Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Terumbu Rusak, Pantai Rusak

Untuk pertama kali ekspedisi kelautan dilakukan orang indonesia. temuan mereka, 40% terumbu karang di pulau moyo rusak. betulkah karena ulah nelayan?

16 Oktober 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TERUMBU karang mendadak jadi bahan perbincangan setelah sebuah tim ekspedisi, yang beranggotakan 156 ahli, melakukan penelitian selama 20 hari di sekitar Pulau Moyo, Nusa Tenggara Barat. Kerusakan karang di kawasan pulau itu, kata Suharsono, wakil ketua Tim Ekspedisi Pulau Moyo, sudah mencapai titik kritis. Ekspedisi Pulau Moyo, yang dimulai 17 September lalu, merupakan ekspedisi kelautan pertama yang dilakukan orang-orang Indonesia. Sebelumnya, 1984, memang pernah digelar ekspedisi serupa dengan nama Snellius II. Tapi ekspedisi yang melibatkan sekitar 450 ahli dan teknisi ini dilaksanakan bersama ahli-ahli kelautan dari Belanda. Bahkan lebih jauh lagi, sekitar 65 tahun silam, eskpedisi kelautan semacam itu sudah pula dilakukan di perairan Indonesia. Terumbu karang adalah satu di antara sepuluh tema ekspedisi Pulau Moyo. Tema lainnya: flora dan fauna darat, oseanografi, plankton, geologi, algae, sosial-ekonomi, dan radioaktivitas. Mengapa terumbu karang sampai terpilih menjadi bab penelitian sendiri? ''Perlu inventarisasi sebelum terumbu karang di pulau itu punah,'' kata Suharsono. Penelitian yang melibatkan 35 penyelam itu menemukan sekitar 40% terumbu karang di perairan Pulau Moyo dalam keadaan rusak berat dan mati. Terumbu karang adalah koloni biota laut yang membentuk rangka dari kapur. Bentuk dan warnanya beraneka ragam. Ada yang mirip cakram, ada pula yang seperti pohon lengkap dengan ranting-rantingnya. Terumbu karang hidup di perairan tropis yang jernih dengan temperatur 20 derajat hingga 30 derajat Celsius. Dari penelitian itu, Suharsono berpendapat, kehancuran terumbu karang itu disebabkan ulah nelayan yang menangkap ikan dengan bahan peledak. Kesimpulan sementara itu agaknya tak perlu lagi dibuktikan. Di kedalaman 1 sampai 10 meter di bawah permukaan air laut, misalnya, Suharsono dan timnya menemukan 90% terumbu karang mati. Bahkan mereka pun menemukan botol yang berisi bahan peledak dengan sumbunya. Dugaan Suharsono itu dibenarkan Abdul Kadir, Direktur Utama PT Moyo Safari Abadi (MSA), pengelola taman laut Pulau Moyo. ''Dalam seminggu saya pernah mendengar 45 kali ledakan,'' kata Abdul Kadir. Perburuan ikan hias dengan menyemprotkan potas juga terbukti ikut merusakkan terumbu karang di Pulau Moyo. Racun yang disemprotkan ke air itu bukan hanya membuat ikan- ikan mabuk sehingga mudah dikumpulkan. Tapi racun itu telah mencemari habitat karang Pulau Moyo. Satu hal yang tidak disadari para nelayan, kata Suharsono, racun itu telah merusak dan mematikan karang-karang di dasar laut. Hanya saja, hingga kesimpulan sementara dipublikasikan pekan lalu, tak jelas nelayan dari daerah mana yang kena tuding. Soalnya, selama penelitian, tim ekspedisi Pulau Moyo tidak menjumpai penangkapan ikan dengan bahan peledak. Tapi, menurut Kepala Dinas Pertanian NTB, Surtomo Kusbandi, kerusakan itu akibat nelayan pendatang, seperti dari Madura dan Pulau Medang. ''Mereka sudah lama mencari ikan hias dengan potas,'' kata Surtomo. Benarkah? ''Itu tak bohong,'' kata Haji Syamsudin, seorang nelayan di Pulau Medang. Menurut dia, sejak Pulau Moyo dijadikan taman laut pada 1986, penduduk Pulau Medang tidak berani lagi mencari ikan di sekitar Pulau Moyo. Keterangan Syamsudin dibenarkkan Achmad Djamaludin, Kepala Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Pulau Moyo. ''Pengeboman itu kan terjadi sebelum tahun 1990. Sekarang tidak ada lagi,'' kata Achmad. Terlepas siapa pelaku peledakan terumbu karang di Pulau Moyo, yang pasti kerusakan flora laut ini sudah mencemaskan. Suharsono menekankan pentingnya terumbu karang, antara lain untuk meredam panas dan penyerap zat asam arang. ''Terumbu karang mampu memperlamban kenaikan suhu bumi,'' kata Suharsono. Bukan cuma itu. Terumbu karang, yang hanya tumbuh 0,5 cm sampai 2 cm setahun, merupakan barikade pantai untuk menangkis gempuran ombak. Bila rusak, pantai gampang terabrasi. Ingat gelombang tsunami yang menerjang Flores, Desember tahun lalu? Beberapa desa di sebelah timur Maumere relatif terhindar dari serangan ombak tsunami karena dilindungi benteng alam: hutan bakau dan terumbu karang. Terumbu karang juga merupakan habitat sejumlah biota. Ikan kerapu, kakap merah, udang, dan ikan hias banyak berlindung di situ. Menurut ketua tim plankton, A.B. Sutomo, kerusakan terumbu karang menyebabkan biota-biota itu terancam punah. ''Soalnya, selain sebagai tempat berlindung mereka, terumbu karang juga tempat hidup plankton dan jasad renik,'' kata Sutomo. Kondisi mengenaskan di Pulau Moyo sebenarnya hanyalah satu contoh kerusakan gugusan karang di Indonesia saat ini. Sedikitnya tercatat 17 kawasan yang gawat, mulai dari Pulau Weh, Aceh, hingga Teluk Cenderawasih, Irian Jaya. Menurut data Lembaga Oceanologi Indonesia, sekitar 46% kondisi terumbu karang di Indonesia rusak berat, 14% kritis, 33% masih lumayan, dan hanya 17% yang kondisinya sangat bagus. Salah satu yang rusak berat adalah terumbu karang di pantai wisata Gili Air, Gili Trawangan, dan Gili Meno, Lombok. Sayang, meskipun sering ditemukan terumbu-terumbu rusak, sampai sekarang belum ada usaha pemecahan menyeluruh. Bambang Aji dan Zed Abidien

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus