dari India arahnya justru ke Selatan. Sehingga satu-satunya jalan mengikuti arus adalah menyusuri pantai Timur benua Australia, terus ke Utara sampai menumbuk kepulauan Nusantara, melintasi perairan India, baru belok kanan memasuki Laut Merah. Tapi mampukah gunung es itu bertahan selama perjalanan melintasi rute ikan paus Kutub Selatan berbulan-bulan lamanya? Dan tidak keburu meleleh di perairan yang panas airnya? Atau kalau toh mau melawan arus, harus berapa kuat kapal tunda yang menyeretnya dari Kutub Selatan ke Arab Saudi? Berbagai pertanyaan itu, untuk keperluan konsumsi air di daerah lain, yakni Australia, telah diselidiki oleh 5 orang sarjana Australia dari Universitas Flinders, Adelaide, belum lama ini. Mereka dipimpin oleh Prof. Peter Schwerdtfeger, ahli cuaca dan direktur Institut llmu Pengetahuan Atmosfir dan Laut Universitas di ibukota Australia Selatan itu. Schwerdtfeger yakin bahwa penyelidikan yang disponsori pemerintah Australia itu dapat bermanfaat juga bagi negara-negara Amerika Selatan dan pantai barat-daya Afrika. Kawasan Timur Tengah yang tanda dan sangat kekurangan air, tidak disebut-sebut. Hanyut Tanpa Tujuan Penelitian mereka dipusatkan di sekitar pegunungan es Ross di Kutub Selatan. Untuk itu mereka telah memasang alat-alat elektronik yang mengukur arus air, kadar garam dan suhu air di sekitar pegunungan es Ross. Gunung-gunung es dari gugusan itu dewasa ini sedang memecah dari induknya dan mengapung hanyut tanpa tujuan di Laut Selatan sampai meleleh. Hal itu sayang sekali. Sebab volume gumpalan gunung es itu masing-masing sama dengan 5-6 x kebutuhan air minum setahun dari 880 ribu penduduk Adelaide. Padahal sebagian besar kebutulu air penduduk Adelaide dipolllpa dari sungai Murray dan diolah dengan biaya rata-rata 10 sen dollar Australia per 1000 liter air. Melihat kian menipisnya persediaan air di darat, Schwerdtfeger yakin bahwa satu gunung es yang kini bernilai $A 15 juta sampai 20 juta dapat naik harganya sampai 15 x lipat menjelang akhir abad ini. Khususnya bagi negeri yang kekurangan air. Makanya regunya ingin menyelidiki apakah mungkin dan ekonomis untuk menyeret gunung es dari Kutub Selatan ke bagian-bagian benua yang memerlukan air, dengan memanfaatkan angin dan arus laut yang ada. Perjalanan yang terlalu cepat atau terlalu lambat, harus dihindarkan. Bila terlalu cepat, pukulan ombak akan menggerogoti es itu. Sedang bila terlalu lambat, es itu akan meleleh habis sebelum mencapai tujuannya. Berapa biaya dan tenaga yang diperlukan untuk mengendalikan perjalanan gunung es itu, juga sedang diselidikinya Dalam percobaan pertama, mereka bermaksud menggusur satu gunung es ke pelabuhan ikan Robe di pantai tenggara negara bagian Australia Selatan. Di situ palung kontinental berdekatan dengan pantai. Kalau percobaan itu berhasil, dan gunung es itu dapat dilelehkan jadi air minum, maka itulah kejadian pertama manusia meminum air paling murni yang pernah dikenal. Menurut Schwerdtfeger, usia gunung es di Kutub Selatan berkisar antara 10 sampai 100 ribu tahun. Berarti gunung-gunung es itu -- yang hanya 10% dari volumenya nongol di atas muka laut - masih bebas dari polusi aman modern. Satu-satunya unsur pengotor yang dikandungnya hanyalah gas atmosfir purba yang sudah memadat. Kita Kecipratan Para sarjana Arab Saudi sendiri, mungkin akan tertarik juga untuk memperdalam teknologi mengimpor gunung es itu dari rekan sejawatnya di Australia. Atau untuk saat ini menunda dulu proyek raksasa itu, dan mengikuti jejak Kuwait yang sudah lama punya instalasi penyulingan air laut menjadi air minum nan tawar. Seperti yang dimiliki kapal rumah sakit AS, S.S. Hope yang pernah melewati Indonesia belasan tahun yang lalu. Toh air laut masih begitu banyak untuk disuling. Adapun bagi Indonesia, kedua kemungkinan itu boleh jadi sama menariknya. Sebab arus laut dingin dari Kutub Selatan setiap parunan tahun kedua sempat juga melintasi pulau-pulau Timor dan Flores, sehingga ada kemungkinan kita juga dapat kecipratan penggalan gunung es yang diimpor orang-orang Australia. Atau kita suling saja air laut, yang memang tidak semurni es Kutub Selatan tapi toh berlimpah ruah di sela-sela kepulauan Nusantara. Selamat minum.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus