Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Toba bocor, listrik padam

Permukaan air danau toba menurun sampai 902,99 m. akibatnya jatah aliran listrik pln sumut dikurangi oleh pt inalum. plta sigura-gura & tangga untuk menggerakkan turbin menggunakan air danau toba.(ling)

25 Oktober 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BIBIR pantai Danau Toba yang landai di daerah turis Prapat seakan bertambah molor saja. Dermaga-dermaga kecil di sana, tempat perahu nelayan dan kapal wisata mendarat sudah kian jangkung. "Kayaknya air danau ini tambah susut," kata Mulia Sinaga, 43, pemilik kantin minuman yang terleak di tepi danau itu. Mulia, yang sudah belasan tahun mencari nafkah di sana, risau akan nasib danaunya. "Permukaan air sudah menurun setengah meter dan garis pantai maju 20 cm," katanya. Dari mana Mulia tahu itu? "Saya mengukurnya dengan tali plastik," jawabnya cepat. Ternyata, pihak PLN di Medan lebih risau dibandingkan dengan penduduk sekitar danau. Sebab, sejak pertengahan bulan lalu, menurut Humas PLN Sum-Ut, Syamsir Nasution, PT Inalum, perusahaan patungan Jepang yang mengelola proyek Asahan, memutuskan aliran listriknya ke gardu-gardu PLN. Dalam dua tahun ini, PLN mendapat jatah listrik dengan daya sekitar 50 MW dari PT Inalum, dan oleh PLN listrik itu digunakan untuk menyuplai listrik di kota sekitar proyek Asahan, yaitu Pematangsiantar, Tebingtinggi, Kisaran, dan Tanjungbalai. Setelah arus listrik dihentikan, memang kota-kota tadi tak lantas gelap gulita. Sebab, PLN masih mengirim' arus listrik ke kota-kota tadi, yang mereka peroleh dari menghidupkan kembali pembangkit listrik bertenaga diesel, yang sudah dimiliki PLN dulu sebelum Inalum memberi mereka listrik dari proyek Asahan. Bagi PLN, tindakan itu cukup riskan, karena pembangkit listrik yang mereka miliki sekarang dimaksudkan untuk melayani konsumen waktu itu yang sekitar 380.000 pelanggan. Sedang sekarang pelanggan sudah berjumlah 400.000. Dampak lain bagi PLN, karena biaya produksi tinggi, listrik mereka jual dari Rp 64/kwh (melalui PLTA) menjadi Rp 78/kwh (dengan tenaga diesel). Selama ini, biaya listrik dari proyek Asahan memang lebih murah, karena turbin penghasil listrik di sana digerakkan dengan tenaga air. PLN membeli cuma Rp 35/kwh kepada PT Inalum. Musibah yang menimpa PLN Sum-Ut itu tak dibantah oleh PT Inalum. Tapi mereka mengaku hanya mengurangi separuh dari tenaga listrik yang selama ini mereka berikan, 50 MW. "Kami masih memberikan listrik itu karena tenggang rasa," ujar Agustar Idris, salah seorang manajer PT Inalum di Jakarta, kepada TEMPO. Menurut Agustar, mereka mengurangi arus listrik itu karena menyusutnya air Danau Toba, sumber air untuk memutar turbin pembangkit listrik proyek Asahan. Proyek Asahan di Sum-Ut, mulai berproduksi pada 1982 itu, berupa pabrik peleburan aluminium di Kualatanjung. Untuk menggerakkan pabrik itu dibangun dua pembangkit listrik tenaga air (PLTA) di Sigura-gura dan Tangga, di Sungai Asahan, sungai yang sumber airnya dan Danau Toba. Idealnya, turbin itu harus diputar oleh air dengan debit 110 m3/detik. Oleh karena itulah, di arah hulu kedua PLTA itu, dibangun dam pengatur yang bisa mengendalikan tinggi permukaan air. Guna mendapatkan debit air yang ideal tadi, permukaan air di dam pengatur -- dan itu sama dengan permukaan air di Danau Toba -- tak boleh lebih tinggi dari 905,5 m dan tak lebih rendah dari 902,4 m (dihitung dari permukaan laut). Kalau air danau lebih tinggi dari batas itu, penduduk di sekitar danau akan kebanjiran, sedangkan kalau lebih rendah, celaka, turbin proyek Asahan tak bisa lagi berputar. Memang, dari survei yang dilakukan perusahaan konsultan dari Jepang, Nippon Koei, tinggi permukaan danau selama ini berkisar sekitar 905 m. Hanya pernah satu kali, ketinggian air danau mencapai 906,4 yaitu pada bulan Mei 1920. Sedang permukaan air terendah, dari survei itu, diketahui terjadi pada September 1963, yaitu 904,6 m. Sejak proyek Asahan ada, memang belum pernah air danau meluap. Yang terjadi adalah kebalikannya: air danau terus-menerus menurun. Sepanjang tahun 1980 misalnya, permukaan air masih 905,14 m dari permukaan laut, dan lima tahun kemudian, 1985, ratarata permukaan air sudah turun hampir 1 m, yaitu tinggal 904,18 m. Sedangkantahun ini, kecenderungan air terus menurun. Pada Januari 1986, permukaan air 903,88, dan menurun terus sehingga Juli yang lalu tinggal 903,21. Malah, September yang lalu permukaan Danau Toba cuma 902,99. Tinggi permukaan air danau sepanjang tahun ini hanya 903,9 m, artinya sudah turun lagi hampir 1 m (0,97 m), dari tinggi muka air rata-rata tahun lalu. "Merosotnya air Danau Toba sekarang ini adalah yang terburuk sepanjang 10 tahun ini," kata Agustar. Malah, kalau data Nippon Koei akurat, permukaan air terendah selama ini terjadi September 1963, yaitu setinggi 904,6 m, maka tinggi permukaan danau itu yang terjadi sekarang adalah yang terendah sepanjang yang diketahui. Turunnya tinggi permukaan danau mengakibatkan debit air Sungai Asahan pun menurun dari debit ideal 110 m3/detik itu. Menurut Agustar, sekarang debit air tinggal 100 m3/detik. Akibatnya, daya listrik yang dihasilkan pun menyusut dari daya ideal 500 MW. PLTA di Sigura-gura dan Tangga selama ini menghasilkan 500 MW. Karena yang dibutuhkan untuk pabrik aluminium di Kualatanjung cuma 450 MW, maka sisanya dijual oleh PT Inalum kepada PLN Sum-Ut. Karena berkurangnya debit air tadi, terpaksa listrik untuk PLN dikurangi. Tapi bukankah air danau belum turun melewati batas 902,4 m itu? "Kalau sempat turun di bawah 902,4, celaka buat PLTA, dong. Air itu tidak bisa menggerakkan turbin, artinya listrik untuk pabrik aluminium tak ada," kata Agustar. Artinya: Proyek Jepang berbiaya 2 milyar dolar itu akan berantakan. KECENDERUNGAN terus menurunnya air danau cukup mengkhawatirkan. Kalau saja tahun depan air terus menurun sebesar kecenderungan apa yang terjadi tahun ini, berarti dalam dua-tiga tahun ini, batas 902,4 itu akan terlalui. Agustar sendiri tak bisa memberi jawaban tegas penyebab merosot drastisnya air Danau Toba sekarang ini. "Mungkin karena memang adanya suatu siklus panjang, atau karena adanya penebangan-penebangan pohon di sekitar danau," katanya. Danau Toba luasnya 1.100 km2, memperoleh air dari puluhan sungai kecil di sekitarnya. Satu-satunya pintu keluar air danau itu ke laut adalah Sungai Asahan. Turunnya air danau itu, lantas, menimbulkan berbagai dugaan, misalnya, selain rusaknya hutan sekitar, ada pula yang menduga penampang danau itu bocor. Tapi kepada koresponden TEMPO di Tokyo, Seiichi Okawa, seorang pejabat Nippon Koei membantah kemungkinan itu. "Kalau bocor, tak mungkin kedalaman air danau sampai 400 meter," kata pejabat perusahaan yang membuat studi kelayakan proyek Asahan itu. Sedang Mulia Sinaga, si penunggu danau tadi, teringat kisah orang-orang tua di sana. "Ada gajah yang meminum air danau ini," katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus