Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Rekayasa antibiotik dari yogya

Sebuah tim peneliti ugm yogyakarta berhasil meningkatkan produksi antibiotik eritromisin yang banyak dipakai di sini. eritromisin akan lebih murah?

16 Oktober 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

OBAT mahal, toh harus ditebus. Maka, tak mengherankan kalau banyak orang cemberut di depan apotek. Pemandangan itu mengilhami satu tim peneliti bioteknologi UGM Yogyakarta untuk mencari jurus baru memproduksi antibiotik eritromisin. Hasilnya: ternyata antibiotik itu bisa diproduksi lebih banyak karenanya mungkin lebih murah berkat bantuan minyak sawit. Kenapa eritromisin? Tak lain karena antibiotik ini sangat populer di sini. Para dokter sering menuliskan eritromisin dalam resepnya bagi pasien yang terkena infeksi. Ada obat sejenis tetrasiklin atau penisilin tapi konon dikhawatirkan mudah memberi efek kekebalan. Yang lebih penting, kedua jenis antibiotik tadi kurang cocok bagi anak-anak karena mengganggu pertumbuhan tulang. Setelah bekerja enam bulan, September lalu, tim ini merampungkan penelitian. Mereka memproduksi eritromisin lewat perantaraan cendawan saccharopolyspora erythtrea (S. erythtrea) yang dibiakkan dalam larutan nutrisi yang sarat zat gizi. Dan ini yang penting, mereka kemudian membuktikan bahwa penambahan minyak kelapa sawit sebanyak 3% ke dalam larutan itu bisa menghasilkan manfaat yang besar. Panen eritromisin melonjak 600%. Cendawan S. erythtrea memang jamak dimanfaatkan untuk memproduksi eritromisin di pelbagai pabrik. Tapi biasanya satu pabrik dengan yang lain berbeda dalam racikan nutrisi, dan itu menjadi rahasia perusahaan masing-masing. Yang pasti, bagaimanapun racikannya, harga produksi eritromisin tetap saja mahal. Dalam membuat racikan inilah tim UGM mencoba menambahkan minyak sawit, yang mudah terurai menjadi asam lemak dan gliserol. Keduanya, melalui proses biokimia yang berliku, bisa menghasilkan zat perantara suksinil-Ko A. Lalu zat perantara ini mengalami proses menjadi eritromisin. Proses sintesanya rumit. Tapi cendawan tadi punya bakat khusus untuk melakukannya. Dalam riset ini tim UGM memakai larutan dasar yang mengandung glukosa 5% dan sejumlah protein, yang dinamai medium basal. Kalau ragi cendawan tadi dicampurkan dengan larutan ini, akan dihasilkan eriptromisin. Tapi jumlahnya kecil saja, hanya 50 mikrogram per gram larutan. Lalu tim peneliti di bawah Retno S. Sudibyo, staf pengajar Fakultas Farmasi UGM, mencoba menambahkan minyak sawit dengan dosis 1% sampai 5%. ''Dosis yang terbaik 3%,'' ujar Retno, yang sedang mengikuti program S-3 di almamaternya. Di bawah 3% hasilnya tak optimum. ''Di atas 3% sel-sel biakannya pada mati,'' tambah Retno. Pertumbuhan cendawan S. erythtrea itu sendiri, menurut Retno, punya pola khas. Awalnya, koloni aktif melakukan metabolisme primer. Mereka memperbanyak diri sambil memproduksi zat-zat yang dibutuhkan bagi pertumbuhan koloni, seperti lemak, protein, vitamin. Suatu waktu, ketika makanan mulai menipis, mereka menggelar metabolisme sekunder, antara lain mensintesa suksinil-Ko A yang kemudian menjadi eritromisin. Aktivitas itu terjadi sampai koloni mati. Problem lain dalam penelitian: kapan waktu terbaik untuk memberikan minyak sawit itu. Dari pelbagai uji coba tim Retno membuktikan bahwa pemberian ''lauk'' itu paling tepat pada jam ke-30, yaitu setelah proses peragian memberi hasil terbaik. Putut Trihusodo dan R. Fadjri

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus