ADALAH seorang teman lama, Don Ishikawa-Rorek, yang pada suatu hari mengeluh. "Jadi orang iklan itu susah," katanya. "Kalau iklannya tak berhasil menjual barang yang ditawarkan, maka perusahaan periklanan akan kehilangan kliennya. Tetapi, kalau iklannya berhasil menjual dengan sukses, perusahaan periklanan pun akan dapat kehilangan kliennya." Itu teori baru. Karena itu, saya terus mendengarkan ketrangannya. Belum lama ini perusahaannya ditunjuk untuk mengiklankan mobil baru Citroen BX16. Tak lama setelah iklannya muncul, dengan derasnya arus pembeli datang untuk melihat mobil baru itu. Lalu, dengan derasnya pula mobil-mobil itu berpindah ke tangan pembeli. Dalam waktu singkat persediaan habis terjual. Daftar pemesan yang bersedia menunggu beberapa bulan pun makin panjang. Alhasil, produsen mobil itu buru-buru menyetop kegiatannya beriklan. Demikianlah, rezeki bagi Don Ishikawa-Rorek terlucuti. Apa yang keliru dalam kasus itu ? Don sendiri tidak menganggap kliennya melakukan langkah yang salah, sekalipun telah membuat koceknya lebih tipis. Pada dasarnya, marketing management adalah management of demand. Kegiatan pemasaran selalu hanya dilakukan untuk menyesuaikan tingkat permintaan dengan jumlah barang yang dapat disediakan produsen. Ketika persediaan barang terlalu banyak, pemasar berusaha meningkatkan permintaan dari sisi masyarakat agar persediaannya bisa diserap dan daur produksi baru tidak tersendat. Sebaliknya, bila permintaan terlampau tinggi, bukan berarti para pemasar bisa lantas berleha-leha, karena putus stok bisa membuat para agen sewot. Terlalu sering putus stok bisa mengakibatkan agen dan konsumen beralih ke merk lain. Artinya, pada titik itu diperlukan kegiatan demarketing untuk mengurangi tingkat permintaan. Bahkan, pada waktu tingkat permintaan sama tingginya dengan tingkat persediaan, masih diperlukan kegiatan yang biasanya disebut dengan istilah maintenance marketing. Titik ini bahkan bisa dianggap titik rawan karena pada masa itulah biasanya datang pesaing baru yang ingin ikut menikmati kue yang tersaji. Iklan, sebagai bagian integral dari kegiatan-kegiatan pemasaran, dengan sendirinya bukan merupakan unsur yang paling dulu boleh dicopot. Iklan bahkan instrumen paling penting sebagai alat pemasaran pada tingkat permintaan yang mana pun. Menghentikan kegiatan beriklan pada suatu titik secara mendadak bisa berdampak buruk pada jangka panjang. Ini sesuai dengan ciri iklan itu sendiri. Iklan selalu dibangun di atas sebuah theme, dan karena itu hasilnya pun tidak mendadak sontak. Itu berbeda dengan promosi yang dibangun berdasarkan scheme dan hampir selalu bersifat jangka pendek. Bila sasaran tingkat permintaan sudah tercapai, promosi bisa saja dihentikan karena ia memang hanya berfungsi sebagai short term, determinant of demand. Apakah pada masa resesi kegiatan beriklan sebaiknya dihentikan saja? Dua tahun yang lalu dalam rubrik ini saya pernah menulis bahwa menurut penelitian telah terbukti: barang siapa menghentikan kegiatan beriklan pada masa resesi, maka ia akan sulit mengejar volumenya yang hilang ketika resesi telah berakhir. Bagaimana persisnya situasi setelah devaluasi ini? Menyetop iklan agaknya tetap akan merupakan pilihan terburuk bagi produsen produk konsumsi massa. Ketika harga-harga masih belum mantap benar, banyak pedagang cenderung melakukan buy-in dan memenuhi gudangnya dengan barang karena berspekulasi bahwa harga akan naik terus. Padahal, harga tak bisa terus naik karena kendala-kendala yang memang ada di pasar. Akibatnya, buy-in hanya merupakan perpindahan tempat menumpuk barang: dari gudang produsen ke gudang agen. Bila tak ada pull yang berupa permintaan dari masyarakat, barang-barang itu akan menjadi uang mati yang tertangguh di tangan agen. Dan itu memerlukan aktivitas pemasaran. Tanri Abeng, M.B.A., Presiden Direktur PT Multi Bintang Indonesia, bahkan meramalkan bahwa biaya pemasaran dalam waktu dekat ini justru akan meningkat. Tanpa peningkatan kegiatan pemasaran, mustahil bisa memindahkan persediaan yang menggembung di gudang agen itu ke tangan konsumen. Pada masa resesi justru konsumen melakukan rasionalisasi pembelanjaannya. Justru pada masa itu konsumen memerlukan informasi yang lebih akurat tentang produk yang dapat dan akan dibelinya. Dan bukankah itu pekerjaan iklan? Menyetop kegiatan beriklan, sebagai salah satu aktivitas pemasaran, mungkin secara jangka pendek akan menyelamatkan arus kas. Secara jangka panjang hal itu justru akan menimbulkan kerepotan-kerepotan -- kalau tidak malah merugikan. Bondan Winarno
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini